NILAI Ujian Nasional (UN) tidak lagi menjadi syarat kelulusan pada UN Tahun
Pelajaran 2014/ 2015 ini. Ketentuan baru ini berbeda total berbanding
persyaratan kelulusan sebelumnya. Harapannya, pelaksanaan UN yang berlangsung
pada 13 April 2015 (untuk SMA/ MA/SMK) sejatinya
akan berjalan dengan jujur, transparan dan bertanggung jawab.
Dalam pelaksanaan UN tidak akan ada lagi kecurangan untuk memperoleh nilai
tinggi (di luar kemampuan) sebagaimana sebelum-sebelumnya. Fakta dan berita
yang selama ini tersebar memang menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan UN
selalu terjadi kecurangan. Sungguh tidak menyenangkan tapi informasi-informasi
kecurangan selalu muncul mengiringi pelaksanaan UN.
Kriteria kelulusan dari satuan pendidikan di era SBY bahkan sejak
sebelumnya, yang menjadikan hasil UN dengan batas capaian nilai tertentu
sebagai syarat kelulusan telah
menyebabkan para siswa peserta UN ingin berbuat dan melakukan apa saja. Berbagai
usaha, termasuk usaha tidak 'mulia' demi meraih kelulusan dilakukan.
Usaha-usaha tidak baik itu antara lain seumpama kecurangan, ketidakjujuran, saling
contek, dan beberapa lagi
Kecurangan dan ketidakjujuran itu ternyata tidak hanya dilakukan oleh siswa,
malah guru juga ikut terlibat. Di beberapa sekolah lebih sedih lagi karena
ternyata Kepala Sekolahnya juga ikut merusak pelaksanaan UN. Tentu saja ini
sangat merusak sistem sekaligus karakter peserta dan pelaksana: guru, siswa dan Kepala Sekolah.
Peserta didik yang akan tamat dengan cara-cara seperti ini tentu saja selamanya
akan menjadi orang yang merasa berdosa disebabkan UN yang sengaja ternoda.
Dengan POS (Prosedur Operasional Standar) UN yang dikeluarkan BNSP (Badan
Nasional Standar Pendidikan) bernomor 31/P/BSNP/III/ 2015 dan Permendikbud
bernomor 5 Tahun 2015 dijelaskan bahwa nilai UN tidak lagi menjadi syarat
kelulusan. UN dilaksanakan tapi sebagai ketentuan kelulusan tidak menentukan. Bagi
peserta didik, keikutsertaannya dalam UN sudah cukup karena sudah menjadi
ketetapan dan peraturan.
UN sendiri memang masih diperlukan seabagaimana penegasan Undang-undang
Pendidikan dan peraturan pemerintah yang mengaturnya. UN diperlukan sebagai
alat pemetaan mutu pendidikan secara nasional, daerah dan sekolah. Bahkan
dengan sistem ini, capaian kompetensi UN peseerta didik secara perorangan juga
akan tergambarkan per Mata Pelajaran yang diujikan. Ketentuan keharusan
melaksanakan UN ini memang sudah diatur termasuk dalam Peraturan Pemerintah
(PP) No 19 Tahun 2005 yang sudah diubah
menjadi PP No 32 Tahun 2013 perihal Standar Nasional Pendidikan (SNP) itu.
Dengan kriteria kelulusan yang baru ini, selain ketentuan umum seperti 1)
telah menyelesaikan seluruh program pembelajaran di sekolah; 2) memperoleh
nilai sikap minimal baik; 3) lulus ujian sekolah. (pasal 2) selebihnya kriteria
kelulusan ditentukan oleh sekolah. Ketentuan lulus ujian sekolah adalah dengan
memperhitungkan nilai rapor (gabungan beberapa semester) dan nilai US (Ujian
Sekolah) yang pelaksanaan pengawasan dan penilaian ditentukan oleh sekolah.
Batas nilai minimal pun juga ditetapkan sendiri oleh sekolah sesuai dengan
kemampuan peserta didik di satuan pendidikan.
Dari ketentuan seperti itu tentu saja tidak ada alasan kekhawatiran untuk
tidak lulus lagi. Apa yang selama ini menjadi momok oleh peserta didik termasuk
orang tua siswa dan masyarakat dalam pelaksanaan UN, kini sudah diredakan
Pemerintah. Kemdikbud sebagai penanggung jawab nasional, hanya membutuhkan
hasil UN sebagai pengukur standar mutu pendidikan secara nasional. Dari UN akan
terukur keadaan sebenarnya mutu pendidikan di satuan pendidiankan yang nantinya
pemetaan ini akan menjadi dasar langkah lanjutan dalam pembinaan dan
pengembangan sekolah.
Itu berarti bahwa, persentase kelulusan tidak lagi menjdi sesuatu yang juga menakutkan
sebagaimana paradigm selama ini. Dengan kelulusan diserahkan dan ditentukan
oleh sekolah penyelenggara, maka momok menakutkan itu sudah tidak aka nada lagi.
Sekolah sendirilah yang akan menetapkannya. Paradigm lulus 100 persen yang
selama ini menjadi kebanggaan semu sekolah tidak lagi menjadi sesuatu yang
pentng dan menakutan. Sekolah dapat meluluskan peserta didiknya sesuai
keinginan sekolah sendiri.
Sangat tepat apa yang dinyatakan oleh Mendikbud, Anis Baswedan bahwa UN
sekarang ini tidak lagi mengejar kelulusan 100 persen tapi kejujuran 100
persen. Sangat tepat harapan menteri ini. Jika pemetaan yang menjadi sasaran UN
adalah sebagai langkah dasar pembinaan dan pengembangan sekolah, maka sekolah jangan
pernah lagi merekayasa kemampuan peserta didiknya dengan membiarkan terjadinya
kecurangan dalam ujian.
Ujian yang berjalan dengan tidak fair, tidak transparan dan tidak akuntabel
–karena terjadi kecurangan-- sudah pastti hasilnya tidak akan mencerminkan
kemampuan siswa yang sebenarnya. Rekayasa hasil ujian ini pasti akan
menyesatkan, baik sebagai sebuah informasi maupun sebagai dasar langkah dan
strategi pengembangan dan pembinaan.
Perubahan paradigma dalam menyikapi kelulusan atau persentase kelulusan
memang diperlukan bagi penyelenggara pendidikan di sekolah. Kepala Sekolah,
guru, siswa, orang tua atau masyarakat pada umumnya harus mempunyai satu
pandangan tentang kelulusan dan UN itu sendiri. Terselenggaranya UN yang baik
sesuai ketentuan yang hasilnya akan mencerminkan kemampuan yang sebenarnya,
adalah target utama yang wajib diperjuangkan. Siswa harus dididik dan diajar
dengan tujuan pembinaan karakter itu sendiri. Tujuan pendidikan yang bermuara
pada terwujudnya insan berkarakter dan berkemampuan untuk mandiri, hanya akan
terwujud jika sejak dari sekolah anak-anak sudah dibiasakan bersikap dan
bertindak jujur dan bertanggung jawab.
UN 2015 yang merupakan awal mula berubahnya sikap Pemerintah yang
mempercayakan keputusan kelulusan kepada satuan pendidikan sendiri, semoga saja
tidak lagi disia-siakan sekolah. Sekolah (jika di masa lalu belum berubah) inilah sattnya untuk wajib berubah.
Kebanggaan semu dengan peringkat kelulusan 100 persen tapi UN yang penuh
kecurangan, itu tidak diperlukan lagi. Masa depan bangsa ada di tangan para
siswa. Mereka harus dipersiapkan secara baik dan benar. Itu berarti sekolahlah
yang akan penentukan.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar