SETIAP tahun di medio Februari, tepatnya pada setiap 14 Februari selalu diingat dan dirayakan oleh sebagian orang dengan berbagai kegiatan. Maksud dari aneka kegiatan itu tidak lain adalah untuk menunjukkan rasa kasih sayang antara satu orang dengan lainnya. Bisa antara suami dan isteri; calon suami dan calon isteri dan yang lebih banyak antara anak-anak muda yang menyebut dirinya berstatus pacaran.
Sudah banyak diulas bahwa pada hakikatnya tidak ada yang salah perihal ‘hari kasih sayang’ alias hari valentine (valentine day) yang tiap tahun terkadang bisa juga menjadi kontroversi itu. Kontroversi karena disamping ramai yang mendukung dan ikut merayakannya, ada juga yang menentang dan bahkan mengharamkannya. Haram?
Itulah yang saya pun ikut-ikutan khawatir walaupun ada yang menganggap tidak perlu khawatir. Khawatir karena memang ada banyak kejadian yang menyedihkan terutama perayaan valentine di kalangan anak-anak muda.
Tersebutlah informasi hamilnya seorang anak gadis yang tadinya tidak mengerti apa itu valentine day tapi sekali waktu ikut bersama teman-teman lain yang memang setiap tahun merayakan hari valentine. Baru juga berkenalan dengan seseorang (lelaki) yang katanya juga suka pada si gadis lugu ini.
Perayaan valentine yang entah mengapa harus pula dirayakan di malam hari bahkan sampai larut malam sesama anak muda remaja yang pasti jiwanya masih dalam taraf bergelora, si gadis lugu yang diajak pun ikut larut. Jika mereka terus mabuk dengan alasan perayaan valentine di suasana malam yang kian sepi, pastilah kekhawatiran kita akan terjadinya ‘kasih-sayang’ melampaui batas akan menjadi kenyataan.
Dalam peristiwa seperti itulah kasus yang saya sitir itu bermulanya. Anehnya, kejadian pertama yang semula disesali –sesungguhnya mereka tidak merasa merencanakannya– ternyata dicari-cari waktu lain untuk mengulanginya lagi. Sekali, dua kali dan akhirnya berkali-kali. Dan hanya perubahan perutlah akhirnya yang menghentikannya. Tapi semua sudah terjadi dan berlalu tanpa bisa ditarik. Menyesal? Sudah tidak membantu.
Antisipasi kasus itulah yang oleh sebagian fatwa mengharmkan saja perayaan valentine, khususnya buat anak-anak muda muslim. Sangat mungkin kekhawatiran akan penyalahgunaan valentine yang harusnya untuk mewujudkan bentuk kasih-sayang di antarta sesama, terus terjadi dan berkembang di kalangan anak muda secara salah.
Padahal jika saja peryaan valentine sekedar membuktikan rasa sayang –yang setiap hari harusnya dilaksanakan– antara satu orang dengan orang lainnya, tentulah tidak ada yang salah di situ. Bahkan mewujudkan rasa sayang di antara dua anak manusia yang lagi dimabuk cinta sekalipun, juga tidak harus disalahkan. Bukankah setiap orang memang wajib membuktikan kasih sayangnya kepada orang lain? Katanya kuncinya, tidak disalhgunakan.
Apalagi antara suami dan isteri yang bisa jadi sudah lama tidak membuat kejutan dalam bukti kasih-sayangnya, dan vaelentine-day mau dipakai, ya silakan saja. Tidak perlu juga saya kira terlalu menghubung-hubungkannya dengan keyakinan dalam akidah walaupun kontroversinya ada hubungannya dengan keyakinan beragama. Asal saja valentine memang hanya diartikan dan dibuktikan dengan aplikasi kasih sayang, ya tetap tidak ada yang salah.
(Saya sendiri, seumur-umur tidak pernah merayakan valentine karena memang tidak memahaminya dengan baik, he he he)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar