Minggu, 26 Desember 2021

Seri Kisah Abu Nawas: Menyadarkan Saudagar Kikir


ISENG-iseng cari-cari buku di lemari buku di rumah, saya menemukan buku kisah Abu Nawaas. Ada banyak kisah lucu dan konyol di situ. Tapi memiliki pesan-pesan yang mendalam. Dalam waktu yang hampir sama (beberapa saat sesudahnya) saya juga membaca kisah Abu Nawas yang diposting di salah satu situs, hajinews.id. Postingan berjudul "Hikmah Malam : Pura-pura Jadi Pengemis, Abu Nawas Sukses Sadarkan Saudagar Kikir," memiliki pesan yang layak dan bagus juga kita baca.

Saya ulang share postingan yang dishare Sitha Kamis (16/12/2021) yang lalu itu. Postiungan lengkapnya begini,

Meski dikenal memiliki tingkah konyol dan kadang nyeleneh, akan tetapi di balik itu samua, Abu Nawas ternyata memiliki kecerdasan cara berpikirnya yang membuat semua orang menjadi kagum. Begitu juga dengan Baginda Raja, sebagai seorang pemimpin negeri, Baginda tak segan memanggil Abu Nawas dengan tujuan untuk membantu memecahkan masalah kenegaraan.

Kisah ini berawal ketika Abu Nawas sedang bersantai di depan rumahnya, tiba-tiba datang beberapa prajurit kerajaan memanggil Abu Nawas untuk menghadap Baginda di istana. Abu Nawas pun segera bergegas menuju istana bersama para prajurit tersebut.

Setibanya di istana, Baginda Raja Harun Ar-Rasyid mengutarakan maksud dari dipanggilnya Abu Nawas. “Wahai Abu Nawas, aku memanggilmu, untuk meminta solusi atas sebuah masalah yang cukup serius,”

“Mohon ampun, Paduka yang mulia, apa yang bisa hamba bantu?” tanya Abu Nawas.

Baginda mengatakan jika dirinya telah mendapat laporan tentang seorang saudagar kaya yang kikir dan menolak untuk membayar zakat. Mendengar cerita Rajanya itu, Abu Nawas kemudian memberi solusi.

“Mengapa Baginda tidak panggil saja dia ke istana? Kemudian masukkan dia ke penjara?” saran Abu Nawas.

“Wahai Abu Nawas. Sebenarnya bisa saja aku berbuat begitu. Akan tetapi, apakah ada cara yang lebih halus untuk menyadarkannya, sehingga tidak harus langsung menghukumnya. Karena bagaimanapun juga, dahulu sebelum menjadi saudagar, ia merupakan seorang yang sangat rajin bersedekah dan selalu membayar zakat tepat pada waktunya,” jelas Baginda.

“Kalau begitu, hamba meminta waktu tiga hari untuk memikirkan cara halus tersebut wahai Paduka yang mulia,” kata Abu Nawas.

Karena merasa percaya jika Abu Nawas dapat menyelesaikan masalah tersebut, Baginda pun memberi Abu Nawas waktu selama tiga hari seperti apa yang ia inginkan. Abu Nawas kemudian meminta izin pamit pulang kepada Baginda.

Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Abu Nawas mulai memutar otak untuk mencari jalan keluar yang sedang dihadapi Rajanya itu. Karena jika dilihat dari lubuk hatinya, Abu Nawas mempunyai keinginan agar sang saudagar kaya itu segera dipenjara.

Diketahui, saudagar itu memang terkenal sangat pelit dan enggan membayar zakat. Sehingga, orang-orang disekitarnya pun banyak yang membencinya. Tetapi karena tugas itu merupakan perintah dari Baginda, mau tidak mau Abu Nawas harus menemukan cara yang lebih halus untuk segera menyadarkan saudagar tersebut sesuai dengan apa yang diharapkan Baginda.

Tiga hari kemudian, Abu Nawas sudah menemukan cara tersebut. Ia segera bergegas menuju istana untuk menyampaikan solusinya kepada Baginda. Melihat kedatangan Abu Nawas, Baginda langsung bertanya,

“Wahai Abu Nawas, apakah engkau sudah menemukan cara tersebut?” tanya Baginda penasaran.

“Sudah Paduka yang mulia, hamba sudah menemukan caranya. Tetapi, Baginda juga harus ikut dengan hamba untuk menjadi pengemis, kemudian mengemis di rumah saudagar kirir itu. Setalah itu, hamba yang akan menyelesaikan masalah tersebut. Apakah Baginda bersedia?” tanya Abu Nawas.

Meski Baginda merasa ragu pada ide konyol Abu Nawas itu, namun karena ingin menyadarkan saudagar itu, akhirnya Baginda bersedia. Dengan mengenakan baju layaknya seorang pengemis, Abu Nawas dan Baginda Raja Harun pergi menuju rumah saudagar pelit itu.

Setibanya di rumah saudagar, mereka tidak langsung mendatangi rumahnya, mereka terus mengawasi sampai saudagar tersebut benar-benar ada di rumahnya. Beberapa saat kemudian, saudagar itu keluar dan duduk di beranda rumahnya.

Melihat hal tersebut, Abu Nawas dan Baginda segera menghampiri dan mengucapkan salam kepada saudagar itu.

“Wahai Tuan, apakah anda mempunyai uang receh?” tanya Abu Nawas.

“Tidak ada!” bentak saudagar kirir dengan nada tinggi.

“Kalau begitu, apakah Tuan punya pecahan roti kering, sekedar untuk mengganjal perut kami?” tanya Abu Nawas kembali.

“Tidak ada!” kata saudagar semakin kasar.

“Baiklah, bolehkah kami minta segelas air saja, kami sangat haus Tuan,” kata Abu Nawas.

“Rupanya kalian ini tidak sadar juga. Sudah aku bilang dari tadi, aku tidak punya apa-apa!” kata saudagar yang kini sudah mulai jengkel.

Saat itu, Abu Nawas pun langsung mengeluarkan ide cerdiknya.

“Kalau Tuan tidak punya apa-apa, mengapa Tuan tidak jadi pengemis saja seperti kami ini?” usul Abu Nawas.

Karena perkataan Abu Nawas, Wajah saudagar itu terlihat tidak karuan, antara marah, kesal, tersinggung, sedih yang bercampur aduk menjadi satu. Saudagar itu hanya terdiam, ia teringat akan masa lalunya yang sangat miskin, namun ia rajin bersedekah. Berbeda dengan dengan kehidupan sekarang yang lebih baik, namun ia menjadi kikir dan tidak pernah membayar zakat.

Seketika itu juga Tuan saudagar itu meneteskan air matanya, ia pun mulai menyadari sifat kikirnya itu. Melihat kejadian itu, Baginda pun tiba-tiba berkata,

“Bagaimana, apakah sekarang engkau memilih menjadi orang kaya atau orang yang miskin?” Jika ingin kaya, maka rajinlah bersedekah dan bayarlah zakat, jika tidak mau kaya, mengemis saja seperti orang ini,” kata Baginda Raja sambil menunjuk Abu Nawas.

Sebagai langkah untuk menyadarkannya, Abu Nawas kemudian melanjutkan percakapan dengan membaca ayat-ayat Al Qur’an tentang orang yang kikir dan menolak untuk membayar zakat. Dalam kesedihannya itu, Tuan saudagar merasa sangat terkejut mengetahui jika salah seorang pengemis didepannya adalah Baginda Harun yang merupakan pemimpinnya sendiri.
Sehingga, dimulai saat itu juga, saudagar kikir itu berubah menjadi orang yang baik dan dermawan. Ia pun rajin untuk bersedekah, membayar zakat dan juga peduli lebih peduli dengan orang-orang disekitarnya. Wallahu A’lam Bishawab.

Semoga iktibar ini ada manfaatnya bagi kita. Hitung-hitung berhibur di hari libur. Selamat membaca dan menangkap amanatnya.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar

Postingan Terbaru

Ramadan, Puasakah Aku?

Sudah kutahan tidak makan seharian Sudah kutahan pula tidak minum seharian Lama, sangat lama Sedari imsak hingga ke tennggelam surya ...