DENGAN berapi-api, khas seorang orator, suara tinggi mirip orang mencaci-maki, Bang Ali (jangan salah, ini bukan mantan gubernur DKI yang terkenal itu tapi ini adalah mantan anggota DPR-RI yang selalu bersuara tinggi: Dr. Ali Moechtar Ngabalin, MA yang sore dan malam itu dipanggil Bang Ali) di tengah-tengah masyarakat Karimun, Senin (14 Februari 2011 M bertepatan 12 Rabi’ul Awal 1432 H) mampu memukau dan menyulut emosi jamaah yang memadati Masjid Agung Kabupaten Karimun.
Di tengah berjubelnya manusia dalam masjid termegah, terindah dan sekaligus terbesar di Kabupaten Karimun yang berpenduduk kurang lebih 250 ribuan jiwa itu Ali Moechtar Ngabalin tidak saja membuat jamaah terkadang terbahak mengikuti selipan lawakannya tapi terkadang juga berhasil menyulut dan meningkatkan emosi dan perasaan jamaah yang begitu serius mengikutinya. Peringatan Maulid Nabi Muhammad Tingkat Kabupaten (di Kabupaten Karimun Negeri Berazam ini memang ditradisikan peringatan hari-hari besar Islam itu berjenjang dari Desa-Kelurahan bahkan dari masjid-masjid-surau yang ada di RT-RW hinggalah ke Tingkat Kabupaten) ini buat Ali Moechtar Ngabalin serasa istimewa.
“Dari 400-an kabupaten yang sudah saya kunjungi, inilah masjid tempat pengukuhan BKPRMI (Badan Komunikasi Pemuda-Remaja Masjid Indonesia) yang paling indah dan paling megah yang saya lihat,” begitu ucapan Ali Moechtar Ngabalin dalam pembuka ceramah Maulid Nabi Muhammad Saw malam itu. Ali Moechtar diundang oleh Pemda Karimun disamping sebagai penceramah peringatan hari bersejarah Islam itu (ke Karimun pernah datang Aa Gym, Arifin Ilham dan banyak da’i kondang Ibu Kota lainnya dan ini juga salah satu khasnya Pemda Karimun) juga sekaligus menghadiri pengukuhan Dewan Pengurus Daerah BKPRMI Kabupaten Karimun masa bakti 2010-2014 oleh DPW BKPRMI Provinsi Kepri. Ali Moechtar Ngabalin adalah Ketua Umum DPP BKPRMI (Pusat) untuk periode kedua.
Istimewa yang dimaksud Ali Moechtar Ngabalin adalah karena katanya tidak pernah ada presidennya BKPRMI harus turun ke bawah hanya untuk menghadiri pengukuhan BKPRMI Kabupaten. “Saya sampai turun ke bawah menyaksikan pengukuhan ini,” katanya sore hari dalam pemberian motivasi kepada para pengurus BKPRMI dan anggota remaja masjid yang hadir pada Rapat Kerja (raker) sekaligus pengukuhan siang menjelang sore itu. Dia pesankan ke para peserta raker dan terutama para pengurus untuk disampaikan ke seluruh masyarakat Karimun bahwa Karimun sebagai Negeri Melayu itu identik dengan Islam. “Jangan mengaku orang Melayu kalau tidak melaksanakan syariah Islam,” katanya menyulut dan membakar emosi --hadirin-- pendengarnya.
Pembinaan emosi Islami inilah yang tampaknya dan memang harus ditekanka Ali Moechtar Ngabalin pada malam hari, ketika dia menjadi penceramah di hadapan ribuan jamaah kota Karimun. Dengan suaranya yang lantang, berkali-kali Ali Moechtar Ngabalin menyebut betapa Negara ini bisa dan akan hancur suatu saat nanti jika para penduduk dan para pemimpinnya tidak mampu mengatur dan mengendalikan emosi. “Lihatlah betapa banyaknya berita pejabat yang korupsi. Di rumah pura-pura baik dan jujur sama isteri; ke masjid dan surau rajin ibadah malam dan subuh hari; tapi di kantor masih teruuuus saja korupsi. Mau kemana negeri ini?” tanyanya berapi-api.
Ali Moechtar Ngabalin tidak ragu-ragu menyebut orang-orang munafiq yang telah merusakkan Indonesia ini. “Saya tidak hanya ketika menjadi anggota DPR-RI dulu, bersuara lantang begini. Sampai hari ini saya belum berhenti, dan tidak akan berhenti berteriak tentang kebobrokan para pejabat ini.” Dia juga bercerita bagaimana anggota Dewan yang duduk di berbagai komisi membagi-bagi dan mencuri uang rakyat dengan bermacam alasan dan trik. Bagaimana orang Pusat memeras orang daerah. Pokoknya Bang Ali ini memang masih belum berubah seperti yang kita saksikan dulu di telivisi ketika dia berdebat keras di Gedung Parlemen.
Dia mengingatkan betul kepada semua yang hadir –juga kepada para pendengar radio FM Canggai Putri dan radio Azzam serta RRI yang menyiarkan langsung malam itu—bahwa peringatan Maulid yang setiap tahun diperingati hendaknya mampu menyulut dan membina emosi manusia agar pikirannya juga dapat terkendali. Bila emosi dan cara berpikir dapat terkendali maka tindakan dan perbuatan pun akan terkendali. Tidak akan ada kelakuan yang tak sesuai bisikan hati yang suci. Begitu dia tegaskan berkali-kali dalam ceramahnya.
Saya (penulis.pen) berpikir memang inilah tugas berat masyarakat saat ini, lebih-lebih yang berlabel Pemimpin. Entah pemimpin di rumah (tangga) sendiri, entah menjadi pemimpin di desa/ lurah, camat, sampai bupati/ walikota atau setingkat provinsi di Kepri atau di mana saja di Negara ini. Maulid yang berkonotasi kelahiran pemimpin pencerah diri, pelurus akhlak yang rusaknya sudah tak berperi, harusnya membuat kita terus mengintrospeksi diri dengan peringatan itu. Kesalahan dan kekeliruan terkadang tidak diketahui. Tapi tetap saja akan merusak diri dan orang lain. Apalagi kesalahan yang direncanakan. Maka peringatan maulid nabi janganlah sekadar seremoni Pemerintah dan masyarakat belaka.
Berbiaya cukup mahal, jika itu lagi-lagi menggunakan uang rakyat (APBD-APBN), siapakah yang akan dituntut kelak di ‘hari pembalasan’ bila ternyata hanya sia-sia belaka penggunaan uang itu. Uang yang dipakai mendatangkan (membayar) penceramah jauh-jauh dari Jakarta atau dari mana saja tapi jika tidak ada manfaatnya bagi kita, bagi rakyat yang memiliki uang, tidakkah itu juga dosa? Tapi siapa yang akan mempertanggungjawabkannya? Begitu Ngabalin bertanya, lagi-lagi menyulut emosi jamaah.
Satu hal yang sejatinya menjadi pelajaran dari peringatan Maulid Nabi adalah pengendalian emosi diri. Pikiran yang lurus bersama emosi yang terkendali adalah kunci memperbaiki carut-marut yang terjadi saat ini. Negeri yang baik penuh ampunan (baldatun thoyyibatun warobbun ghafuur) hanya akan diberikan-Nya jika ada kemauan untuk meluruskan pikiran dan perbuatan yang sejalan dengan emosi dalam kendali Ilahi. Walohhu a’lam.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar