Sabtu, 30 Oktober 2010

Sholat dan Disiplin Siswa, Adakah Korelasinya?

ADAKAH hubungan amalan agama –sholat, misalnya dalam Islam-- oleh para siswa (peserta didik) dengan pola atau tingkah-laku kehidupan sehari-hari mereka di sekolah? Sesungguhnya banyak sudah terbaca dan banyak pula sudah terdengar bagaimana korelasi kehidupan manusia dengan amalan keagamaannya secara umum. Maksud saya pertanyaan itu sudah ada jawabannya pada penilitian para ahli, bahwa antara pengamalan agama dengan kehidupan manusia itu saling berkaitan.

Selalunya orang yang mampu menjalankan agamanya dengan baik dan benar akan juga mampu menampilkanan kehidupan sehari-harinya dengan baik dan benar. Karena menjalankan agama artinya menjalan aturan Tuhan, Penguasa alam, Penentu kehidupan dan kematian maka orang yang mengamalkan aturan agama artinya orang yang hidupnya dalam keteraturan sesuai ketentuan Tuhan.

Di sekolah, dalam tataran yang kecil ada tata aturan yang wajib diikuti dan dilaksanakan oleh keluarga sekolah: siswa, guru, pegawai TU serta komponen lainnya. Sekolah yang teratur alias berdisiplin adalah sekolah yang komponen pendukungnya, itu bersikap dan bertindak sesuai ketentuan aturan sekolah itu sendiri.

Bagi seorang siswa yang dalam kesehariannya baik di sekolah maupun di luar sekolah (di rumah, di masyarakat, di pasar, dll) sudah berkategori taat aturan sepenuh sadar dan sepenuh hati dapat dipastikan bahwa di sekolah dia akan berkategori siswa patuh dan disiplin aturan juga. Bagaimana mungkin dia melanggar aturan sekolah yang sanksinya bisa dirasakan langsung saat itu sementara aturan Tuhan yang sanksinya baru dijanjikan di akhirat saja dia tidak hendak melanggarnya. 
Lalau bagaimana dengan masih tingginya pelanggaran tata tertib sekolah oleh para siswa? Bagaimana dengan cukup banyaknya siswa terlambat, misalnya? Inilah yang yang ingin dicoba ditelisik: adakah hubungan ketaatan beragama (baca: sholat) dengan kedisiplinan siswa di sekolah? 

Iseng-iseng, saya pernah bertanya kepada para siswa di kelas ketika kebetulan berkesempatan masuk karena guru tidak masuk atau terlambat masuk untuk melaksanakan pembelajaran sesuai jadwalnya. Sebagai Kepala Sekolah saya selalu berusaha mendahului piket untuk masuk mengisi jam-jam kosong begini. Saya akan bercerita apa saja, khusus memberikan motivasi siswa agar lebih baik ke depannya. Berbagai topik akan saya sampaikan, biasanya.

Ketika topik pembicaraan mengenai agama, saya coba bertanya kepada seluruh siswa, “Ada berapa orang kalian yang secara rutin (teratur secara sadar) melaksanakan sholat lima waktu?”. Saya coba bertanya begitu kepada mereka. Tentu pertanyaan ini hanya untuk yang muslim.

Kita tahu bagi seorang muslim baligh (sampai umur atau pikiran) kewajiban sholat tidak dapat dihindarkan. Tidak ada alasan untuk tidak menegakkannya. Menurut ketentuan, jika tidak mampu melaksanakan dengan berdiri (normal) tetap diwajibkan melaksanakannya dengan cara duduk saja. Bahkan jika dengan duduk juga tidak mampu, dengan berbaring atau menelentang saja pun wajib hukumnya. Kalau tidak dilaksanakan? Masyaallah, itu namanya ingkar. Begitulah kedudukan kewajiban solat dalam agama. Jika tidak melakukan secara sadar, neraka telah disediakan untuknya.

Inilah yang mengagetkan saya atas jawaban mereka. Dari beberapa kelas (kebetulan kelas II dan III) yang pernah saya tanya,  ternyata jumlah yang secara sadar dan jujur sholat tidak mencapai 10 %. Bahkan ada satu kelas saya temukan tidak seorang pun siswanya yang melaksanakan sholat secara rutin atas kesadarana karena Allah. Itu pengakuan secara jujur dari mereka. Kelas II dan III mereka.

Bayangkan, dalam satu kelas yang usia siswanya tentu tidak ada lagi yang di bawah 15 (lima belas) tahun, ada yang tidak satu pun siswanya  melaksanakan sholat sebagai kewajiban muslimnya secara sadar atau patuh dengan ikhlas. Hitunglah ada berapa banyak siswa sekolah ini yang ternyata tidak atau belum sholat dengan benar dan sadar jika diasumsikan hanya 10% yang sholat dari hampir 800 orang siswa? Tidakkah itu berarti hampir semua siswa belum melaksanakan ajaran agamanya dengan baik?

Nah, tidaklah berlebihan jika timbul dugaan, jangan-jangan tingginya pelanggaran disiplin sekolah oleh para siswa dikarenakan memang oleh kesadaran beragama yang juga masih sangat rendah. Kebiasaan-kebiasaan melalaikan aturan agama, acuh tak acuh akan pelaksanaa sholat, tidak rutin membaca atau mempelajari kitab suci (al-quran), dll adalah beberapa contoh betapa rendahnya kesadaran beragama itu.

Khusus untuk pelaksanaan sholat, sekolah sebenarnya telah menyediakan musholla. Tempat berwudhu’ meski belum cukup namun jika sabar antri tetap bisa berwudhu’ dengan baik. Bahkan untuk pelaksanaan sholat zuhur dan asar yang kebetulan dilaksanakan dalam waktu Sekolah malah disediakan waktu lebih berbanding istirahat biasa. Tapi jumlah siswa yang melaksanakan sangat jauh sedikit berbanding jumlah siswa yang ada. Untuk sholat jumat yang juga dilaksanakan bersama di sekolah, rasanya jumlah pesertanya juga sangat sedikit yang ikut berbanding keseluruhan siswa (muslim) yang ada.

Itu berarti memang sangat banyak para siswa yang sampai saat ini belum melaksanakan kewajiban beragamanya dengan baik. Dan jika kewajiban yang ditentukan Tuhan saja tidak atau belum bisa dilaksanakan dengan penuh kesadaran bagaimana pula dengan peraturan yang hanya ditentukan oleh manusia seperti tata tertib di sekolah itu? Dapat dipastikan, peraturan sekolah juga akan cenderung dilanggarnya.

Lalu? Perlu semua kita, terutama para guru dan siswa pioneer yang amalan agamanya sudah baik untuk menjadi pelopor, tidak saja dalam mengamalkan agama, juga tentunya dalam mengamalkan tata tertib sekolah. Bukankah memberi contoh itu lebih besar pengaruhnya dari pada sekadar menyuruh, mengajak atau menghimbau? Ayo kita solat dengan ikhlas dan sadar. Dan ayo juga kita taati peraturan sekolah dengan baik dan benar.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar

Postingan Terbaru

Sudah 1123 Menuju 1124

CATATAN Kamis (28/11/2024) ini adalah tulisan ke-1124 --wow-- dalam daftar tulisan yang ada di blog saya, 'maribelajar' ini. Beberap...