Anak bungsu ini memang sudah layak berumah tangga. Mendekati usia 28 tahun, kata orang tua-tua zaman dulu, itu usia yang sudah sangat matang. Di usia 25 tahun saja sudah boleh meskipun itu masih muda. Menurut agama dan secara kejiwaan sebenarnya juga sudah cukup matang. Lagi mendekati usia 30 tahun, pasti saja tidak lagi muda.
Sebagai orang tua, pernikahan anak untuk kedua ini tentu saja mengurangi rasa gundah. Jika dia masih bertahan dengan lajangnya, orang tua tentu saja akan khawatir. Risau. Gundah, itulah yang paling sering kita sebut untuk keadaan itu. Dulu, ketika kakaknya, anak pertama menikah juga diraskan tuntasnya salah satu kewajiban sebagai orang tua.
Ada banyak harapan untuk kegiatan besok. Satu hal penting adalah lancarnya prosesi pernikahan itu. Bukankah banyak kisah-kisah anak muda yang pada prosesi pernikahannya sedikit banyak ada kendalanya. Sebutlah, tiba-tiba sang penganten pria lupa atau ragu ketika menjawab akad nikah dari mertua laki-laki atau dari penghulu yang mewakili. Terkadang sampai mengeluarkan keringat dingin. Nauzubillah, semoga tidak sampai begitu.
Pestanya sendiri juga diharapkan lancar dan aman. Tidak ada kendala yang terlalu berat untuk diatasi. Jika sekarang musim hujan, tentu saja kita berharap besok jangan sampai turun hujan saat pesta dilangsungkan. Tidak mudah menyesuaikan pesta dengan hujan.
Namun, prosesi ijab-kabulnya jauh lebih besar harapan untuk sukses dan lancar
itu. Tidak berlebihan saya berharap, orang tua dan semua kita berharap kiranya prosesi ijab-kabul itu dilancarkan-Nya. Ya, Allah semoga besok semuanya berjalan dengan baik dan lancar. Jika ada
kendala, semoga Allah juga memberikan solusinya, amin.***
Diposting juga di mrasyidnur.gurusiana.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar