SEMUA juga tahu kalau MTQ adalah singkatan dari Musabaqah Tilawatil Quran
alias lomba membaca alquran. Tapi mungkin tak semua tahu kalau dalam
pelaksanaannya, MTQ ternyata tidak semata lomba membaca alquran. Ada lomba
lain juga.
Di Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim istilah MTQ memang sudah
sangat familiar di telinga masyarakat. Setahun sekali MTQ diadakan secara
rutin. Bahkan ada MTQ antar instansi/ badan/ perusahaan yang waktunya tidak
berdasarkan periode tahunan. Bisa kapan saja, tergantung kebijakan instansi bersangkutan.
MTQ, lazaimnya dilaksanakan berjenjang dari yang terendah (RT/ RW dan Desa/
Lurah) hingga ke tingkat Nasional untuk menentukan utusan daerah tersebut di
tingkat daerah di atasnya. Penyelenggaranya adalah LPTQ (Lembaga Pengembangan
Tilawatil Quran) yang berkedudukan berjenjang juga dari Kecamatan hingga
Nasional. Maksudnya ada LPTQ Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dan ada pula LPTQ Nasional.
MTQ tingkat Nasional adalah ajang adu kehebatan --membaca alquran-- antar
juara MTQ tingkat Provinsi yang sebelumnya sudah diperlombakan terlebih dahulu. Begitu seterusnya ke bawah, tingkat provinsi adalah
lomba antar kafilah kabupaten, dan MTQ Tingkat Kabupaten adalah ajang lomba antar kecamatan dalam kabupaten yang sama. Dan juara Nasional (khusus golongan Dewasa
Putra/ Putri) akan mewakili Indonesia di ajang MTQ tingkat Dunia yang rutin
diadakan di Malaysia atau di negara Islam lainnya, setiap tahunnya.
Cabang dan golongan dalam MTQ juga banyak. Untuk golongan, ada namnya
golongan (tingkat) anak-anak, remaja dan dewasa. Itu
khusus untuk cabang Tilawah. Ada pula istilah kanak-kanak untuk
sebutan cabang Tartil. Tingkatan atau golongan ini diukur dengan kriteria umur.
Sementara cabang-cabang lomba dalam MTQ juga beragam: tilawah, tartil, fahmil,
syarhil, dan khattil (quran). Bahkan belakangan ada lagi tambahan cabang lomba
lainnya seperti menulis isi kandungan alquran. Diperkirakan ke depan akan ada cabang dan golongan lain yang akan dilombakan dalam MTQ seperti khottil dan tafsir, misalnya.
Mengikuti MTQ di daerah, seperti yang tiap tahun saya ikuti dan saksikan ada
beberapa catatan dan fenomena menarik bagi saya. Maksud saya ada kecendrungan
yang agak keliru dari masyarakat dalam mengapresiasi MTQ itu sendiri.
Maksud diadakannya MTQ pada hakikatnya adalah untuk mensyiarkan alquran
disamping mencari yang terbaik untuk mewakili MTQ pada tingkat selanjutnya.
Artinya, MTQ itu intinya adalah syiar alquran. Dengan syiar itu pula dituntut bahwa
seseorang itu tidak hanya pintar membaca dan menulis, tapi jauh lebih penting
adalah memahami isi kandungan alquran itu sendiri. Sasarannya juga tidak hanya
kepada peserta (yang ikut lomba) tapi juga (dan ini lebih penting) adalah
kepada pendengar atau penontonnya. Kehadiran masyarakat secara beramai-ramai dalam setiap MTQ,
inilah harapannya.
Kenyataannya dewasa ini pelaksanaan MTQ sudah semakin jauh melenceng dari
tujuan mulia itu. Dari pengamatan saya yang juga terlibat dan menyaksikan
pelaksanaan MTQ di daerah saya, Karimun, Kepri, misalnya, sedih juga rasanya. Harapan dan
sasaran itu seperti semakin jauh panggang dari api. Tujuan MTQ sebagai syiar alquran sepertinya masih jauh dari harapan.
Perlu saya jelaskan sedikit bahwa di Kabupaten Karimun pelaksanaan MTQ telah
berlangsung dari tanggal 1 Februari lalu dan akan berakhir pada tanggal 26
Februari 2012 yang akan datang. Ini untuk MTQ tahun ini, maksudnya. Itu untuk tingkat kecamatan. Lama? Itu untuk
semua alokasi waktu pelaksanaan di kecamatan yang ada. Di Kabupaten yang
berdiri tahun 1999 ini terdapat sembilan kecamatan, saat ini. Setiap kecamatan
melaksanakan MTQ dalam waktu tiga- empat hari. Misalnya Kecamatan Karimun
melaksanakan dari tanggal awal Februari diikuti tiga hari berikutnya oleh Kecamatan
Kundur. Begitu seterusnya yang berakhir di Kecamatan Durai pada 26 Februari
nanti.
Di setiap ajang lomba itu ada banyak kegiatan yang dibuat. Di samping
MTQ-nya ada lagi lomba Lasqi (qasidah), lomba bazar, dan lomba astaka.
Lomba-lomba lainnya inilah yang menurut saya telah membuat nilai-nilai dan
manfaat MTQ sebagai ajang syiar isi alquran menjadi luntur. Pelaksana dan
pengunjung lebih banyak dan lebih sering fokus pada lomba yang tak berkaitan
dengan alquran itu. Terutama lomba astaka (mimbar/ tempat membaca) alquran,
malah tampak lebih menyita waktu, tenaga dan biaya dari pada MTQ-nya.
Bayangkan sebgitu banyak biaya pelaksanaan MTQ, ternyata persentase yang
lebih besar justeru untuk astakanya. Dalam pelaksanaan MTQ (waktu qori/ qori'ah
membaca alquran) justeru pengunjung yang datang bukan mendengarkan bacaan
alquran tapi malah asyik di stand bazar. Panitia (terutama juri astaka) juga
datang hanya melihat astaka. Tidak mendengarkan alquran sambil menilai astaka. Sayang, tentunya kalau begitu.
Sebenarnya lomba-lomba selain lomba baca alquran itu baik dan boleh-boleh
saja. Tapi jika perhatian berbagai pihak lebih besar kepada lomba selain
MTQ-nya, apakah itu masih dapat dibenarkan? Kalau begitu MTQ itu lomba apa
namanya? Wallahu a'lam.***
great , ini mtq tingkat apa?..
BalasHapusKalau di Karimun, itu tingkat kabupaten setelah sebelumnya dilaksanakan tingkat keccamatan se-Kabupaten Karimun.
Hapus