ORANG menyebutnya bermalam tahun baru. Setiap menjelang tanggal satu di tahun baru (Masehi), orang akan melakukan sesuatu. Lazimnya melaksanakan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan. Berkumpul, makan-makan atau yang lebih jelek berpesta hingga lupa segala-galanya. Yang ini bukan tidak ada. Justeru banyak penggemarnya.
Tapi malam Jumat alias Kamis (31/12/2020) malam kemarin, itu saya, isteri dan keluarga besar isteri juga berkumpul. Dan malam itu adalah malam terakhir di tahun 2020. Besoknya hari pertama Januari 2021. Berarti malam tahun baru. Tapi, kami tidak menyebut kegiatan kami malam itu sebagai merayakan Malam Tahun Baru. Paling tidak, bukan dalam maksud sebagaimana selama ini terjadi.
Yang selama ini dipahami, setiap menjelang tanggal satu orang berkumpul menanti detik-detik datangnya tanggal satu pada pukul dua belas malam. Orang-orang akan memasak makanan, menyiapkan minuman serta kelengkapan lainnya. Ada juga yang melaksanakan pesta di pantai, di kaki gunung atau di lapangan terbuka dengan memasang tenda. Kami malam itu di rumah saja. Maksud saya, kami berkumpul satu keluarga di Rumah Tua, rumah mertua. Dari Eyang hingga ke cucu, malam itu ikut bersama.
Setiap tahun, keluarga isteri saya memang selalu berkumpul. Tidak hanya di tahun Masehi. Juga di tahun Hijryah. Acaranya sederhana. Berdoa untuk keselamatan bersama lalu makan dan minum apa yang sudah disediakan. Terkadang juga menyiapkan sajian khas yang disiapkan pada saat itu juga.
Seperti tahun baru ini kami sepakat menangkap ikan yang ada di kolam kecil di samping rumah saya. Kebetulan ada ikan nila di situ. Ikan-ikan itu kami set untuk dibakar. Bersamaan dengan itu, juga adik isteri saya membeli jagung mentah untuk dibakar juga. Setelah magrib, kegiatan dilaksanakan bersama. Kecuali Eyang (laki dan perempuan) semuanya ikut melibatkan diri. Anak-anak kecil tentu saja hanya berlari-lari sambil bermain. Setelah ayam dan ikannya selesai dibakar, kami makan bersama. Jagung, giliran dibakar sehabis isya.
Saat waktu isya masuk, tentu saja solat bagi yang tidak bekerja. Selanjutnya bergantian solatnya. Dan selepas solat, acara membakar jagung dan ikan (yang belum dibakar) dilanjutkan. Untuk yang belum makan malam, silakan makan saja. Acaranya memang hanya untuk bersenang-senang setelah sebelumnya berdoa.
Saya pikir, melakukan kegiatan seperti ini tidak ada salahnya. Lagi pula, kami sepakat kegiatan bermalam tahun baru ala keluarga isteri saya ini tidak mengharuskan menunggu detik-detik datangnya tanggal satu, pukul dua belas malam itu. Menjelang pukul sepuluh malam, kami sudah bubar. Saya dan beberapa adik isteri saya, kembali ke rumah masing-masing. Acara tahunan ini memang dihelat di Rumah Tua, rumah mertua. Hanya si bungsu saja yang masih serumah dengan kedua orang tua kami. Dari enam bersaudara, isteri saya semuanya sudah tinggal di rumah masing-masing. Pada acara-acara tertentu inilah seluruh keluarga berkumpul.
Saya tidak tahu, apakah di luar sana ada juga acara khusus, menyambut tahun baru. Lagi pula, dengan masih maraknya covid-19 yang menyebabkan Pemerintah tidak mengizinkan mengadakan pesta akhir tahun alias pesta menyambut tahun, maka acara-acara tahun baru seperti biasa tentu akan berkurang atau tidak ada tahun ini. Di Karimun sendiri, tempat-tempat wisata seperti pantai ditutup Pemda untuk memutus penyebaran virus corona. Baguslah begitu.
Sesungguhnya, pergantian tahun haruslah diartikan sebagai peringatan kepada kita bahwa usia kita bertambah dari sisi penggunaan dan akan berkurang dari sisi sisa yang masih diizinkan Tuhan. Untuk itu, menyambut tahun baru haruslah diisi dengan kegiatan-kegiatan positif agar kita tidak menyesal setelah itu berlalu.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar