PENULIS buku Jangan Sesali Keadaan dan Takdir (JSKT), itu adalah Sumarni. Ya, Ibu Sumarni dengan nama lengkap Sumarni, SPd. Dia seorang Ibu dari tiga orang anak. Bertugas sebagai guru di SLB (Sekolah Luar Biasa) Negeri Kabupaten Karimun. Dia adalah anggota Media Guru Indonesia. Bermastautin di Wonosari, Meral, Karimun. Tidak jauh dari rumah saya.
Membaca buku hasil SaguSabu Karimun ke-2 (2020) yang diterbitkan MediaGuru dengan cetakan pertama pada bulan Mei 2020, itu hati kita akan ikut terbawa sedih. Sedih penuh semangat. Dalam sedih ada semangatnya. Bu Sumarni berhasil membuat narasi yang enak dibaca tentang pengalaman nyata pribadinya.
Judul buku itu benar-benar pesan istimewa bagi kita yang membacanya, "Jangan Sesali Keadaan dan Takdir". Bu Sumarni menuliskan kisah nyatanya memiliki anak yang di pengantar bukunya disebut sebagai 'down syndrome' yang begitu mengharukan. Berisi 11 (sebelas) bagian yang diawali dengan kisah menunggu kelahiran si 'buah hati' (Kebahagiaan Saat Menunggu Kelahiran Buah Hati) sampai ke bagian ke-11 (Bersyukur pada Yang Mahakuasa) yang berisi pernyataan rasa syukurnya atas beberapa nikmat Ilahi. Dengan runtut Bu Sumarni menceritakan, bagaimana rasa dan perasaannya menerima kenyataan itu.
Boleh jadi ada yang menyimpulkan itulah kenyataan dan itu adalah ujian Tuhan. Kita sepakat untuk yang terakhir ini. Pada hakikatnya setiap kenyataan pengalaman setiap orang dalam hidupnya adalah ujian bagi dirinya. Apakah itu kenyataan yang terlihat menyenangkan dan membahagiakan atau kenyataan itu terlihat menyusahkan atau menyedihkan, semuanya adalah ujian dari Yang Maha Penguji. Musibah adalah ujian. Kenikmatan dan kebahagiaan pun adalah ujian. Miskin adalah ujian. Kayapun adalah ujian.
Apapun yang ditulis Bu Sumarni seperti dia kisahkan dalam buku JSKT, itu adalah ujian. Ujian dari Allah atas kekuatan iman dari hamba-Nya. Dan kini, maksudnya beberapa hari yang lalu, Bu Sumarni kembali diuji. Allah kembali menguji wanita yang sesungguhnya sangat tegar. Sebagai seorang ibu yang memiliki tiga orang anak dan merawat mereka sembari menunaikan tugas sebagai guru di SLB, itu tentu tidak ringan. Lagi pula, seperti dikisahkannya dalam buku JSKT salah satu anaknya memiliki keistimewaan. Harus secara istimewa pula merawatnya. Tentulah tidak mudah.
Ujian terakhir ini adalah kepergian suaminya, Pak Gusneri binti Muslim beberapa hari yang lalu. Tepatnya pada 13 Februari 2021 yang lalu. Pak Gusneri yang lahir pada 17 Agustus 1971 meninggalkan Bu Sumarni dan tiga orang anaknya untuk selamanya. Betapa sedihnya hati ibu ini. Kita yang tahu dan merasakan kesedihan ini, pun akan terbawa sedih dengan perjalanan hidup seperti ini. Tidak akan mudah bagi kita menahan rasa duka atas kepergian orang tercinta begitu cepatnya. Hanya kesabaran dan ketabahanlah yang akan menolongnya untuk tetap bisa menerima takdir yang sudah ditetapkan-Nya.
Menurut penuturan Bu Sumarni suaminya, sebelumnya tidak mempunyai penyakit tertentu yang mengharuskan dia harus dirawat semasa hidupnya atau menjelang kepergiannya. Kata Bu Sumarni, sore itu dia kebetulan ada urusan ke luar rumah. Suaminya di rumah. Tiba-tiba dia mendapat berita dari anaknya kalau suaminya terjatuh di kamar mandi. Dan ketika dia sampai di rumah, ternyata suaminya sudah tiada. Sungguh tidak pernah diduganya. Kepergian yang begitu mendadak baginya. Tentu bukan karena usia masih mudah yang akan menjadi kenangan duka, tapi tidak adanya tanda-tanda kalau dia akan pergi untuk selamanya. Itulah yang begitu berat ujian yang terasa.
Doa kita, semoga Bu Sumarni sabar menerima kenyataan dari Yang Maha Kuasa ini. Sesungguhnya setiap kita akan melewati kematian kita sesuai garis yang sudah ditentuka Allah. Kita berharap, Allah menutup mata kita untuk selamanya dalam keadaan baik, husnul khotimah.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar