Rabu, 30 Oktober 2019

Guru Bersara Mau ke Dewan: Berpolitik juga Belajar, kan?

LAMA juga saya memikirkannya. Tujuh bulan menjelang bersara (pensiun) dari status PNS (Pegawai Negeri Sipil, kini disebut ASN = Aparatur Sipil Negera) saya diajak ikut bergabung ke salah satu Partai Politik (Parpol). Tentu saya terkejut. Saya masih berstatus PNS, sebagai Kepala Sekolah pada Oktober 2016 itu. Artinya masih enam bulan lagi saya harus bekerja sebagai guru yang PNS. Sesuai data tanggal lahir, masa pengabdian saya akan berakhir pada bulan Apri 2017. Undang-undang jelas melarang.

Saat saya jawab telpon waktu itu, dia hanya menjawab singkat, "Saya disuruh nelpon oleh Bapak," katanya dari balik telpon. "Bapak (maksudanya saya) diminta ikut menjadi pengurus Partai," tambahnyanya menjelaskan maksud dia menelpon saya. Saya diberi tahu kalau salah satu 'bapak' yang dia maksud itu adalah Pak Aunur Rafiq (bupati) yang baru saja terpilih menjadi Ketua Tim Formatur yang sekaligus Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Karimun terpilih. Ternyata orang dekatnya itu disuruh Pak Rafiq (begitu saya menyapa) menelpon saya untuk ikut menjadi pengurus Partai Golkar.

Saya tadinya berpikir, itu hanya gurauan atau paling banter sekadar basa-basi alias tawaran ala kadanya dari tim formatur yang saat itu baru saja terpilih dan untuk melengkapi kepengurusan Partai Golkar Kabupaten Karimun periode 2017-2022 Tim Formatur menelpon beberapa orang, termasuk saya ternyata. Tapi karena yang mengontak saya adalah orang kepercayaan bupati, dan saya adalah Kepala Sekolah yang nota bene adalah staf (bawahan) bupati di bidang pendidikan, maka saya menjawab diplomasi, "Jika itu adalah untuk kebaikan Kabupaten Karimun, saya siap." Jawaban itu juga sekadar jawaban ala kadarnya dari saya karena sebenarnya saya belum percaya, apakah itu benar-benar dari bupati atau bukan. Yang saya tahu, saat itu semua jenjang pendidikan itu adalah wewenang kabupaten. Artinya, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten yang mengatur segalanya, adalah tangan bupati di daerah ini. Sebagai Kepala Sekolah saya pun adalah tangan bupati. Tidak molek saya tolak-mentah. Yang jelas saya tetap saja ragu.

Keraguan saya terjawab  ketika pada bulan-bulan di akhir tahun itu saya berjumpa dengan bupati dalam satu acara HUT TNI di Makodim 0317/TBK, Poros Tanjungbalai Karimun. Saat itu saya menghadiri resepsi HUT TNI yang kebetulan mengundang beberapa Kepala Sekolah yang siswanya berprestasi dalam beberapa lomba/ pertandingan yang diadakan Kodim 0317/ TBK. Pak bupati menanyakan tentang telpon. "Apa sudah ditelpon, Pak Rasyid?" tanyanya menanyakan ajakan masuk ke pengurus Partai Golkar. saya jawab, sudah. Dan mengulang pernyataan saya, "Kalau itu baik untuk Kabupaten Karimun, saya siap."

Waktu berjalan, tiba saat pendataan bacaleg (Bakal Calon Anggota Legislatif) Golkar untuk menghadapi Pemilu 2019. Oleh Pak Rafiq saya ditanya lagi, apakah akan ikut (maju) atau tidak. Saya menjawab diplomatis bahwa 'peluru' untuk menjadi Caleg saya tidak punya yang kononnya diperlukan dalam jumlah yang tidak sedikit. Tapi dia katakan, tidak harus banyak. Maka saya sekali lagi menjawab dengan sebuah pertanyaan, apakah saya bisa jika dikaitkan dengan kebutuhan dana yang besar itu?

Namun oleh belyau saya tetap diajak, dengan harapan sekurang-kurangnya dari ketokohan saya selama ini kemungkinan akan bisa meraup suara. Sebagai guru, sebagai pengurus beberapa organisasi dan banyak aktivitas saya di tengah-tengah masyarakat, katanya tentu akan ada suaranya. Lalu bismillah, saya bersedia dengan catatan tetap tidak akan menggunakan uang yang besar.

Jadilah saya sebagaoi salah satu Caleg Partai Golkar DPRD Kabupaten Karimun untuk Dapil IV (Kecamatan Meral, Tebing dan Meral Barat). Kini saya benar-benar menjadi salah satu Caleg dari 11 (sebelas) orang Caleg di Dapil ini. Akankah masyarakat mau memilih saya tanpa harapan dan iming-iming uang 'sogok' seperti lazimnya kebiasaan masyarakat? Saya tidak yakin masyarakat akan mau memilih begitu saja. Namun, saya tetap saja bersedia dicalonkan.

Beberapa orang mulai bertanya, apakah saya yang notabene dari seorang guru perlu mencalonkan diri menjadi calon anggota dewan setelah pensiun itu? Apakah tidak lebih baik saya melanjutkan masa bersara saya dengan pekerjaan-pekerjaan lain yang berkaitan dengan profesi saya dulu, sebagai guru? Berbagai persepsi dan ekspektasi muncul diantara beberapa diskusi saya dengan teman-teman. Ada yang pro dan banyak juga yang kontra. Malah ada yang menyarankan agar saya menikmati masa pensiun saya dengan istirahat di rumah saja.

Sekali lagi, misamillah karena dipelawa. Saya bersedia, selain menghargai ajakan bupati yang selama ini sangat banyak memperhatikan saya dalam tugas dan keseharian saya, juga saya ingin mencoba. Apakah orang seperti saya bisa berkiprah di ranah politik? Apa yang bisa saya perbuat seandainya masyarakat memberikan keperccayaan itu kapda saya? Nanti sejarah dan waktu akan me ncatatnya.*** 


1 komentar:

  1. http://nyakbaye.blogspot.com/2020/06/belajar-dari-blogger-terkenal-untuk.html?m=1

    BalasHapus

Beri Komentar

Postingan Terbaru

Pesan Gubernur Saat Menutup Resmi STQH ke-11 Provinsi Kepri

GUBERNUR Kepri, H. Ansar Ahmad, menutup secara resmi perhelatan STQH (Seleksi Tilawatil Quran dan Hadits) XI Tingkat Provinsi Kepri tahun 20...