IBADAH puasa adalah ibadah yang mengutamakan kedisiplinan. Tidak mungkin orang berpuasa jika tidak bisa disiplin. Disiplin yang berarti konsistensi pada tata aturan yang ditentukan adalah syarat utama dalam terlaksana atau tidaknya kewajiban puasa. Perintah puasa adalah perintah untuk tidak melakukan sesuatu yang membatalkan puasa.
Puasa artinya menahan diri dari makan, minum, bergaul dengan isteri atau sesuatu yang membatalkan puasa pada siang hari (sejak imsak hingga berbuka). Di dalamnya jelas terkandung larangan-larangan yang akan menjadi kunci bukti bahwa puasa benar-benar terlaksana atau tidak. Berbeda dengan ibadah lainnya, perintah puasa justeru terletak pada kepatuhan untuk tidak melakukan larangan, bukan semata mematuhi perintah.
Kemampuan untuk mematuhi perintah dan menghindarkan larangan itu disebut pula dengan istilah disiplin. Sikap disiplin adalah sikap mematuhi perintah dengan konsisten dan sebaliknya sikap meninggalkan larangan dengan konsisten pula. Jadi, jelas sekali bagaimana hubungan sebangun antara orang puasa dengan orang disiplin.
Jika tesis itu dapat diterima,maka disiplin adalah kata kunci dalam mengukur puasa seseorang. Dengan kata lain, jika tidak disiplin berarti sama saja dengan tidak berpuasa. Orang disiplinlah yang akan disebut sebagai orang berpuasa.
Karena disiplin adalah sikap baik yang sejatinya dipakai untuk semua keadaan, maka sudah seharusnya pula kita mengukur kedisiplinan kita dalam tindakan dan perbuatan kita yang lain. Tidak hanya ketika berpuasa saja kita berkewajiban mendisiplinkan diri, namun untuk keadaan yang lainpun seharusnya juga berdisiplin.
Dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam suasana puasa seperti saat ini, masih banyak ditemukan ketidakdisiplinan kita dalam tindakan dan perbuatan lainnya. Ambillah contohnya ketika di jalan raya pada saat mengendara kendaraan, banyak sekali ketidakdisiplinan yang terlakukan. Ketika di lampu merah, misalnya, betapa masih banyaknya orang yang dengan sengaja melanggar lampu merah itu. Sudah nyata menyala lampu merahnya, yang berarti wajib berhenti, ternyata masih juga para pengendara menerobosnyo.
Fenomena ini juga banyak berlaku pada tindakan dan perbuatan lainnya: di sekolah, di kantor, di pasar di banyak tempat lainya. Jika itu adalah sikap yang dianalogkan dengan keadaan dalam berpuasa, maka orang-orang yang tidak disiplin dapat dikatakan sebagai orang yang tidak berpuasa. Jadi, jika saja dalam bulan ramadhan ini masih saja kita tidak berdisiplin untuk apapun pekerjaan kita, itu berarti kita sama sekali tidak lagi disebut puasa.***
Puasa artinya menahan diri dari makan, minum, bergaul dengan isteri atau sesuatu yang membatalkan puasa pada siang hari (sejak imsak hingga berbuka). Di dalamnya jelas terkandung larangan-larangan yang akan menjadi kunci bukti bahwa puasa benar-benar terlaksana atau tidak. Berbeda dengan ibadah lainnya, perintah puasa justeru terletak pada kepatuhan untuk tidak melakukan larangan, bukan semata mematuhi perintah.
Kemampuan untuk mematuhi perintah dan menghindarkan larangan itu disebut pula dengan istilah disiplin. Sikap disiplin adalah sikap mematuhi perintah dengan konsisten dan sebaliknya sikap meninggalkan larangan dengan konsisten pula. Jadi, jelas sekali bagaimana hubungan sebangun antara orang puasa dengan orang disiplin.
Jika tesis itu dapat diterima,maka disiplin adalah kata kunci dalam mengukur puasa seseorang. Dengan kata lain, jika tidak disiplin berarti sama saja dengan tidak berpuasa. Orang disiplinlah yang akan disebut sebagai orang berpuasa.
Karena disiplin adalah sikap baik yang sejatinya dipakai untuk semua keadaan, maka sudah seharusnya pula kita mengukur kedisiplinan kita dalam tindakan dan perbuatan kita yang lain. Tidak hanya ketika berpuasa saja kita berkewajiban mendisiplinkan diri, namun untuk keadaan yang lainpun seharusnya juga berdisiplin.
Dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam suasana puasa seperti saat ini, masih banyak ditemukan ketidakdisiplinan kita dalam tindakan dan perbuatan lainnya. Ambillah contohnya ketika di jalan raya pada saat mengendara kendaraan, banyak sekali ketidakdisiplinan yang terlakukan. Ketika di lampu merah, misalnya, betapa masih banyaknya orang yang dengan sengaja melanggar lampu merah itu. Sudah nyata menyala lampu merahnya, yang berarti wajib berhenti, ternyata masih juga para pengendara menerobosnyo.
Fenomena ini juga banyak berlaku pada tindakan dan perbuatan lainnya: di sekolah, di kantor, di pasar di banyak tempat lainya. Jika itu adalah sikap yang dianalogkan dengan keadaan dalam berpuasa, maka orang-orang yang tidak disiplin dapat dikatakan sebagai orang yang tidak berpuasa. Jadi, jika saja dalam bulan ramadhan ini masih saja kita tidak berdisiplin untuk apapun pekerjaan kita, itu berarti kita sama sekali tidak lagi disebut puasa.***
Kok malah jualan, rek?
BalasHapus