Ilustrasi dari Google.com |
Jika yang dimaksud adalah mencontoh cara-cara transparansi pengurus masjid dalam mengelola keuangan masjid atau surau, ya itu pasti bisa. Sangat, sangat bisa. Itu hanya persoalan kemauan berterus-terang saja oleh sekolah. Sekali lagi, jika transparansi yang memang sudah menjadi brandnya pengurus masjid dan itu diterapkan pula dalam pengelolaan uang sekolah, khususnya dana BOS, ya sangat mungkin. Itu pasti bisa. Tujuannya adalah bagaimana keuangan sekolah yang bernama BOS itu juga terkelola secara akuntabel dan transparan.
Orang tahu bahwa keuangan masjid lazimnya memang dikelola sedemikian rupa trasparannya. Intinya, bagaimana jamaah sebagai pemilik tertinggi institusi yang bernama masjid atau musolla mengetahui seterang mungkin keuangan masjid atau musolla yang dikelola pengurus. Biasanya bukan hanya pembukuannya yang terang dan detail tapi cara menjelaskannya juga sangat terbuka. Sekurang-kurangnya seminggu sekali diumumkan keadaan keuangan masjid, hari Jumat, misalnya.
Tidak saja diumumkan sepekan sekali pada saat jamaah berkumpul di hari Jumat itu, tapi data rinci uang masuk dan keluar juga diumumkan dalam bentuk print out dan ditempelkan pada papan pengumuman masjid. Itulah ciri pengelolaan keuangan masjid yang sudah sangat terkenal itu. Dengan begitu, seluruh jamaah akan dapat mengetahui langsung kedaan keuangan masjid mereka. Tidak ada penggunaan yang ditutup-tutupi oleh pengurus. Pengelolaan dana masjid benar-benar transparan.
Model keterbukaan seperti itulah sejatinya sekolah mengelola dana BOS. Uang yang digelontorkan dari APBN ini sepenuhnya untuk membantu sekolah dalam mengelola proses pembelajaran. Ada petunjuk teknis (Juknis) yang dikeluarkan oleh Kemdikbud agar pengelolaan penggunaan dana BOS benar-benar efektif. Jika saja pengelolaan itu menggunakan model (keterbukaan) pengelolaan dana masjid, pastilah efektivitasnya akan lebih tinggi lagi.
Tentu akan ada kendalanya jika keuangan BOS akan diperlakukan sebagaimana keuangan masjid. Pertama, Masih Adanya Budaya Terutup. Budaya atau kebiasaan sekolah yang selama ini belum terbiasa mengelola keuangan sekolah secara terbuka adalah salah satu kendala yang mungkin muncul ketika ada keinginan mengelola uang BOS sebagaimana uang masjid. Dari Kepala Sekolah, Tim Pelaksana BOS hingga ke seluruh warga sekolah harus berubah paradigma, jika ingin menggunakan model pengelolaan uang masjid. Jika kebiasaan tertutup masih dianut, tidak mungkin keterbukaan ala uang masjid akan dapat diterapkan.
Kedua, Masih dalam Penerimaan Perubahan. Belum tentu semua komponen sekolah bisa menerima keterbukaan yang menggunakan model keuangan masjid menjadi model pengelolaan uang BOS. Perubahan mendadak dari kebiasaan tertutup atau agak tertutup pastilah tidak mudah. Harus ada usaha pembiasaan terlebih dahulu.
Tentu masih ada beberapa kendala lain yang mungkin akan menghalangi keinginan mengubah pengelolaan dana BOS seperti pengelolaan keuangan masjid. Apakah bisa atau tidak, sangatlah tergantung kepada niat dan kemauan pihak sekolah. Selain itu, bagaimana sekolahg memandang pengelolaan dana masjid juga akan ikut mempengaruhi. Jika sekolah menganggap pengelolaan dana masjid itu memang baik, tentu akan dicoba mengikutinya. Kalau tidak? Ya tentu tidak juga.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar