Pihak-pihak yang sedari awal tidak menyukai keputusan (mantan) Mendikbud, M. Nuh untuk melaksanakan K-13 setahun lalu bagaikan mendapat amunisi baru untuk menolaknya dan bersuara lagi hari-hari belakangan ini. Ditambah penentang yang muncul ketika implementasi K-13 tiba-tiba diberlakukan bagi siswa kelas XI TP 2014/ 2015 maka semakin riuh-rendahlah yang mempersoalkan berlakuknya K-13 itu. Penolakan dari berbagai pihak bagaikan air bah mengalir setiap hari di seantero berita.
Agak sedih juga, dari komentar dan kicauan sebagian guru di media sosial, ternyata ada pula guru yang bersuka-cita atas penundaan ini. Tanpa mengetahui lebih dalam alasan penundaan itu, malah ada guru yang bersorak karena berharap K-13 diganti dan tidak perlu dilaksanakan saja. Harapannya bukan ditunda tapi dibatalkan.
Bagi sekolah, selain kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Pusat (Kembudikdasmen), acuan pelaksanannya tentu saja diatur di daerah. Dinas Pendidikan Kabupaten adalah ujung tombak pemegang dan pengendali kebijakan dalam pelaksanaan kurikulum itu. Sedihnya, kontroversi pro-kontra penundaan implementasi K-13 ternyata tidak diikuti begitu saja oleh semua daerah sebagaimana dijelaskan dalam surat Menbuddikdasmen itu. Ada pula daerah yang justseru dengan tegas tidak mengikuti bunyi surat itu.
Jawa Timur, konon sudah membuat kesepakatan seluruh Dinas Kabupatennya untuk terus melaksanakan K-13 sebagaimana sudah dilaksanakan pada TP 2013/ 2014 dan 2014/ 2015 ini. Itu berarti, penegasan menteri agar menunda bagi sekolah (kelas) yang baru memulainya pada tahun ini, tidak diikuti. Sekolah (daerah) itu artinya menolak surat Pak Menteri itu. Tidakkah ini akan memalukan Pemerintah Pusat?
Terlepas dari pro-kontra respon isi surat Menbuddikdasmen, seharusnya bagi sekolah proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan dengan acuan K-13 dalam satu semester ini tidak perlu terlalu dirisaukan ketika di semester genap nanti harus kembali ke KTSP (K-2006) itu. Sesungguhnya pendekatan dan strategi pembelajaran sebagaimana dituntut pada K-13, itu juga yang sudah ada pada KTSP. Pusat pembelajaran pada siswa, misalnya, itu sudah lama dituntut sebelum K-13 diterapkan. Penilaian yang lebih menekankan pada data dan fakta (outentik) juga sudah dituntut pada KTSP meskipun guru juga yang melalaikannya.
Selain itu, pendekatan sanitifik dengan ciri 5-M itu juga tidak berlebihan jika guru tetap menerapkannya pada K-2006 nanti. Jika ada yang berubah hanyalah struktur Mata Pelajaran yang kembali akan memperlakukan TIK/ KKPI, misalnya sebagai sebuah mata pelajaran.Tentang harapan peserta didik lebih kreatif dan inovatif pun sangat diharapkan pada KTSP. Lalu apa yang harus dikhawatirkan?
Jadi, K-13 itu tidak berlebihan disebut sebagai kelanjutan dan pengembangan dari KTSP yang sudah familiar dengan guru. Yang harus dikhawatirkan justeru jika ada guru yang tidak siap untuk terus mengembangkan dirinya secara terus-menerus sebagai usaha untuk mengembangkan diri peserta didik. Guru tidak boleh stagnan dengan model dan cara mengajar yang sudah mapan pada diri sendiri. Pengembangan diri secara berkelanjutan adalah keharusan yang tidak bisa dinapikan. Maka, mari kita tunaikan kewajiban kita dengan sebaik mungkin yang bisa dilakukan.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar