MEMBACA ulang
sejarah, presiden Indonesia sejak awal merdeka hingga hari ini sudah sama-sama
kita ketahui seperti apa dan apa yang mereka goreskan dalam lembaran sejarah
untuk negara sebesar Indonesia yang mereka pimpin. Soekarno, sang proklamator
--presiden pertama-- tak ada yang tak 'sangat mengaguminya' bahkan
mengidolakannya sekaligus malah mengultuskannya. Sudah tahu pula kita bagaimana
jasa dan pengorbanannya demi Indonesia awal merdeka yang dia terajui.
Soeharto, presiden
ke-2 yang top dengan konsep pembangunan ‘repelita’ dan sempat berkuasa begitu
lama juga, pun sudah sama-sama kita maklumi seperti apa dan apa yang
dilakukannya selama berkuasa. Sebanyak rakyat yang menyanjungnya tapi tidak
kurang juga yang menghujatnya.
‘Habibie, Gusdur
dan Megawati pun sudah sama-sama dimaklumi kiprah mereka masing-masing ketika
berkuasa. Tidak mudah menyebut yang satu lebih baik atau lebih jelek dari pada
yang lainnya. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Sebagai manusia
apalagi sebagai Kepala Negara pastilah mereka itu tidak akan sempurna. Mereka
memang bukan superman.
Satu hal yang tak
perlu dibantah adalah bahwa semua mereka sudah berusaha --setidaknya menurut
pengakuan mereka-- bahwa mereka telah menunaikan tugas dan kewajiban mereka.
Mereka pasti mengakui ke rakyat bahwa mereka sudah maksimal melakukan tanggung
jawabnya. Tapi sudahkah berhasil seperti yang kita harapkan?
Mungkin terlalu
gampang kalau kita menyebut semua presiden kita belum juga mampu mewujudkan
cita-cita proklamasi yang intinya sudah tertuang dalam pembukaan UUD
45, ....melindungi segenap bangsa Indoneia dan seluruh tumpah darah
Indonesia... memajukan kesejahteraan umum....dst sebagai harapan utama dari
seluruh rakyat yang mereka pimpin. Untuk yang ini kita sepakat memang belum
tercapai sampai detik ini sesuai harapan.
Soekarno mengakhiri
kekuasaannya dengan catatan yang gelap. Itu yang terbaca dalam catatan sejarah.
Soeharto naik menggantikannya tidak juga melalui cara-cara demokrasi yang
diharapkan. Soeharto mengakhiri kuasa powernya tidak juga
mulus-mulus amat. Dia dipaksa mahasiswa untuk berhenti berkuasa padahal
dia belum ikhlas untuk itu.
Habibie, Gusdur dan
Megawati memang sudah terasa nuansa demokrasi dalam mendapatkan kuasanya. Tapi
persoalan pokok dari fungsi dan tanggung jawab sang presiden, sekali lagi
adalah harapan kita sebagai rakyat, kiranya negara ini mampu mewujudkan
keinginan rakyat untuk hidup sejahtera. Negara inibermartabat di mata negara
dunia lain. Itu saja harapan kita sesungguhnya. Sampailah saat ini kita
berada di era SBY. Akankah itu terwujud?
SBY yang sudah
berkuasa secara demokrasi dalam dua periode dan masih tersisa tiga tahun
menjelang 2014 nanti, kalau boleh berharap inilah kesempatan emas yang tersisa
buat presiden ini mewujudkan harapan-harapan rakyat selama ini. Dan
apakah resufle kabinet yang dilakukan medio Oktober lalu adalah dalam
rangka usaha mewujudkan harapan tersebut? Hanya SBY yang tahu dan hanya waktu
jua yang akan menyimpulkannya nanti.
Kalau saja, SBY
dengan segala kuasa yang dimandatkan kepadanya dipaksakannya untuk
sebesar-besar kepentingan rakyat, maka kesempatan emas ini akan benar-benar
menjadi 'hasil emas' kelak. Kalau misalnya kebobrokan yang mendesak saat ini
adalah membasmi korupsi maka basmilah itu secara jantan tanpa pandang bulu.
Kalau saat ini kebobrokan juga terletak pada penerapan hukum yang amburadul
oleh polisi, jaksa dan hakim, maka benahilah itu secara konsisten dan objektif. Tapi jika
kesempatan tersisa ini tidak juga dimanfaatkan maka entah kapan lagi kita bisa
merasakan cita-cita proklamasi itu hadir di tengah-tengah masyarakat. Ah apakah
ini tetap akan sekedar mimpi? (revisi dari judul yang sama pada http://www.kompasiana.com/mrasyidnur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar