Minggu, 24 Oktober 2010

Telanjangkanlah Kami, Ya Tuhan


Ya Tuhan telanjangkanlah kami bangsa ini
jangan bukakan sedikit-sedikit seperti saat ini
bukakan sajalah semuanya sekali
biar kami tahu diri
biar kami sadar diri
siapa sesungguhnya kami ini

agar kami tidak celakakan diri kami

Itulah kiranya sebait puisi, doa yang tepat diucapkan saat ini oleh kita, bangsa Indonesia. Bukannya  putus asa tapi justeru untuk mempertebal asa menyaksikan beberapa keteledoran yang satu persatu mulai terbuka di hadapan kita. Ya, jangan-jangan Tuhan memang sudah bosan menyaksikan kepura-puraan bangsa kita. Terlalu banyak bohongnya dan itu ditutup-tutupi terus sesuai selera.

Andai saja bangsa ini mau lebih terbuka (jujur) dengan keteledoran-keteledoran itu pasti malu juga kita. Bagaimana bangsa yang kata orang adalah bangsa yang kaya (di laut ada ikan dan aneka hasil laut lainnya, di darat ada tumbuhan dan berbagai hasil bumi lainnya, di udara ada oksigen dan mata harinya juga bersinar secara seimbang dalam setiap 24 jam; di dalam tanah ada hasil tambang dan banyak lagi lainnya) tapi mengapa kalah makmur dengan bangsa-bangsa yang tak punya kekayaan seperti itu. Mengapa kalah mujur berbanding negara lain yang tidak punya itu.

Konon penyebabnya adalah karena banyaknya orang-orang tak bertanggung jawab yang kerjanya hanya berbuat kekeliruan dan kerusakan saja dalam waktu yang sangat lama. Hebatnya, kemungkaran itu selalu berhasil ditutup dengan baik. Sayang, atau lebih tepat syukurlah, beberapa waktu belakangan ini mulai terbongkar macam-macam kemungkaran itu. Apa itu tanda Tuhan mulai murka? Betul mungkin kata Ediet G. Ade, Tuhan sudah tak bersahabat dan mulai murka kepada kita. Atau segelintir pejabat saat ini mulai menyadari diri walaupun terlambat paham? Entahlah.

Beberapa waktu lalu itu, MK (Mahkamah Konstitusi) menyatakan dengan telak bahwa telah terjadi keteldoran ketatanegaraan dalam hal kasus Jaksa Agung, Herman Supandji, misalnya. Orang-orang merasa hebat selama ini mulai kebakaran jenggot. Ujung-ujungnya di berbagai media (koran, majalah, TV dan radio) bermunculan perdebatan sengit perihal keteledoran itu. Tak jelas siapa atau kelompok mana yang dapat disimpulkan benar di ujung perdebatan itu. Yang disepakati memang banyak kekeliruan bangsa ini selama ini. 

Lainnya? Kemarin-kemarin sebelumnya lagi,  juga banyak kasus kebobrokan yang terbongkar. Kasus Bibit Candra –cicak versus buaya-- yang kononnya penuh rekayasa juga; ada juga kasus Artalita Suryani yang sama saja dengan onani; kasus Antasari Azhar yang membuat hati bergetar; kasus Pimpinan KPK era Bambang cs dan berjibun lagi kebobrokan lainnya yang terbongkar dan bakal terbongkar. Pasti akan masih banyak lagi yang akan menyusul di waktu-waktu yang akan datang.

Itu pasti bukan kebetulan. Pasti ada kekuasaan Maha Dahsyat yang ikut membongkarnya. Bukan sekadar manusia saja. Kalau sekadar manusia, biasanya hanya akan macet di ujung perdebatan. Tidak pernah jelas ‘ujung-pangkalnya’ yang menjadi kunci permasalahannya. 

Dan bahwa itu membuat malu, seolah kita ditelanjangi, seolah menyiram muka sendiri dengan air comberan itu analogi yang tepat untuknya. Tapi itu sesungguhnya bagus. Tidak masanya lagi menyesalkannya. Justeru inilah momen pembelajaran yang paling berharga. Waktu yang tepat untuk instrospeksi diri agar tidak berlama-lama merusak diri itu sendiri. Bagaikan jamu yang pahit, minumlah ia untuk penyembuh penyakitnya. 

Buat kita yang percaya ke[ada Tuhan, meyakini pasti itu kekuasaan Tuhan yang juga ikut merestui terbongkarnya berbagai kecurangan selama ini, itu lebih bagus dari pada mencari-cari kambing hitam penyebab terbongkarnya wajah yang bobrok itu. Biar juga kita banyak yang hobi melawan dan membohongi Tuhan akan tetapi Tuhan tetap masih sayang kepada umat-Nya. Ya, syukur saja kita ditelanjangi-Nya. Sekalian saja kita bukakan semuanya. Maka akan tahulah kita, sesungguhnya siapa kita. Sesungguhnya apa saja dosa-dosa kita. Dan tahu pula apa jalan kebaikan untuk kita.

Dari situlah insyaallah kita bangsa besar ini bisa melangkah maju memperbaiki diri. Kesalahan-kesalahan dan kebohongan-kebohongan selama ini, ya sudahlah, itu kita tenggelamkan saja. Akan jauh lebih nyaman ketenangan dan kebahagiaan yang tak dilandasi kebohongan dari berpura-pura nyaman tapi hati sengsara. Ok, bravo perjuangan kebenaran, oleh Pemerintah atau oleh kita semua. Nyahlah kebatilan, berjuanglah demi kebenaran. Doa ini yang dapat dilirihkan dan akan terus-menerus wajib dikumandangkan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar

Postingan Terbaru

Merasa tak Diawasi

Tersebab tak merasa diawasi Aku bisa melakukan apapun yang aku kehendaki Merasa tak ada yang melihat gerak-gerik Aku melakukan apa saj...