Selasa, 01 September 2020

Memuliakan Hari Asyura (Catatan Tersisa Tahun Baru Hijriyah 1442)



TAHUN baru hijriyah sudah kita jalani beberapa hari ini. Setiap tahun --Islam-- itu selalu ada Hari Asyura dengan segala peringatan dan perayaan yang mengikutinya. Seperti sudah diketahui umum, asyura yang artinya sepuluh atau ke-10, maka setiap hari ke-10 dari Muharram umat Islam akan merayakan atau memperingatainya dengan berbagai acara.  

Bagi kalangan Islam sudah lazim istilah Hari Asyura. Hari yang oleh Nabi memang disunahkan berpuasa. Sebagian ulama mengatakan berpuasa sejak satu hari sebelumnya yang dikenal dengan istilah tasu’a. Jadi, ada Puasa Asyura (hari ke-10) dan ada pula Puasa Tasu’a (hari ke-9) dari bulan Muharram. 

Hari Asyura menjadi terkenal karena bagi kalangan Syi'ah dan sebagian Sufi memperingati hari ini karena dikaitkan dengan hari berkabung atas kematian Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad pada Pertempuran Karbala tahun 61 H. Jadi, popularitas Hari Asyura itu terkait dengan catatan perjuangan Islam sendiri. 

Sesungguhnya selain catatan Perang Karbala, juga ada catatan lain yang dikaitkan dengan 10 Muharram. Misalnya, selamatnya Nabi Musa dan rombongannya dari kejaran orang kafir dan tenggelamnya Firaun ke dasar laut. Serta beberapa peristiwa lainnya. 

Hari Sabtu (29/08/2020) kemari itu jatuhnya 10 Muharram 1442. Bagi kita yang yakin akan kemuliaan Hari Asyura dengan melaksanakan anjuran Nabi untuk berpuasa, tentu saja sangatlah bagus. Bahkan jika dilengkapkan dengan Puasa Tasu’a kemarin Jumat, satu hari sebelumnya, syukurlah. Semuanya tergantung kepada keikhlasan kita masing-masing. Amalan sunat yang datangnya sekali dalam satu tahun, tentu saja sangat sayang untuk dilewatkan. 

Tentang keistimewaan Hari Asyura sudah cukup banyak diulas para ilmuwan dan agamawan. Seperti diulas di https://kalam.sindonews.com/ (25/08/2020) dan atau oleh https://islami.co/ (6/9/2019), bahwa ulama ahli fiqih dan pakar hadis seumpama Imam Abu Laits As-Samarqandi dalam Tanbihul Ghafilin, misalnya menjelaskan dari Ikrimah, katanya Hari Asyura ialah hari diterimanya tobat Nabi Adam 'alaihissalam. Dan hari itu pula turunnya Nabi Nuh 'alahissalam dari perahunya, maka ia berpuasa sukur kepada Allah. Kemudian hari itu pula Fir'aun ditenggelamkan dan terbelahnya laut bagi Nabi Musa 'alaihissalam. Bani Israil pun berpuasa di Hari Asura sebagai bentuk rasa syukur mereka. 

Pada penjelasan lainnya, dikatakan Said bin Jubair dari Ibn Abbas RA berkata, ketika Nabi SAW baru hijrah ke Madinah mendapatkan kaum Yahudi puasa pada hari Asyura, maka beliau bertanya kepada mereka tentang itu. Jawab mereka: "Hari ini Allah memenangkan Nabi Musa dan Bani Israil terhadap Fir'aun dan kaumnya, maka kami puasa karena mengagungkan hari ini." Maka Nabi SAW bersabda: "Kami lebih layak (berhak) mengikuti jejak Musa dari kamu". Maka Nabi SAW menyuruh sahabat berpuasa. 

Meskipun penjelasan semacam itu banyak diulas, dan masih ada perdebatan di antara para ulama, sesungguhnya perdebatan itu tidaklah pada keyakinan kemuliaan bulan Muharram. Jika ada diskusi, lebih kepada perlu tidaknya Puasa Asyura didahului dengan Puasa Tasu’a. Bagi kita, jika kita ingin berpuasa atas keyakinan pahala yang akan diberikan-Nya, mari kita lakukan tanpa harus memperdebatkannya. Terkadang, perdebatan itu dapat mengarah kepada pertengkaran dan kesalahpahaman yang tidak perlu. 

Mengutip https://kalam.sindonews.com lagi, terkait keistimewaan Hari 'Asyura, setidak-tidaknya ada 10 catatan kemuliaan yang diuraikan para ulama, 


1. Allah menerima taubat Nabi Adam AS.
2. Allan menaikkan derajat Nabi Idris AS.
3. Hari berlabuhnya perahu Nabi Nuh AS.
4. Kelahiran Nabi Ibrahim serta selamatnya dari api.
5. Allah menerima taubat Nabi Daud AS.
6. Allah mengangkat Nabi Isa AS ke langit.
7. Allah menyelamatkan Nabi Musa AS.
8. Allah menenggelamkan Fir'aun.
9. Allah mengeluarkan Nabi Yunus AS dari perut ikan.
10. Allah mengembalikan kerajaan Nabi Sulaiman AS.


Sekali lagi, datangnya Hari Asyura, hendaknya menjadi momen terbaik bagi kita untuk terus mendekatkan diri kepada Sang Khaliq. Selanjutnya, kebersamaan dan persatuan di antara kita yang seiman sekaligus menjaga dan memelihara persatuan di Negara dengan berbagai keyakinan juga menjadi hal penting bagi kita. Menjaga persatuan adalah kunci stabilitas bangsa untuk terus berkesempatan membangunnya.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar

Postingan Terbaru

Catatan Kunjungan FKUB Batam di FKUB Karimun

BEBERAPA hari menjelang rencana kedatangannya ke Kabupaten Karimun salah seorang pengurus FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Kota Batam me...