Senin, 01 Agustus 2016

Menjadi GP, Bisakah?

KETIKA awal Program Guru Pembelajar diluncurkan, Mendikbud waktu itu, Anies Baswedan tidak suka frase 'guru pembelajar' itu disingkat menjadi GP. Apakah kaena GP sudah merupakan trade mark balapan atau karena sesuatu yang lain, saya tidak tahu. Yang saya tahu, ketika saya mengikuti pelatihan Calon IN (Instruktur Nasional) Guru Pembelajar di Semarang (17 s.d. 27 Juni lalu), salah seorang narasumber menjelaskan penegasan itu. "Pak Menteri kita (maksudnya Anies Baswedan itu) tidak suka Guru Pembelajar disingkat menjadi GP," katanya setengah bergurau. Kami para peserta tidak terlalu mempermasalahkan singkatan itu waktu itu.

Tapi karena pada catatan ini saya membuat judul yang menggunakan singkatan GP lagi untuk maksud guru pembelajar, maka saya perlu sedikit menjelaskan bahwa maksud saya hanya untuk menyingkat saja. Menyebut GePe juga terasa lebih familiar di telinga. Selain orang mengingat balap untuk singkatan Grand Prix juga ada singkatan GePe untuk Gudang Garam. Merek rokok ini sangat terkenal karena promosinya yang begitu hebat di media seperti televisi. Tapi sudahlah, namanya judul tulisan, ya harus singkat, padat, menggambarkan isi dan kalau perlu sedikit provokasi, maka muncullah singkatan GP itu.

Program GP adalah program dengan maksud agar para guru (pendidik) di negeri ini menjadi belajar sebagai tanggung jawab juga selain mengajar. Guru pembelajar tidak hanya guru yang mengelola pembelajaran untuk aksud mengajar para siswa (peserta didik) saja, tapi juga ikut melaksanakan aktivitas belajar itu untuk dirinya sendiri. Jadi, proses belajar itu juga menjadi kewajiban dan tanggung jawab guru itu sendiri.

Mengacu kepada hasil UKG (Uji Kompetensi Guru) tahun 2015 lalu, Pemerintah (Kemdikbud) memutuskan untuk membuat program ini agar kemampuan guru lebih ditingkatkan. Berbanding hasil UKG tahun sebelumnya yang baru mencapai rata-rata 4,2, hasil UKG terakhir itu sudah meningkat jauh dari angka rata-rata 5,5 (target Nasional) yang ditetapkan Pemerintah. Hanya karena belum mencapai angka 6,5 maka dibuatlah program GP untuk meningkatkan angkacapaian minimal itu.

Lalu disusunlah program Guru Pembelajar sejak beberapa bulan lalu. Para guru yang mampu meraih nilai UKG di atas angkat 7,1 oleh Pemerintah dipanggil untuk mengikuti pelatihan Calon Instruktur Nasional (CIN). Jika lulus, maka mereka akan dijadikan isntruktur bagi calon Guru Pembelajar lainnya. Untuk diketahui bahwa semua guru akan diikutkan program GP. Para guru yang nilainya di bawah standar yang ditetapkan Pemerintah, akan diikutkan program pembelajar ini dengan para IN sebagai fasilitator atau mentornya. Setiap guru akan mempelajari 2-10 modul sesuai hasil UKG yang sudah ditetapkan Pemerintah.

Dalam keikutsertaan guru menjadi guru pembelajar, ada tiga moda program yang akan diikuti. Selain moda Tatap Muka (TM) dan Moda Daring (Dalam Jaringan) juga ada kombinasi Moda TM dan Moda Daring. Jumlah modul yang wajib dipelajari juga bervariasi sesuai hasil UKG yang sudah ada itu. Nanti akan ada guru yang diwajibkan mempelajari dua modul saja (untuk IN) yang sudah ditetapkan. Ada pula guru yang wajib mempelajari 8 s.d. 10 modul karena nilai capaian UKG-nya yang masih jauh dari harapan nilai yang ditentukan.

Satu hal yang menjadi kunci dari program ini adalah sikap guru sendiri yang harus mau belajar dan terus belajar meningkatkan kompetensinya tanpa harus disuruh-suruh atau dipaksa-paksa. Artinya para guru haruslah bersikap mau belajar dimana dan kapanpun juga agar kemampuannya terus meningkat sesuai perkembangan yang diperlukan oleh sekolah atau peserta didik.

Jadi, apakah bisa para guru untuk menjadi guru pembelajar jika sikap bermalas-malasan seperti yang terjadi selama ini dipertahankan? Bisakah guru menjadi GP kalau kemauan membaca dan mencari informasinya masih rendah? Inilah sesungguhnya problem guru kita. Sungguh sangat tinggi persentase para guru yang kurang kemauan membacanya. Padahal untuk menykseskan GP ini para guru tidak hanya dituntut rajin membaca, tapi harus mau dan rajin menulis. Bisakah? Pasti bisa, jika dibiasakan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar

Postingan Terbaru

Ramadan, Puasakah Aku?

Sudah kutahan tidak makan seharian Sudah kutahan pula tidak minum seharian Lama, sangat lama Sedari imsak hingga ke tennggelam surya ...