HASIL Ujian Nasional (UN) SMA/ MA sudah diumumkan pada 15 Mei 2015 lalu secara nasional, termasuk di Kabupaten Karimun. Capaian peserta UN untuk enam Mata Pelajaran (MP) yang di-UN-kan juga sudah diketahui. Sayangnya capaian itu tidak memuaskan sama sekali, terutama --yang secara pisik terlihat-- untuk peserta didik yang ada di Kabupaten Karimun, negeri berazam.
Hasil nilai UN yang dieproleh peserta didik kelas XII TP 2014/ 2015 di Karimun belum dapat dikatakan sukses karena angka perolehan itu secara umum masih di bawah garis nilai 'cukup' yang ditetapkan Pemerintah. Dari empat kategori yang ditetapkan kebanyakan para siswa memperoleh nilai di bawah 56, nilai paling rendah dengan kategori 'cukup' yang bisa dianggap lulus UN. Sangat sedikit siswa yang mampu mendapatkan nilai sama atau di atas nilai cuku itu.
Empat kategori nilai yang ditetapkan dalam POS (Prosedur Operasi Standar) UN 2015 adalah pertama, kategori Sangat Baik (SB) yaitu jika siswa mampu meraih nilai di antara angka 86 s.d. 100. Ini adalah nilai terbaik yang diharapkan dicapai siswa. Saya tidak tahu apakah ada peserta didik di Karimun yang meraih angka maksimal itu, baik rata-rata maupun untuk beberapa mata pelajaran saja.
Kategori selanjutnya adalah dengan sebutan Baik (B) yaitu apabila siswa berada pada angka dengan nilai antara76 s.d. 85. Nilai B sering juga disebuat sebagai nilai standar nasional karena nilai minimal nasional adalah pada angka 75. Kategori selanjutnya disebut dengan nilai Cukup (C) yaitu jika siswa hanya berada dintara angka 56 s.d. 75. Dan di bawah angka 56 (0-55) dinyatakan sebagai kategori Kurang (K).
Berdasarkan capaian nilai peserta UN tahun ini ternyata secara umum semua sekolah di sini hampir berada di kelompok nilai kurang tersebut. Bahkan untuk beberapa sekolah hampir semua siswa peserta UN-nya tidak mampu melewati angka 56 kecuali untuk MP Bahasa Indonesia saja. Dari informasi beberapa rekan Kepala Sekolah, rata-rata siswanya hanya berada pada kategori kurang dengan pengecualian beberapa siswa dan atau pengecualian untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Sesungguhnya rendahnya perolehan nilai itu sudah diprediksi sejak awal-awal. Mengacu capaian nilai UN setiap tahunnya, kabupaten ini memang belum mampu keluar dari garis K tersebut. Jika sekolah melaksanakan UN dengan jujur dan bertanggung jawab, pada umumnya para siswa belum mampu keluar dari standar nilai kurang tersebut. Untuk satu-dua sekolah, mungkin sudah mampu keluar dari zona garis merah tersebut. Itulah sebabnya sekolah-sekolah akan berusaha memaksimalkan pengelolaan pembelajarannya dengan lebih baik. Harapannya agar pada saat UN nanti para siswa kelas XII mampu mengikutinya dengan baik.
Satu hal yang lebih menggundahkan pihak sekolah untuk UN tahun 2014/ 2015 ini adalah dugaan tidak konsistennya nilai capaian siswa yang diterima sekolah. Tanpa bermaksud menyimpulkan adanya kesalahan panitia (provinsi/ pusat) UN yang bertugas mengoreksi, namun kenyataan nilai yang menimbulkan dugaan aneh itu, perlu diklarifikasi. Sekolah melihat deretan nilai yang ada pada Daftar Nilai UN yang dikirimkan Dinas Probvinsi ke sekolah-sekolah sedikit menimbulkan pertanyaan.
Untuk Mata Pelajaran (MP) tertentu ada nilai dengan angka tidak mencerminkan konsistensi nilai. Misalnya ada peroleh siswa dengan nilai 39,9 untuk salah satu pelajaran. Sudah diketahui bahwa jumlah item soal UN pada tahun ini adalah 40 soal untuk MP IPA dan sebanyak 50 soal untuk MP IPS. Itu berarti peroleh nilai siswa jika benar satu soal adalah 2 (dua) atau 2,5 (dua koma lima) dengan kelipatan yang sama ke atasnya. Jadi, seharusnya siswa hanya akan mendapatkan nilai dengan angka 0,00 lalu 2, 4, 6, 8, dst hingga angka 100 jika benarnya sempurna. Ini untuk item soal 50. Jika itemnya 40 tentu saja nilainya menjadi 0,00 lalu 2,5, 5,00 dan seterusnya hingga 100.
Seharusnya, jika untuk soal 40 item peroleh nilai tertingginya 100 jika dijawab sempurna dengan kelipatan 2,5 dan soal dengan ietm 50 dengan kelipatan 2, maka jika ada siswa mendapatkan nilai misalnya, 39,9 atau nilai pecahan lain yang tidak sesuai dengan kelipatan dua atau dua setengah, tentu saja itu akan membingungkan dan membuat perasaan aneh.
Untuk sementara sekolah menduga bahwa nilai setiap item soal bisa jadi tidak sama bobot nilainya karena diberikan secara proporsional yang hanya diketahui oleh panitia saja. Jika memang nilainya adalah proporsional, maka keanehan dia atas dapat dipahami. Tapi jika ini tidak dijelaskan ke sekolah, tetap sekolah akan menganggap bahwa panitia tidak bekerja sesuai ketentuan.
Hasil nilai UN yang dieproleh peserta didik kelas XII TP 2014/ 2015 di Karimun belum dapat dikatakan sukses karena angka perolehan itu secara umum masih di bawah garis nilai 'cukup' yang ditetapkan Pemerintah. Dari empat kategori yang ditetapkan kebanyakan para siswa memperoleh nilai di bawah 56, nilai paling rendah dengan kategori 'cukup' yang bisa dianggap lulus UN. Sangat sedikit siswa yang mampu mendapatkan nilai sama atau di atas nilai cuku itu.
Empat kategori nilai yang ditetapkan dalam POS (Prosedur Operasi Standar) UN 2015 adalah pertama, kategori Sangat Baik (SB) yaitu jika siswa mampu meraih nilai di antara angka 86 s.d. 100. Ini adalah nilai terbaik yang diharapkan dicapai siswa. Saya tidak tahu apakah ada peserta didik di Karimun yang meraih angka maksimal itu, baik rata-rata maupun untuk beberapa mata pelajaran saja.
Kategori selanjutnya adalah dengan sebutan Baik (B) yaitu apabila siswa berada pada angka dengan nilai antara76 s.d. 85. Nilai B sering juga disebuat sebagai nilai standar nasional karena nilai minimal nasional adalah pada angka 75. Kategori selanjutnya disebut dengan nilai Cukup (C) yaitu jika siswa hanya berada dintara angka 56 s.d. 75. Dan di bawah angka 56 (0-55) dinyatakan sebagai kategori Kurang (K).
Berdasarkan capaian nilai peserta UN tahun ini ternyata secara umum semua sekolah di sini hampir berada di kelompok nilai kurang tersebut. Bahkan untuk beberapa sekolah hampir semua siswa peserta UN-nya tidak mampu melewati angka 56 kecuali untuk MP Bahasa Indonesia saja. Dari informasi beberapa rekan Kepala Sekolah, rata-rata siswanya hanya berada pada kategori kurang dengan pengecualian beberapa siswa dan atau pengecualian untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Sesungguhnya rendahnya perolehan nilai itu sudah diprediksi sejak awal-awal. Mengacu capaian nilai UN setiap tahunnya, kabupaten ini memang belum mampu keluar dari garis K tersebut. Jika sekolah melaksanakan UN dengan jujur dan bertanggung jawab, pada umumnya para siswa belum mampu keluar dari standar nilai kurang tersebut. Untuk satu-dua sekolah, mungkin sudah mampu keluar dari zona garis merah tersebut. Itulah sebabnya sekolah-sekolah akan berusaha memaksimalkan pengelolaan pembelajarannya dengan lebih baik. Harapannya agar pada saat UN nanti para siswa kelas XII mampu mengikutinya dengan baik.
Satu hal yang lebih menggundahkan pihak sekolah untuk UN tahun 2014/ 2015 ini adalah dugaan tidak konsistennya nilai capaian siswa yang diterima sekolah. Tanpa bermaksud menyimpulkan adanya kesalahan panitia (provinsi/ pusat) UN yang bertugas mengoreksi, namun kenyataan nilai yang menimbulkan dugaan aneh itu, perlu diklarifikasi. Sekolah melihat deretan nilai yang ada pada Daftar Nilai UN yang dikirimkan Dinas Probvinsi ke sekolah-sekolah sedikit menimbulkan pertanyaan.
Untuk Mata Pelajaran (MP) tertentu ada nilai dengan angka tidak mencerminkan konsistensi nilai. Misalnya ada peroleh siswa dengan nilai 39,9 untuk salah satu pelajaran. Sudah diketahui bahwa jumlah item soal UN pada tahun ini adalah 40 soal untuk MP IPA dan sebanyak 50 soal untuk MP IPS. Itu berarti peroleh nilai siswa jika benar satu soal adalah 2 (dua) atau 2,5 (dua koma lima) dengan kelipatan yang sama ke atasnya. Jadi, seharusnya siswa hanya akan mendapatkan nilai dengan angka 0,00 lalu 2, 4, 6, 8, dst hingga angka 100 jika benarnya sempurna. Ini untuk item soal 50. Jika itemnya 40 tentu saja nilainya menjadi 0,00 lalu 2,5, 5,00 dan seterusnya hingga 100.
Seharusnya, jika untuk soal 40 item peroleh nilai tertingginya 100 jika dijawab sempurna dengan kelipatan 2,5 dan soal dengan ietm 50 dengan kelipatan 2, maka jika ada siswa mendapatkan nilai misalnya, 39,9 atau nilai pecahan lain yang tidak sesuai dengan kelipatan dua atau dua setengah, tentu saja itu akan membingungkan dan membuat perasaan aneh.
Untuk sementara sekolah menduga bahwa nilai setiap item soal bisa jadi tidak sama bobot nilainya karena diberikan secara proporsional yang hanya diketahui oleh panitia saja. Jika memang nilainya adalah proporsional, maka keanehan dia atas dapat dipahami. Tapi jika ini tidak dijelaskan ke sekolah, tetap sekolah akan menganggap bahwa panitia tidak bekerja sesuai ketentuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar