BAHWA mengembangkan budaya membaca dan menulis adalah salah satu kewajiban guru sebenarnya semua guru sudah tahu. Ketentuan itu sudah tertuang dalam salah satu perinsip pengembangan pembelajaran pada saat menyusun perangkat pembelajaran oleh guru. Setiap guru wajib memasukkan pengembangan membaca dan menulis ini dalam setiap pengelolaan pembelajarannya.
Dulu, ada pandangan yang salah perihal keharusan membimbing dan mengembangkan keterampilan membaca dan menulis di sekolah. Seolah-olah membaca dan menulis hanyalah kewajiban guru Mata Pelajaran (MP) Bahasa (Indonesia dan Inggeris) saja. Dan kehasrusan sebenarnya tidak demikian. Pemerintah, melalui Permendiknas sudah menegaskan bahwa kewajiban mengembangkan budaya membaca dan menulis itu adalah kewajiban semua guru. Ya, semua guru. Apapun MP yang diampuhnya. Setiap guru, dia berkewajiban untuk mengembang budaya membaca dan menulis kepada anak-didiknya.
Pertanyaan pokok tentu saja, sudahkah guru itu sendiri membuktikan bahwa dirinya memang berbudaya membaca dan berbudaya menulis? Inilah sesungguhnya problem beratnya. Mengapa? Karena ternyata dari fakta yang kita lihat dan ada di lapangan, bukan saja peserta didik yang tidak berbudaya membaca dan menulis tapi juga guru. Hanya sebgaian kecil guru yang terbiasa mengoleksi dan membaca buku-buku, misalnya (pelajaran dan non pelajarn) dalam keseharian. Malah hampir semua guru tidak berlangganan koran sebagai bukti keharusan membaca setiap hari. Ini bukti yang tak dapat dipungkiri.
Perihal menulis, malah lebih parah lagi. Begitu susahnya mencari guru yang menjadikan kebiasaan menulis sebagi kebiasaan sehari-hari. Di luar menulis perangkat KBM hampir pasti kalau sebagian besar guru tidak lagi menulis apa-apa. Lebih menyedihkan, itu tidak hanya menimpa guru non bahasa tapi juga guru-guru yang mengampu MP Bahasa pun juga tidak terbiasa menulis. Guru benar-benar malas (tak bisa) menulis.
Kini saatnya para guru memulai. Kebutuhan kenaikan pangkat dengan menunjukkan hasil karya tulis adalah salah satu faktor penting yang harus menjadi alasan. Tidak ada jalan untuk naik pangkat begitu saja bagi seorang guru tanpa berkemampuan menulis. Jadi, inilah saatnya kita para guru untuk membuat semacam persatuan atau komunitas yang akan berguna dalam pengembangan budaya menulis dan membaca di kalangan kita. Setiap sekolah seharusnya membentuk komunitas menulis di samping forum semacam MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) yang memang sudah eksis di sekolah. MGMP sendiri khusus yang berkaitan dengan MP masing-masing guru sementara komunitas kepenulisan ini lebih kepada tulis-menulisnya.
Dengan terbentuknya komunitas menulis di setiap sekolah atau sekurang-kurangnya di setiap UPTD (Kecamatan) maka akan mudah bagi setiap guru yang ingin mengembangkan kreativitas menulisnya. Wadah ini akan berguna untuk saling mengisi dan saling memberi antara satu guru dengan guru lainnya dalam mengembangkan dan membina kreativitas menulis. Semoga.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar