SEMALAM di Wisma UNJ. Saya tidak menyebut
"Semalam di Jakarta", meminjam judul lagu "Semalam di
Malaysia" yang pernah dipopulerkan Dloid itu. Saya memang tidak sempat
berjalan-jalan di ibu kota negara, Jakarta. Selesai urusan di Kemdikbud
menjelang sore, saya langsung mencari tempat menginap. Sebenarnya ingin segera
kembali ke Karimun. Jam sebegitu jelas tidak mungkin kembali ke Karimun atau
Batam. Pesawat sudah tidak ada.
Ketika saya berpikir akan mencari hotel,
teman dunia maya saya, Om Jay menawarkan dan mengajak menginap di Wisma UNJ
saja. "Biar kita bisa kopdaran lagi, Pak Nur," katanya meyakinkan
saya. Saya langsung setuju. Sudah sering Om Jay menyebut penginapan yang
dimiliki dan dikelola universitas negeri yang dulu bernama IKIP Jakarta itu.
Beberapa kali melalui komunikasi di facebook atau telpon dia mengajak sekali
waktu menginap di situ. Tapi belum bisa kesampaian. Inilah waktunya, kata saya
dalam hati.
Om Jay yang nernama lengkap Wijaya Kusumah
itu memang bagian dari UNJ sendiri. Dia, disamping guru tetap di Labschool,
sekolah milik UNJ juga menjadi tenaga pengajar di perguruan tinggi itu. Om Jay
sendiri juga almamater S1 dan S2 UNJ. Saat ini pun sedang mengikuti S3 di UNJ.
Wajar dia merupakan bagian dari UNJ. Dan wajar juga dia ingin mempromosikan
wisma kampusnya itu.
Sekitar pukul 18.30 (Selasa, 05 Februari
2013) itu saya sampai di kampus UNJ dengan diantar oleh Antoni, siswa saya
20-an tahun silam di SMA Negeri Tanjungbatu, Kundur. Seharian itu Toni memang
menemani saya di Kemdikbud. Dia juga yang menjemput saya ke Bandara Sukarno
Hatta sekitar pukul 09.30 paginya.
Di gerbang Labschool Om Jay sudah berdiri
menyambut kami. Melalui telpon saya memang terus berkomunikasi dengan Om Jay
selama dalam perjalanan ke arah UNJ. Antoni langsung membawa mobil avanza itu
masuk pekarangan. Selepas bersalaman saya dan Om Jay langsung masuk. Antoni dan
temannya, Erson pulang dan meninggalkan kami. Om Jay mengajak saya ke ruang
labor komputer yang memang menjadi tanggung jawabnya sebagai guru yang mengampu
mata pelajaran TIK di SMP Labschool. Saya sempat memposting satu artikel di
salah satu komputer.
Ketika masuk waktu magrib kami solat ke
masjid sekolah itu. Ternyata musolla itu cukup besar dan bersih. Kata Om Jay,
di musolla itu juga dilaksanakan jumatan disamping.untuk solat lima waktu.
Jamaahnya sangat ramai pada jumatan itu karena diisi juga oleh para mahasiswa
UNJ.
Sehabis magrib kami kembali ke labor
komputer. Browsing sebentar lalu kami pergi makan malam di warung seberang
jalan. Dengan menggunakan jambatan penyeberangan kami hanya perlu beberapa
menit untuk ke warung yang kata Om Jay tempt dia ngekost saat kuliah
dulu. Selepas makan kami kembali lagi ke lab itu sebentar baru masuk kamar
wisma yang sebelumnya sudah dipesan Om Jay.
Di kamar itu saya mandi karena memang belum
mandi sore. Lalu solat isya berjamaah berdua plus salah seorang tamu yang juga
menginap di wisma itu. Malam itu kami tidak tahu siapa bapak yang ikut
berjamaah itu. Kelihatannya dia seorang guru juga. Mungkin calon mahasiswa S3,
kata kami berpikir. Besoknya ketika kami bertiga kembali berjamaah di
musolla itu kami baru saling berkenalan. Ternyata bapak yang pagi itu menjadi
imam solat subuh kami adalah seorang dosen di Universitas Negeri Makasar. Yang
membuat saya kagum sekaligus terkesan mendalam adalah karena bapak itu ternyata
sudah bergelar profesor. Dia datang ke Jakarta untuk ikut menguji kandidat
doktor di UNJ, paginya. Katanya dia sudah menjadi guru besar di Universitas
Negeri Makasar sejak tahun 2006. Wow, Sungguh luar biasa, kata saya dalam hati.
Luar biasa? Ya, seorang guru besar, sangat
sederhana, bahkan menginapnya hanya di wisma. Di satu sisi dia menunjukkan
bagaimana hidup dengan pola sederhana dan di sisi lain dia juga lebih
mengutamakan memajukan wisma kampus dari pada membuang buang uang untuk hotel.
Saya sungguh kagum kepada bapak itu. (bersambung)
BANYAK cerita banyak juga kisah yang
disampaikan oleh Prof. Syamsudin, pagi sehabis berjamaah subuh --Rabu,
06/02/13-- itu. Ya Prof. Syamsudin, begitu nama lelaki yang saya kagumi
itu kalau saya tak salah dengar dia memperkenalkan kepada kami sehabis solat
subuh. Bahasanya memang kental gaya Makasarnya. Kalau tidak teliti
memperhatikan ucapannya, saya tidak mudah memahaminya. Tapi bacaan ayat
alqurannya ternyata fasih. Saya merasa nyaman dan enak mendengar bacaan
ayat-ayat sucinya ketika menjadi imam subuh.
Dalam obrolan singkat sehabis solat, Pak Prof
itu juga menyatakan rasa gundahnya ketika Om Jay mencoba bertanya bagaimana
pandangannya tentang banyaknya jebolan S2 bahkan S3 yang diperoleh dengan
begitu mudah. Seorang pejabat, entah bupati entah gubernur tiba-tiba menyandang
gelar master atau doktor. "Inilah kesalahan sebagian guru besar kita di
Indonesia," katanya. Terlalu mudah mengumabr gelar master atau doktor.
Hanya dengan kuliah alakadarnya, seorang pejabat tiba-tiba bergelar master.
Kita tahu, kalaupun ada karya tulisnya, kebanyakan dikerjakan oleh stafnya
saja. Bukan si pejabat itu yang mengadakan penelitian dan penulisan. Begitu Pak
Prof itu menduga-duga.
Saya sebenarnya tidak terlalu hirau dengan
fenomena yang muncul dalam diskusi Om Jay dengan Prof itu. Tapi diskusi hangat
itu ikut juga memancing perasaan saya. Akhirnya saya pun ikut terlibat
membicarakan kegundahan bapak yang kelihatannya masih sangat sehat itu. Saya
kembali mengingat cerita-cerita pejabat (beberapa Kepala Dinas atau pejabat
struktural di beberapa daerah) yang memanfaatkan jabatannya untuk dengan mudah
mengambil S2 atau S3 itu. Kebanyakan mereka memang menggunakan biaya dari daerah.
Bukan biaya dari sakunya. Entah itu dalam bentuk subsidi, beasiswa atau entah
apa lagi namanya. Yang saya dengar, mereka memang pada umumnya tidak memakai
biaya sendiri.
Bahkan dalam bincang-bincang itu juga disebut
adanya para guru dalam menyetarakan kualifikasi pendidikannya dari jenjang SLTA
atau D2-3 ke S1 dengan cara yang begitu mudah. Atas inisiatif Pemerintah Daerah
yang menginginkan percepatan penyeteraan itu diadakanlah kerja sama dengan
perguruan tinggi atau mengikuti jalur UT (Universitas Terbuka) untuk setiap
guru. Yang menyedihkan tentu saja karena ternyata ada pelaksanaan penyeteraan
yang ala kadarnya saja. Perkuliahan Sabtu-Minggu yang dijadwalkan sering tidak
berjalan dengan baik lalu tiba-tiba ikut ujian dan begitu mudah selesainya. Ah,
macam-macam topik terbicarakan juga subuh itu.
Menjelang agak pagi, Pak Prof minta diri.
Katanya dia ingin baca-baca tesis yang sebentar lagi akan dipertahankan oleh
kandidat doktor yang akan dia uji itu. Saya dan Om Jay pun ikut keluar dari
musolla yang hanya berupa kamar kosong itu. Kata Om Jay, kita jalan-jalan pagi
saja sambil olahraga. Saya setuju. Saya ingin melihat-melihat kampus itu. Pagi
itulah adanya waktu. Sesuai rencana, sekitar pukul 08.00 atau pukul 09.00 saya
akan ke Bandara Sukarno Hatta untuk berangkat kembali ke Karimun.
Kami berjalan mengelilingi kampus UNJ berdua
sambil terus ngobrol. Suasana pagi memang agak sepi di jalan dalam kampus itu.
Jalan besar di luar kampus memang tetap ramai dalam 24 jam. Sambil ngobrol Om
Jay menjelaskan setiap gedung dan bangunan yang kami lalui sambil berjalan
kaki. Melewati Fakultas Seni kami terus menyusuri jalan arah ke kantin UNJ. Om
Jay menawarkan sarapan dulu sebelum terus berjalan. Tapi saya minta berjalan
saja dulu, nanti baru sarapan.
Ketika melewati Fakultas Teknik, sebelah
kanan arah kantin, Om Jay menjelaskan kalau fakultas itu adalah fakultas tempat
dia menimba ilmu dulunya. "Inilah fakultas saya," katanya. Kebanyakan
mahasiswanya setelah tamat menjadi guru di SMK. Dari sini banyak dicetak para guru
SMK di seluruh Tanah Air. Om Jay juga bercerita pengalamannya menjadi mahasiswa
yang cukup aktif dalam berbagai kegiatan. Itulah sebabnya dia mudah dikenal
para dosennya. Dan karena itu juga katanya dia diminta menjadi guru di
Labschool, sekolah binaan UNJ.
Kami terus berjalan. Memutar ke kiri, kami
mengelilingi kampus yang ternyata tidak terlalu luas itu. Di depan sana, ada
dua bangunan tinggi yang sedang dibangun. Sepertinya ada 20 lantai bangunan
itu. Yang menarik saya, menurut Om Jay bangunan itu saat ini tengah disorot
KPK. Katanya, Anggelina Sondakh juga ikut terbawa-bawa dalam proyek mahal itu.
"Sepenuhnya dibangun dari dana Kemdiknas," jelas Om Jay. Saya tidak
mau memperpanjang berita keterlibatan mantan Putri Indonesia itu. Saya tahu,
saat ini hukuman Angie sudah dijatuhkan oleh hakim Tipikor. Itu biarlah urusan
aparat hukum. Kami terkadang berfoto di tempat-tempat strategis.
Hanya satu kali saja kami mengelilingi kampus
UNJ. Sesampainya di kantin itu kembali, Om Jay mengajak saya untuk sarapan pagi.
Kali ini saya setuju. Kami duduk di bagian tengah kursi/ meja yang sudah
tersedia. Kantin itu menurut saya cukup besar. Sisi kiri dan kanan tersusun
gerai-gerai yang sebagian besar pagi itu tampak masih kosong. Mungkin karena
masih pagi, jadi memang belum semua bagian dibuka. Boleh jadi penjualnya belum
datang, kata saya dalam hati. Berjalan pagi, ditutup dengan sarapan pagi.
Sungguh kesan yang menyenangkan satu hari satu malam di Jakarta.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar