SUNGGUH melelahkan perjalanan panjang Singapura-Langkawi ini. Libur Akhir
Tahun (LAT) 2012 yang diikuti umumnya para guru dan beberapa orang pegawai
Pemda Karimun kali ini. Setelah sampai dan menyelesaikan perjalanan wisata di Negeri Singa selama setengah hari lebih, (Jumat, 28/12/2012) rombongan kami bersiap-siap
menuju Malaysia via jalan darat, Johor Baru yang merupakan Negara Bagian yang
berbatasan langsung antara Singapura dan Malaysia.
Kesan selama di Singapura memang terasa tidak seberapa karena singkatnya
waktu kami di Negara Lee Kwan Yu ini. Setelah mengunjungi Masjid Sultan dan melaksanakan solat
Asar yang dijamak dengan solat Zuhur –mengingat waktu zuhur kami tertunda
ketika melewati imigrasi di pelabuhan Singapure– pemandu wisata mengajak kami
ke lokasi wisata Male Lion. Dengan patung singa yang menyemburkan air dari
mulutnya, tampak icon negara kecil yang cukup makmur itu sangat indah. Kami
bergantian berfoto dengan latar belakang patung itu.
Informasi yang disampaikan Nchik Salam tentang hotel yang rendah itu,
walaupun tidak terlalu penting namun saya tetap mencatatnya di buku kecil saya.
Ternyata yang dimaksud hotel terendah itu adalah Hotel Raffles yang memang
hanya berlantai dua saja. Hotel ini, meskipun tidak memiliki kamar-kamar
sebagaimana layaknya hotel, tapi katanya di situlah para tamu terhormat dan tamu
terkenal menginap kalau berkunjung ke Singapura. Dari bintang film dan artis
top dunia hingga ke presiden dan kepala negara, menginapnya di sana. Begitu
penjelasannya. Sewa swit per malam yang termurah knon kurang lebih SD1000 (8
jutaan) rupiah.
Sementara hotel yang paling tinggi ternyata adalah hotel Swis dengan
ketinggian 75 lantai. Yang menarik dari informasi Salam adalah bahwa di hotel
ini setiap tahun diadakan lomba meraton menaiki tangga hotel yang diikuti oleh
para pelari profesional dunia. Dengan hadiah 25.000 dollar Singgapura, para
pelari dunia selalu meramaikannya. Katanya waktu tercepat yang pernah dicapai
adalah 6,40 menit oleh seorang pelari asing yang berlari dari lantai dasar ke
lantai 73. Di lantai 74 dan 75 hanya ada restoran, katanya. Sambil dia
bercerita, bus kami terus bergerak sebelum kami sampai di male Lion itu.
Kurang lebih satu setengah jam di tepi laut yang ditata indah dengan
berbagai bangunan itu, kami lalu pergi ke pasar Bugis yang lebih dikenal dengan
sebutan Bugis Street. Pasar dengan aneka ragam jualan itu sangat padat oleh
manusia. Dari berbagai makanan sampai ke berbagai pakaian dan barang eloktronik
ada di sini. Rombongan LAT kami kebanyakan hanya sekedar melihat-lihat untuk
‘cuci mata’ saja. Hanya beberapa orang yang berbelanja seperti makanan dan
pakaian.
Dari sinilah, kira-kiran pukul 19.00 WS mobil kami meneruskan perjalanan ke
arah perbatasan Singapure Malaysia, di Johor. Macetnya perjalan membuat mobil
kami berjalan sangat pelan. Tepat pukul 20.40 WS kami baru sampai di perbatasan
Singapura- Johor Baru. Lalu kami turun dari bus untuk melaporkan paspor kami
masing-masing ke petugas imigrasi di perbatasan itu.
Ada kejadian lucu di sini. Sekeluar dari bus, kami berebut ingin cepat
melaporkan paspor untuk dapat cap dari petugas. Melihat beberapa orang menuju
ke jalur kanan yang tampak kosong, sebagian kami berlari juga ke sana. Di situ
beberapa orang tampak mengeluarkan paspor sendiri tanpa melapor ke petugas.
Tampaknya orang-orang itu hanya menempelkan paspor dan telapak tangan kirinya
ke layar monitor yang memang sudah ada. Setelah itu pintu pagar pembatas
terbuka secara otomatis dan orang itu berjalan menyeberangi pembatas.
Setelah orang-orang itu selesai, rombongan kami yang paling depan mencoba
malakukan cara yang sama. Apalagi ada seorang teman yang sok mengerti. Dia
menyuruh seperti yang dilakukan orang-orang tadi. Tapi rombongan kami tidak ada
yang berhasil. Pintu pembatas juga tidak kunjung terbuka. Sampai salah seorang
petugas imigrasi Singapura mengingatkan untuk pindah ke jalur kiri. “I’m sorri,
Man, no no” katanya sambil menunjuk jalur lain yang antriannya sangat
panjang. Kami pun berlari ke jalur sebelah itu.
Rupanya jalur-jalur sebelah kanan itu khusus untuk para pengunjung/ pelintas
batas dari negeri Singapura sendiri yang akan pergi ke Malaysia. Paspor mereka
memang tidak sama dengan paspor kami. Waduh memalukan, kata saya dalam hati
karena terikut ke jalur yang salah itu. Antrian saya sudah di nomor lima.
Akhirnya harus pindah ke jalur biasa yang antriannya ada sertusan orang.
Selepas cap paspor, dan semua kami sudah melewati pintu itu, kami kembali
masuk ke bus masing-masing yang memang sudah menunggu kami di seberang sana.
Dengan bus yang sama kami melanjutkan ke satu pos lagi, Pos Imigrasi Malaysia,
di Joho Baru. Tepat pukul 21.10 WS atau sama dengan Waktu Malaysia (WM) kami
tiba di perbatasan Malaysia Singapura. Sekali lagi kami harusmelaporkan paspor
kami untuk di cap oleh imigrasi Malaysia pula. Di sini tidak terlalu lama.
Prosesnya juga terasa lebih cepat. Dan sampai di seberang sana, kami akan
berganti bus. Selama di Malaysia, kami akan menggunakan bus wisata (di Malaysia
disebut Bus Persiaran) Malaysia.***
Akhairnya ketemu juga tulisan pak rasyid di blog pribadi
BalasHapussalam
omjay
Inilah blog pribadi saya, Om Jay. Masih belajar mengelola blog. Disainnya juga tidak memuaskan, kan? Tapi saya sudah bertekad untuk terus belajar menulis dan blog ini adalah salah satu tempat yang saya siapkan. Mumpung gratis, he he he.
Hapus