BOSAN sebenarnya membicarakan guru 'biasa di luar' dalam arti
selalu meninggalkan tugas dan tanggung jawabnya di kelas. Hari gini, masih ada
guru yang suka meninggalkan tugas hanya karena kesibukan di luar sekolah? Pasti
ada yang nyletuk mendengarnya, "Pecat aja!" Tapi nyata dan
fakta, masih ada sahabat kita seperti itu.
Ketika program sertifikasi (dimulai
2007) sudah menjangkau 1,1 jutaan dari 2,9 juta guru di Indonesia jelas bahwa
sebagian besar guru sudah menikmati penghasilan yang memadai dibandingkan
lima-enam tahun lalu. Penghasilan guru terendah saat ini sudah lebih besar dari
pada UMR walaupun beberapa guru honorer masih banyak yang menerima penghasilan
tak layak dan tak manusiawi.
Bahwa penghasilan guru di satu
daerah bisa berbeda dengan daerah lainnya, ya itu bisa saja. Guru-guru (negeri)
di DKI (Ibu Kota Negara) bisa berpenghasilan antara 6 hingga 10 juta per bulan
mungkin tidak akan sama dengan penghasilan guru di Padang (Sumatera Barat) atau
Pekanbaru (Riau) yang di bawah itu. Tapi tunjangan profesi sebesar satu kali
gaji pokok ditambah tunjangan sesuai daerah masing-masing sudah merupakan
penghasilan yang memadai saat ini.
Kalau demikian, sudah tidak pada
tempatnya penghasilan yang kecil menjadi alasan untuk tidak melaksanakan tugas
dengan baik. Sudah tidak zamannya guru beralasan harus ngojek dan ngobyek ataunyambi pekerjaan lain untuk menambah gaji.
Dan jika masih juga ada guru PNS yang tidak melaksanakan tugas sesuai ketentuan
dan tanggung jawabnya, jelas itu pengingkaran terhadap tugas dan tanggung
jawabnya.
Yang didambakan tentu saja guru
berintegritas tinggi. Guru yang tidak saja melaksanakan tugas utama sebagai
pengajar dan pendidik yang memotivasi dan memberi inspirasi, tapi juga dapat
diteladani. Dan itu tentu saja bisa dan ada pada guru-guru yang luar biasa.
Bukan guru biasa di luar. Guru-guru luar biasa inilah yang sejatinya
diidam-idamkan sekolah dan pemerintah. Termasuk oleh anak-anak, peserta didik.
Guru luar biasa adalah guru yang
lazimnya memiliki beberapa kriteria seperti, 1) Bekerja didasari niat yang
benar dan tulus; 2) Memiliki visi diri yang jelas dalam mengemban tugas sebagai
guru; 3) Dalam melaksanakan tugas selalu bersemangat dan menyenangkan; 4) Tidak
hanya mempunyai motivasi diri tapi juga mampu menularkan motivasi itu kepada
peserta didiknya; 5) Mampu berprestasi dalam berbagai hal baik berkaitan dengan
tugas pokok sebagai guru maupun prestasi di luar tugas pookoknya. Dan saya
yakin masih bisa dikembangkan ciri-ciri ini. Itulah guru luar biasa yang kelak
akan melahirkan generasi yang juga luar biasa.
Guru biasa di luar adalah istilah
lain untuk guru-guru yang kecendrungannya meninggalkan tugas. Selalu ada
alasannya untuk tidak berdiri di depan kelas. Hari ini mungkin mengirimkan
surat sakit walaupun sesungguhnya dia masih bisa mengajar. Besok mengirimkan
surat karena ada urusan keluarga yang sebenarnya tidak terlalu penting buat
dia. Lalu masuk satu atau dua hari, di hari berikutnya ada lagi alasannya untuk
tidak ke sekolah.
Jika ada kegiatan di luar sekolah
yang melibatkan dirinya, maka dia akan menjadikan kesempatan itu untuk secara
resmi meninggalkkan anak-anak yang menjadi tanggung jawabnya di sekolah.
Katakanlah dipercaya menjadi panitia kegiatan tertentu di luar sekolah, tugas
luar ini seolah-olah menjadi kewajiban utama baginya. Dengan tugas-tugas di
luar itu sepertinya tugas pokoknya sebagai guru menjadi tidak penting lagi.
Guru seperti ini harus diakui masih
ada saat ini. Sebagai pegawai negeri tentu saja kelakuan seperti ini sangat
merugikan negara yang telah memberi penghasilan cukup kepadanya. Padahal
kerugian lain yang tidak kalah pentingnya adalah kerugian yang diderita para
peserta didik yang lebih banyak ditinggalkan di sekolah. Nauzubillah, guru
seperti ini jangan lagi ada. Jika kesadaran pribadinya tidak juga tumbuh, perlu
tindakan perbaikan dari pihak-pihak yang berwewenang.***
Tulisan yang sama di: http://edukasi.kompasiana.com/2012/12/01/guru-luar-biasa-yes-guru-biasa-diluar-507269.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar