Kamis, 24 Juli 2014

Sungai Kampar itu Masih Jernih (1)

HARI Jumat (18/ 07) sepekan lalu saya berkesempatan pulang kampung ke Desa Limau Manis, Kecamatan Kampar. Desa Limanis dulu bernama Kampung Kabun, Desa Airtiris dengan kecamatan yang sama. Tapi setelah beberapa kali pemekaran daerah selama reformasi ini, desa Kampung Kabun Airtirs (yang tertulis dalam ijazah SD saya) itu sudah berganti nama dengan Desa Limau Manis. Termasuk pula kedalam Desa Limau Manis adalah Kampung Pulau Pandak.
Ah, nama itu mungkin tidak terlalu penting didiskusikan. Yang pasti, tanah 'tumpah darah' kelahiran saya itu memang tidak lagi persis seperti dua puluh atau tiga puluh tahun lalu. Ketika saya masih kecil, saat saya masih bermastautin di sini (sejak lahir hingga 1975) saya ingat kampung Kabun masih banyak padi ditanam masyarakat. Lalu berubah tanamannya menjadi limau manis. Tapi pelan dan pasti tanah garapan itu berubah menjadi onggokan batu, berubah menjadi rumah-rumah penduduk.

Walapun tanah pertanian kian berkurang, namun air sungainya tetaplah jernih. Airnya mengalir deras dari hulu ke hilir. Batu-batunya berwarna hitam dengan ukuran sekepalan tangan dan juga dengan ukuran yang lebih kecil. Batu-batu ini menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat selain ikan di dalamnya. Jernihnya air sungan Kampar yang mengalir tidak jauh dari rumah orang tua saya, itulah khas dan keindahan yang selalu dirindukan dari Karimun, tempat saya bermastautin saat ini. Dan menjelang akhir Ramadhan 1435 ini saya berkesempatan kembali pulang kampung, melihat dan mandi di sungai di belakang rumah almarhum/ mah orang tua. Sabtu sore itu, saya dan isteri sampai kembali di rumah tua kedua orang tua yang sudah tidak berpenghuni lagi.

Perjalanan saya isteri dari Tanjungbalai Karimun adalah menaiki kapal roro. Jumat malam itu kapal berangkat agak lambat karena menunggu penumpang kapal roro dari Tanjungpinang. Pukul 22.00 baru kapal bergerak. Dan besoknya, sekitar pukul 08.30 kapal itu sudah merapat di pelabuhan Mangkapan Butun, Siak. Dengan naik trevel (angkutan darat) kami bersama para penumpang lainnya bergerak menuju Pekanbaru. Saya dan isteri sebelum meneruskan ke Limau Manis itu, singgah terlebih dahulu di Jalan Pangeran Hidayat Pekanbaru, rumah almarhumah kakak saya, Syamsinar. Rumah itu sekarang dihuni oleh dua anaknya, Si Ab dan Ramhat. (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar

Postingan Terbaru

Ramadan, Puasakah Aku?

Sudah kutahan tidak makan seharian Sudah kutahan pula tidak minum seharian Lama, sangat lama Sedari imsak hingga ke tennggelam surya ...