FENOMENA hilang gairah bagi guru-guru pembina terutama yang merasa
sudah senior bahkan sepuh adalah kenyataan yang tidak sulit ditemukan di
kalangan guru di Tanah Air saat ini. Tersebab perasaan 'tak berguna' banyak
sekali ditemukan guru-guru senior yang kehilangan gairah melaksanakan tugas
seperti sediakala. Duduk di golongan pangkat IV/A ternyata tidak cukup memberi
semangat dalam melaksanakan amanat.
Anggapan
dan perasaan bahwa dirinya tidak lagi 'berguna' di sekolah adalah kemungkinan
salah satu penyebab timbulnya fenomena guru pembina tak bergairah ini. Dulu, di
awal diangkat menjadi guru semangat menggebu-gebu. Setiap tugas dan tanggung
jawab mampu terselesaikan dengan jitu. Tapi waktu mengubah semangat dan
karakter yang tampaknya dibiarkan begitu saja berlalu. Merasa tidak ada sesuatu
yang baru, motivasi pun tergerus dimakan waktu. Akhirnya kerja acuh tak acuh.
Sungguh pilu.
Harus
ada strategi untuk mengembalikan gairah yang terlanjur lama hilang ini. Dari
diskusi-diskusi kecil antar sesama guru senior yang sudah berpangkat pembina,
saya menduga bahwa mereka merasa tidak diberdayakan lagi di sekolahnya.
Tugas-tugas tambahan hanya terbatas sampai level wali kelas yang dipercayakan.
Itupun terkadang tidak selalu dapat.
Ada
pandangan, tidak atau jarang terprogram dengan baik hingga mencapai Wakasek
(Wakil Kepala Sekolah) apalagi menjadi Kasek (Kepala Sekolah) buat mereka, oleh
sekolah. Berharap menjadi Wakasek atau Kasek bagaikan mengharapkan tumbuhnya
tanduk kuda. Itu yang selalu tersimpul dalam pikiran mereka.
Mereka
terlanjur menyimpulkan, yang akan menjadi Wakasek selalunya orang-orang yang
bisa 'mendekat' ke Kasek. Sementara yang selalu menjadi Kasek adalah
orang-orang yang punya koneksi dengan pihak 'atas' (baca: Dinas Pendidikan
atawa Pemda). Kompetensi telah ditenggelamkan oleh koneksi. Pandangan yang
tidak pernah bisa dibuktikan ini terus ada di kepala mereka. Padahal kebanyakan
hanya dalam bentuk perasaan.
Sesungguhnya
dari usia dan pangkat serta golongan yang digenggam, mereka sudah terlanjur
melambung. Tapi nasib 'malang' membuat sebagian mereka tidak merasa mendapat
jabatan idaman di sekolah. Mau menyeberang ke instansi lain juga bukanlah jalan
mudah. Di luar susahnya 'mengemis' minta pindah ke instansi di luar guru,
persoalan tidak sesuai dengan motivasi dan profesi juga menjadi satu kendala
lainnya.
Beberapa
langkah berikut mungkin bisa dipertimbangkan untuk mengembalikan gairah yang
sudah hampir punah. Pertama,
tentu saja secara internal sebagai guru harus mengembalikan sendiri gairah
kerjanya. Jangan menunggu dari luar. Tidak harus melihat kegagalan mendapatkan
jabatan tertentu di sekolah sebagai alasan untuk merusak gairah sendiri.
Seharusnya kokoh memegang perinsip, "Jabatan jangan dikejar tapi tugas dan
tanggung jawab jangan ditolak." Artinya kalau dipercaya, kerjakan. Dan
kalau tak/ belum dipercaya, biarkan. Bekerja saja secara profesional. Apalagi
sudah mendapat tunjangan profesi karena sudah memiliki sertifikat profesi.
Hal kedua yang perlu dipertimbangkan (oleh
pemegang otoritas) adalah memberi tugas-tugas tertentu di luar jabatan
struktural di sekolah. Jika perlu ciptakan pula sebutan tertentu --seperti guru
senior, guru emas, guru panutan, dll-- buat mereka. Ini perlu untuk penguat
mental mereka. Tentu saja sebutan-sebutan ini harus diiringi dengan pemberian
materi memadai buat mereka. Selanjutnya sekolah dapat mengharapkan tetap
bertahannya gairah mereka dalam tugas sehari-hari.
Sesungguhnya
kegairahan melaksanakan tugas profesi tidak mesti dibiarkan terganggu bahkan
tergerus oleh persoalan-persoalan di luar kapasitas kita sebagai guru. Mestinya
guru tetap fokus pada fungsi dan tanggung jawabnya. Dari kompetensi pokok yang
wajib dimiliki seorang guru seyogyanya cukup menjadi dasar untuk bertahan
menjadi guru yang bergairah. Guru profesional tidak mungkin berjalan dengan
benar jika tidak ditopang oleh rasa senang dan gairah dalam menjalaninya.
Kini,
tugas tambahan yang seharusnya juga dipikul guru pembina adalah bagaimana
membina rekan-rekan guru muda atau guru-guru yunior yang mungkin belum
terlaksanakan oleh Kepala Sekolah. Fungsi-fungsi pembinaan Kepala Sekolah
terkadang tidak selalu terlaksanakan dengan baik dan merata. Di sinilah para
guru pembina dapat berkontribusi. Jadilah guru pembina yang ikhlas membina.
Semoga!***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar