DENGAN sombong dan pongah sekali, lebih dari separoh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI komisi III (Komisi Hukum) menolak Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam acara RDP (Rapat Dengar Pendapat) antara Komisi III DPR RI dengan KPK di gedung DPR beberapa hari lalu. Gayus Lumbun cs ternyata masih menganggap Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah sebagai manusia terdakwa atau tersangka yang statusnya tetap terdakwa atau tersangka walau sudah mendapat deponering Kejaksaan Agung. Tidak beretika, menurut anggota dewan terhormat itu. Tapi benarkah mereka yang menolak itu benar-benar terhormat padahal mereka tidak menghormati pimpinan KPK? Dan benarkah Bibit- Candra adalah masih tersangka saat itu?
Dengan kesimpulan dua pimpinan KPK yang masih dianggap terdakwa atau tersangka itu para anggota dewan yang merasa wakil rakyat itu begitu lantang menolak kehadiran para pimpinan KPK. Dengan berapi-api mereka berargumen kalau kedua pimpinan KPK yang masih terdakwa atau tersangka, tidak layak duduk di ruangan DPR yang dibiayai oleh rakyat itu. Gayus Lumbun cs tampaknya memang lebih suka Bibit- Candra ke pengadilan dari pada ke KPK untuk terus memimpin pemberantasan korupsi. Dia juga pasti tahu kalau sudah ke pengadilan, otomatis keduanya berhenti memimpin pemberantasan korupsi di negeri penuh korupsi ini. Selanjutnya tentu akan ada lagi kerja mereka untuk memilih pimpinan KPK yang baru. Karena proyek? Rakyat pasti akan mempunyai seribu interpretasi terhadap kesombongan anggota Dewan itu.
Saya memang tidak terlalu paham hukum. Tapi jika benar yang dijelaskan Jaksa Agung, Basrif bahwa setelah kasus Bibit-Candra dideponering berarti kasus itu sudah dianggap tidak ada dan artinya kedua pimpinan KPK itu tidak bisa lagi disebut berstatus tersangka maka tentu tidak pantas anggota dewan memperlakukan pimpinan KPK itu seperti itu. Tapi mengapa kelompok Gayus, Yani, Trimedia dll itu menolak dengan alasan status tersangkanya belum atau tidak hilang? Yang mana yang benar? Sekali lagi, rakyat pasti menafsirkan bermacam.
Kalau rakyat menafsirkan bahwa kepongahan anggota dewan itu tidak lebih dari sekadar kompensasi terhadap penegakan hukum yang dilakukan KPK, jangan salahkan rakyat. Kita tahu, baru beberapa hari sebelumnya 19 orang mantan anggota dewan periode 2004-2009 dijebloskan KPK ke tahanan. Maka tidak mungkin tidak ada hubungannya. Itulah salah satu anggapan rakyat. Artinya, anggota dewan yang sombong ini sebentar lagi akan berhadapan dengan rakyat yang katanya diwakilinya.
Sesungguhnya, jika pun keduanya tidak diberi deponering (seperti jamannya Hendarman Supandji) semua orang juga tahu dan juga banyak yang yakin kalau status tersangka menuju terdakwa bahkan direncanakan akan menjadi terpidana itu, adalah buah kerja rekayasa para mafia hukum. Mereka sudah jelas memang tidak suka dengan KPK. KPK memang tinggal satu-satunya lembaga hukum yang tahan pencemaran. Polisi, jaksa, hakim? Sudah sama-sama kitan ketahui sebagian dari mereka adalah menjadi bagian dari mafia hukum itu sendiri.
Jadi, buat para mafioso itu memang perlu mempreteli KPK. KPK tampaknya sama sekali tidak mau disogok atau dirayu dengan uang seberapapun. Dengan seolah-olah membesar-besarkan nama institusi polisi dan jaksa para penentang KPK berusaha membonsai KPK. Dalam setiap kesempatan di depan umum (wartawan) mereka selalu mengatakan bahwa polisi dan jaksa harus dibesarkan untuk menegakkan hukum termasuk memberantas korupsi. Polisi dan jaksa adalah isntitusi resmi yang berdasarkan undang-undang. KPK tidak diperlukan, begitu kata kelompok mafio ini. Mungkin mereka lupa bahwa para oknum di institusi resmi itu telah merusak institusinya sendiri sehingga rakyat belum juga percaya.
Kini tiba-tiba anggota dewan itu mempermasalahkan status pimpinan KPK dan bahkan dengan sombongnya menolak kehadiran mereka di rumah rakyat. Padahal anggota dewan juga kabarnya yang mengundang pimpinan KPK. Apakah dalam undangan memang hanya bertiga? Apakah daftar nama pimpinan KPK yang diundang ke dewan itu sudah nyata membatasi di luar nama Bibit- Candra?
Bagaimanapun, peristiwa penolakan kehadiran pimpinan KPK oleh anggota dewan, sepertinya tidak lebih dari sekedar bentuk kepongahan dan kesombongan dari sebagian anggota dewan itu. Tunggulah pembalasan dari rakyat, Anda-anda yang jelas oleh rakyat menolak itu, tidak hanya didoakan bahwa Anda akan mendapat penolakan di tempatnya nanti akan tetapi juga tidak akan ada lagi yang memilih Anda jika mau terus menjadi anggota. Sudahlah, janganlah terus-menerus seperti orang sombong. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar