SELAMA dua hari, 30 November - 1 Desember 2010 di sebuah gedung bersejarah ibu kota kabupaten, Karimun --sebuah kabupaten baru di Provinsi Kepri-- yang diberi nama Gedung Nasional telah berlangsung Konferensi Kabupaten (Konkab) PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) Kabupaten Karimun ke-3 tahun 2010. Seperti biasa, agenda utama pada Konkab ini, disamping membicaraka rencana program, laporan pertanggungjawaban pengrus (peride 2005-2010) yang ditunggu-tunggu tentulah pemilihan pengurus periode 2010-2015.
Hasil pemilihan pun sudah diperoleh, menjelang petang, Rabu (1/12/10) itu. Ketua yang dipilih kembali orang yang sama, seperti lima tahun lalu. Hanya kelengkapan pengurus (kabinet) lainnya saja yang sedikit berganti. Tapi wajah-wajah itu masih hampir-hampir sama dengan wajah lima tahun lalu itu.
Jika lima tahun lalu itu, ketua terpilih adalah seorang guru yang juga Kepala Sekolah tapi hari ini dia sudah tidak lagi sebagai Kepala Sekolah. Sudah sejak hampir tiga tahun lalu, dia berpindah habitat ke struktural di kantor bupati. Setelah bertukar-tukar jabatan struktural beberapa kali, saat ini dia oleh bupati dipercaya memimpin Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Lari jauh? Itulah asyiknya di era otonomi di bawah kendali yang namanya bupati. Jika menurut bupati layak maka dia akan diberi tanggung jawab sesuai kelayakannya.
Sesungguhnya tidak ada yang salah dan tidak ada juga yang mempersoalkan Ketua PGRI Kabupaten Karimun ini dalam tiga tahun belakangan, sejak dia tidak lagi berada di sekolah. Guru-guru di Karimun sepertinya masih percaya kepadanya. Sekali lagi ini tentu saja 'seperetinya' bukan berdasarkan penelitian akurat. Namanya juga opini berdasarkan pengamatan saja.
Mungkin karena dia memang selalu mengaku bagian dari keluarga besar guru. "Kemanapun saya pergi bertugas, hati saya tetap di guru," begitu selalu dia ucapkan kalau bicara dalam acara-acara bersama guru. Dan itu memang benar. Dia dari guru, keluarga guru, masih terlibat di urusan pendidikan... dst ya itu benar adanya.
Memang ada beda tajam jika terpilihnya dia hari ini berbanding lima tahun lalu. Dulu, para peserta konkab kompak memilihnya dengan obsesi mengalahkan calon struktural yang dijagokan salah satu kubu. Saat itu digemba-gemborkan bahwa pengurus PGRI wajib diterajui oleh guru. Non guru yang berambisi wajib dijegal. Itu waktu itu. Para utusan ranting PGRI se-Kabupaten Karimun sangat kompak waktu itu untuk mengalahkan calon dari luar habitat sekolah atau pendidikan. Tapi hari ini? justeru seluruh yang punya hak suara kompak memilih yang sudah di luar habitat mereka. Ada apa?
Bisik-bisik tetangga yang beredar, memang kononnya ada salah seorang pengurus lama yang juga panitia mempengaruhi peserta konkab untuk memilih kandidatnya, dan kandidat itu ialah nama lama yang memang masih mau menerajui PGRI ke depan. Bahkan si 'tim sukses' ini menjual-jual nama bupati segala untuk mempengaruhi pemilih waktu menuliskan nama calon. Apa iya itu pesannya bupati? Entahlah. Yang pasti dari 34 orang calon yang diajukan ranting hanya terpilih tiga orang nama untuk calong ketua. Itu pun suaranya hampir semuanya untuk satu nama. Dua nama lain masing-masing dapat satu suara. Sementara calon yang incumbent ini menyedot semua suara lainnya.
Tapi jangan salah duga. Tidak ada aturan yang ditabrak dalam proses pemilihan ketua yang mungkin menimbulkan pertanyaan para guru yang tak ikut konkab. Bahwa dia tidak lagi guru atau kepala sekolah, itu bukan alasan menolaknya. Semua syarat menjadi calon pengurus sudah terpenuhi. Jadi tidak ada masalah.
Dan buat peserta konkab khususnya dan anggotra PGRI se-Kabupaten Karimun umumnya, tidak juga ada masalah kelihatannya. Harapan peserta hanya satu, PGRI ke depan semakin maju dan mandiri untuk membawa para guru menjadi profesional, sejahtera, terlindungi, kuat dan bermartabat. Ini sesuai dengan tema yang dibentangkan lewat spanduk di depan peserta konkab. "Selanmat berjuang, Pak Ketua!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar