"Jadi Abang biarkan aja spanduk-spanduk itu menutupi pagar rumah kita, Bang? Memang mereka bayar berapa? Minta permisi aja juga tidak," Tina emosi juga melihat dari hari ke sehari jumlah banner caleg dan capres-cawapres bergelantungan di sepanjang pagar rumahnya. Memang ini tempat umum? Kan rumah pribadi. Mereka juga bukan keluarga. Memang kita mengenal mereka, tapi itu tidak bisa begitu saja mereka memasang di pagar kita. Safro terkejut mendengar ocehan isterinya. Tak disangkanya, isterinya bisa juga emosi begitu. Safro tetap diam saja mendengar umpatan isterinya. Sempat isterinya menyuruh anaknya membuka spanduk-spanduk itu, tapi siswa SD kelas IV itu tidak mau.
"Udahlah, Tina. Mulai hari ini kita berdamai saja
berdua dan berdamai juga dengan mereka. Anggap saja ini hiasan pagar rumah
kita." Safro meyakinkan isterinya sekali lagi. Sekali lima tahun rumah
kita berhias pagarnya. Lumayan juga indahnya. Begitu Safro membujuk isterinya
agar tidak emosi lagi menyaksikan spanduk-spanduk itu.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar