BEGITU lebatnya hujan ini.
Subhanalloh, bagaimana keadaan rumahku? Safro sangat gusar. Dia tidak
melanjutkan perjalanan pulang dari sekolah. Persis di mulut jalan simpang Paya
Manggis dia memberhentikan motonya. Hujan turun seperti dicurahkan serentak dari
langit. "Biasanya berangsur, gerimis baru lebat begini," katanya di
hati. Dan ini sudah hampir setengah jam dia numpang di teras rumah penduduk.
Kebetulan ada rumah kosong di situ.
Setelah sedikit reda, Safro
memaksa melanjutkan. Dia tahu, masih dua km lagi sampai ke rumahnya di kampung
sana. Dari pada rumahku kenapa-kenapa, mendingan aku paksa merempuh hujan ini.
Rumah-rumah di sini pun sudah kebanjiran, katanya. Dia pun tancap dalam hujan
yang sebenarnya masih lebat. Sampai di rumahnya dia sudah kuyup. Tas yang
diletakkan di bawah jok tidak basah. Tapi rumahnya sudah hampir seperti di
tengah sungai. Air sudah masuk ke dalam rumah. Dia melihat ayamnya yang harus
naik ke atas pokok untuk menghindari air.
Subhanalloh, ya Allah lebatnya
hujan ini. Sekali lagi Safro mengucapkan kalimat itu. Dia teringat anaknya di
sekolah dan isterinya di pasar, berjualan. Bagaimana mereka? Dia bertanya pada
diri sendiri. Tanpa menyingsingkan kaki celana, Safro masuk rumah setelah
membuka kunci pintunya. Bisa untuk mandi dan berenang anakku, katanya juga di
hati sendiri. Dia memang sendiri di rumah saat ini.***
Tbk 04122022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar