ADA dalam kantong palstik (kresek) berwarna merah, tadinya. Terletak di atas meja osin, di ruang tengah rumah. Isteri saya mengeluarkannya. Memindahkan ke dalam sebuah tadah. Ternyata ada buah mangga, ada buah mata kucing, di dalamnya. Kata orang sini, buah mata kucing, itu disebut buah tlengkeng. Saya tidak sempat membuka dan melihat kamus untuk mengetahui bahasa Latinnya.
Buah mangga, itu sepertinya tidak satu jenis. Dari ukurannya, ada yang agak besar (rada bulat) dan ada yang lebih kecil, bentuk opal. Warnanya juga tidak sama. Ada yang hijau dan ada pula yang berwarna kuning. Tentu saja semuanya sudah matang. Siap untuk dimakan walaupun tidak kuning semuanya. Saya percaya itu.
Rezeki pagi Kamis (26/05/2022) ini memang tidak kami sangka. Seorang guru, teman mengajar satu sekolah isteri saya, namanya Khairil Anwar mengantarkannya ke rumah. Kata isteri saya, "Suailah, Atin menelpon tadi pagi. Saya heran." Begitu isteri saya tadi mengomentari kedatangan buah-buah itu. Atin adalah sapaan Suprihatin, isteri Khairil Anwar yang pagi-pagi menelpon isteri saya, apakah ada di rumah atau tidak. Tadinya isteri saya heran saja, mengapa tiba-tiba dia menelpon dan tidak pula melanjutkan bicara apapun. Sampai datangnya kantong plastik berisi mangga dan buah mata kucing itu, barulah saya mengerti maksud telpon itu.
Saya langsung mencoba buah mata kucing alias tlengkeng. Manis, rasanya. Dulu, sebelum ada yang menanam di sini, orang sini hanya bisa membeli di Pasar Buah, Puakang yang buah-buahannya kebanyakan datang dari seberang, Malaysia atau Thailand. Kini, sebagian buah-buahan itu sudah banyak ditanam di Karimun ini. Tidak perlu lagi menunggu dari seberang. Termasuk buah mata kucing yang baru saja saya nikmati.
Kalau rezeki memang tidak akan kemana, kata peribahasa bangsa kita. Itu komentar saya sambil menatap buah-buah itu. Orang tua-tua selalu berpesan, bekerjalah mencari rezeki, selebihnya berserah kepada Allah, berhasil atau tidak tergantung rezeki yang sudah diperuntukkan-Nya. Percaya, saja kalau ada rezeki, akan ada hasilnya. Kunci utamanya, usaha.
Saat saya memakan buah ini, saya hanya berpikir sekaligus bertanya dalam hati, mengapa gerangan tiba-tiba Pak Khairil (saya sapa Pak di sini karena dia guru) mengirimkan buah-buah ini. Apakah karena dia berteman dengan isteri saya di SMA Negeri 2 Karimun, atau dia masih ingat gurunya, saya? Khairil (lha, saya tak pakai Pak lagi) memang pernah menjadi siswa saya, dulu, di Tanjungbatu. Begitu juga isterinya, Suprihatin. Dia juga murid saya, dulunya. Nah, apakah karena itu, atau karena ingin berbagi rezeki dengan temannya sesama guru, entahlah. Apapun itu, inilah rezeki di hari libur itu. Alhamdulillah, saya bersyukur saja. Kata agama, jika pandai bersyukur atas nikmat Allah, maka Allah akan menambah rezeki lainnya.
Saya pun, setelah tadi mengetahui buah-buah yang ada di atas meja itu, tadi langsung menulis status di FB untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada keduanya, karena telah mengantarkan buah mangga dan buah tlengkeng alias buah mata kucing ke rumah kami. Semoga Allah menambah lebat buah mangga dan telengkeng yang ada di rumahnya, amin. Terima kasih, Khairil, eh Pak Khairil dan Bu Suprihatin.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar