SEDARI sore menyaksikannya. Saya ingin melihat langsung walaupun hanya melalui layar kaca. Laga semifinal ini pasti lebih sengit dari pada laga-laga sebelumnya di babak penyisihan atau di perempat final. Sebagai penyuka bulutangkis dan negara kita bertarung, maka layaklah duduk --menyediakan waktu-- menyaksikannya sambil berdoa untuk kemenangan Garuda.
Akhirnya saya memutuskan menyaksikan laga semifinal Piala Thomas antara regu Indonesia melawan Jepang. Pertarungan sengit sebelumnya --antara Indonesia dengan China-- saya tidak melihat langsung (live) di televisi. Kebetulan saya ada kegiatan di luar rumah dan tidak tahu persis jadwalnya. Tahunya, Indonesia 'menggilas' negeri Tirai Bambu itu dari berita-berita yang memenuhi media.
Jumat (13/05/2022) sore menjelang magrib, itu saya duduklah dengan tenang di depan televisi. Saya menanti partai pertama, tunggal putra antara Antoni Ginting melawan Kento Momota. Nama-nama itu memang sudah bisa dibaca di media. Dari banyak partai bulutangkis sebelumnya, inilah laga yang benar-benar saya serius menyaksikannya. Sebelum-sebelumnya hanya melihat sebentar lalu meninggalkan layar. Berita bisa didapatkan dari media. Kesibukan membuat waktu harus berbagi.
Dengan debaran jantung yang tak mudah berhenti, ternyata Ginting sukses menyudahi perlawanan Kento Momota. Lalu M. Ihsan- Kevin Sanjaya juga sukses melawan Takuro Hoky- Yugo Kobayashi. Perlawanan partai ini justeru lebih mendebarkan. Jepang justeru unggul terlebih dahulu perolehan angkanya sebelum disalip oleh ganda kita. Benar-benar mendebarkan. Status 2-0 sudah di tangan Garuda. Meskipun membuat gundah sebelum berakhirnya angka, tapi sudah pasti dua partai pertama Indonesia menyabetnya. Tinggal satu partai saja lagi.
Sayangnya dua pahlawan Negara yang tampil berikutnya dapat ditumbangkan oleh pemain Jepang yang memang perlu kemenangan untuk membuka asa ke final. Tunggal kedua Jonathan Christi dan ganda kedua Fajar Alfian- Rian Ardianto menyerah kepada lawan-lawannya. Saya sangat gundah. Menonton sendiri ternyata juga tidak membuat tenang. Hari pun sudah tengah malam. Situasi masih mencekam, khususnya di perasaan saya. Apakah saya akan memaksa membelalakkan mata hingga lewat tengah malam? Saya jernihkan pikiran. Dan memutuskan, tidurlah. Besok dibaca beritanya.
Saya hanya berdoa, tunggal terakhir Rustavito semoga sukses. Sayapun tidur setelah mematikan televisi. Alhamdulillah, bangun subuh saya melihat berita di HP, point penentu Indonesia ternyata disumbangkan oleh Shesar Herin Rustavito yang menekuk Kodai Naraoka. Saya bayangkan partai terakhir ini pasti sengit. Tapi melihat perolehan angka, berarti si-Vito dengan mudah menekuk si-Kodai. Alhamdulillah, ternyata oh ternyata. Kita akan merebut (baca; mempertahankan) kembali pialanya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar