Sabtu, 04 Desember 2021

Bini Safro Kehilangan Jilbab

ITULAH risikonya. Terlalu banyak. Saya sudah berualng-ualng mengatakan, jangan setiap sebentar membeli. Setiap sebentar membeli. Terdengar ada model baru, beli. Memang mau dipakai untuk apa? Seorang guru, kan hanya dipakai untuk sekolah saja. Sesekali untuk acara lainnya. Itu juga tidak banyak. Gerundelan Safro semakin tinggi ketika bininya meropek pagi itu. Kemana itu jilbabku? Safro masih mendengar pekik bininya.

"Mengapa tidak yang lain aja, Tini? Tidak harus jilbab itu, kan? Biar itu juga seragaman, kan penting warnanya? Kalau sudah warnanya sudah sama, ya sudah. Tak harus jilbab itu juga. Pakai aja yang ada. Itu jolbabnya sudah tiga lemari." Akhirnya petir itu meledak juga. Safro tidak bisa menahan ledakan itu. Sduah dari subuh hingga jam mau mau berangkat bininya masih menggerutu menanyakan kemana jilbab khas itu. 

Sesungguhnya yang membuat Safro naik pitam, tidak semata mendengar gerutunya bininya yang kehilangan jilbab putih itu. Sebentar lagi harus berangkat. Bininya belum mandi juga. Keringat karena mencari jilbab itu pasti membuat aroma tidak nyaman. Dan yang paling menyakitkan, bininya belum juga menyeduh kopi pagi yang rutin diseruputnya selepas solat subuh. "Kemana kopiku?" Suara Safro pun pecah.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar

Postingan Terbaru

Sudah 1123 Menuju 1124

CATATAN Kamis (28/11/2024) ini adalah tulisan ke-1124 --wow-- dalam daftar tulisan yang ada di blog saya, 'maribelajar' ini. Beberap...