Foto Google |
Jika tidak mau berbuat disebabkan oleh tidak bisa atau merasa tidak bisa melakukannya tetap saja alasan itu tidak tepat. Merasa bisa atau tidak bisa tetap akan menyebabkan kita tidak berbuat pada saat itu. Bahwa nanti boleh jadi akan berbuat sebagaimana perintah atau permintaan maka kerugian awal sudah di tangan. Waktu yang berlalu adalah waktu yang tidak akan dapat diambil lagi. Waktu akan pergi, kita setuju atau kita tidak setuju.
Jika alasan tidak berbuat disebabkan oleh keputusan tidak ingin berbuat salah, sepintas alasan itu dapat dibenarkan. Jika disuruh memilih melakukan sesuatu dengan risiko kesalahan atau tidak melakukannya dengan alasan menghindari kesalahan pilihn terbaiknya adalah harus tetap melakukannya. Risiko berbuat salah atas sebab melakukan sesuatu itu jauh lebih baik dari pada merasa tidak melakukan kesalahan tapi memang tidak melakukannya.
Inilah makna yang terkandung dalam satu kalimat mutiara yang banyak kita hafal. Ditulis dan diulas di banyak buku. Kalimat mutiara yang saya maksud adalah, "Orang yang tak pernah membuat kesalahan adalah orang yang tidak pernah berbuat apa-apa." Kalimat itu menurut referensi yang kita baca diucapkan oleh Norman Edwin, seorang pncinta alam yang namanya melegenda sebagai penggiat kegiatan alam (Wikipedia). Dari kegiatannya yang cenderung berhadapan dengan berbagai risiko itulah dia menyatakan bahwa berbuat salah dan menghadapi risiko itu tidak harus dihindari dengan alasan takut berbuat kesalahan.
Sebagai guru, pendidik, praktisi literasi, sebagai ilmuwan atau apa saja profesi yang diceburi tidak ada yang tanpa risiko berbuat salah. Berbuat salah atau kekeliruan adalah sifat manusia. Dalam agama disebuat itu sebagai sunnah Tuhan. Menyitir hadits (tindakan dan atau perkataan Nabi Muhammad) dikatakan, "Setiap anak Adam (manusia) berbuat salah. Dan sebaik-baik (orang berbuat) kesalahan adalah orang yang tobat (menyesali perbuatan salahnya)." Artinya tidak ada orang yang akan suci dari kesalahan.
Dengan begitu, benarlah bahwa hanya orang -orang yang tidak berbuat sajalah yang tidak akan berbuat kesalahan. Itupun dalam arti kesalahan atas perbuatannya. Harus pula diingat bahwa 'tidak berbuat apa-apa' pada hakikatnya adalah kesalahan lain yang akan menimpa diri kita. Tuhan memberi amanah hidup pada hakikatnya untuk berbuat dan melakukan sesuatu --kebajikan-- atas amanah yang diberikan. Maka jika tidak berbuat apa-apa, itu berarti kesalahan juga akan menimpa kita.
Jalan terbaiknya adalah tetaplah kita berbuat dan melakukan apapun selama itu adalah perbuatan kebaikan yang kita tahu. Jika dalam proses berbuat baik itu ternyata terjadi kesalahan, atas kesalahan itu sajalah kita akan melakukan perbaikan (tobat). Tidak dengan acuh tak acuh untuk tidak mau melakukannya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar