Minggu, 09 Mei 2021

Berbagi Juga Mesti Berhati-hati

BULAN Ramadhan adalah bulan mulia yang di dalamnya banyak hikmah. Bulan Ramadhan juga mampu mengubah sikap kita. Katakanlah dalam beribadah, dalam Ramadhan kita cenderung lebih antusias. Itu baik-baik saja.

Antusiasme beribadah juga terasa dan terlihat misalnya gairah untuk berinafak atau bersedekah. Pembayaran zakat (tahunan) juga cenderung dilakukan di bulan Ramadhan walaupun di bulan lain juga boleh dengan hitungan tetap satu kali dalam satu tahun. Gairah berinfak sangatlah baik karena pahala memberikan sebagian rezeki itu sangatlah besar. Pada surah Al-Baqarah ayat 261, misalnya Allah mengumpamakan orang yang berinfak itu bagaikan menanam satu benih lalu tumbuh dan berlipat ganda hasilnya,

Fimran Allah, “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. Seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai. Pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas, Mahamengetahui.”

Atas dasar firman itulah salah satunya kita tidak ragu untuk berbagi kepada fakir miskin. Justeru gairah itu tumbuh, apalagi di bulan mulia, Ramadhan. Kata guru-guru dan para ustaz berpesan, tidak mungkin kita jatuh miskin karena berinfak.

Perumpamaan bagai sebutir benih menumbuhkan tujuh tangkai, dan dari tiap tangkainya menghasilkan seratus biji berarti menjadi kelipatan tujuh ratus dari setiap apa yang kita berikan. Maka layaklah kita bergairah bersedekah di bulan mulia bahkan di bulan lainnya.

Dalam posisi memberi inilah kita juga diingatkan oleh Allah untuk berhati-hati. Memberi tetap berhati-hati, begitulah kira-kira tepatnya pesan itu. Mengapa harus berhati-hati? Karena Allah jua yang mengingatkan dalam ayat lanjutan di atas. Di ayat 262-263 surah yang sama kata Allah, “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di Jalan Allah, kemudian dia tidak mengiringi apa yang dia nafkahkan itu dengan menyebut-nyebut dan menyakiti perasaan penerima, mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada rasa takut pada diri mereka. Dan mereka tidak bersedih hati.” Jelas sekali pesannya.

Dengan kalimat lain, mari berbagi, tapi jangan menyakiti perasaan orang yang diberi. Boleh jadi kita tidak menyadari bahwa cara kita memberi malah membuat sakit hati penerima. Contoh sederhana misalnya dengan mengumumkan, “Sumbangan anak yatim piatu. Kepada para anak yatim, silakan maju.” Mengapa harus dengan suara dan pernyataan begitu gambalng menyebutkan kepada umum bahwa mereka adalah orang miskin, anak yatim, orang fakir dan lain sebagaimnay. Yakinakah kita bahwa mereka tidak sakit hati?

Kelihatannya itu sepele. Boleh jadi niatnya juga bukan ingin memalukan. Tapi karena cara dan strategi memberinya tidak membuat yang menerima nyaman maka tetap saja itu tidak sesuai dengan tuntunan Allah di ayat itu tadi. Intinya jangan sampai membuat sakit hati, karena perasaan sakit hati itu akan menghapus kembali pahala yang Allah janjikan kepada pemberi. Semoga kita selalu berhati-hati dalam memberi.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar

Postingan Terbaru

Ramadan, Puasakah Aku?

Sudah kutahan tidak makan seharian Sudah kutahan pula tidak minum seharian Lama, sangat lama Sedari imsak hingga ke tennggelam surya ...