KINI Indonesia hanya mempunyai satu Bank Syariah, Bank Syariah Indonesia (BSI). Tadinya ada beberapa Bank Syariah yang antara satu dengan lainnya saling terpisah. Ada Bank Syariah dengan nama BRI (Bank Rakyat Indonesia) Syariah, Bank Negera Indonesia (BNI) Syariah dan Bank Mandiri Syariah. Kini, ketiga bank itu dimerger menjadi satu, PT Bank Syariah Indonesia Tbk dengan total aset sekitar Rp 239,56 triliun. (https://hajinews.id/2021/02/01/bank-syariah-indonesia-resmi-beroperasi-simak-prospeknya/). Ini yang plat merah. Bank swasta juga ada bank syariahnya.
Tentang prospek bisnis Bank Syariah, seperti diberitakan situs ini, mengutip pernyataan senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menyatakan, prospek bisnis syariah masih cerah ke depannya mengingat Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas muslim. Ini kita tahu. Bahkan jumlah muslim Indonesia adalah jumlah terbesar dari muslim di Negara manapun di dunia.
Tambahan prospektif cerah dari Bank Syariah di Indonesia adalah fakta di beberapa daerah, masyarakat juga memiliki kecenderungan untuk memilih bank syariah sebagai bank pilihan untuk menempatkan dana dan meminjam fasilitas. Penjelasan ini juga penjelasan yang dimuat situs yang saya kutip.
Sesungguhnya bagi kita guru, tidak terlalu penting merger ketiga bank ini. Mau sendiri-sendiri atau mau bergabung seperti saat ini, itu hanya otoritas perbankanlah yang lebih mengetahui perlu atau tidaknya. Mereka pula yang memutuskannya. Lalu bagi kita? Nah, untuk beberapa sekolah atau Dinas Pendidikan yang selama ini sudah menjalin kerja sama dengan salah satu bank itu, di sinilah sedikit banyak kita perlu mengetahui. Boleh jadi kebijakan ini mengingatkan kita kepada kebijakan mengganti rekening guru atau karyawan sekolah dari satu bank ke bank lainnya.
Saya ingat, sejak dimulainya pembayaran gaji oleh atau melalui bank beberapa tahun lalu, maka pembayaran tunai oleh bendahara sekolah kepada guru tidak lagi berlaku sejak itu. Para guru atau pegawai TU akan menerima gaji melalui pemyaran non tunai di rekening bank masing-masing guru atau pegawai. Mula-mula Pemerintah melayani pegawai dengan menerima semua rekening guru atau pegawai di bank apapun untuk menampung gaji guru atau pegawai. Setiap guru atau pegawai yang kebetulan sudah memiliki buku tabungan di salah satu bank maka rekening bank milik guru itu tinggal dilaporkan saja kepada bendahara. Bendahara melaporkan ke instansi di atasnya. Gajipun akan masuk pada bulan depannya.
Pada periode berikutnya, keibijakan kepemilikan rekening untuk gaji tidak lagi ditentukan oleh pegawai sendiri. Belakangan Pemerintah yang menentukannya. Artinya, para guru atau pegawai harus membuka rekening di bank tertentu yang ditentukan oleh Pemerintah. Maka mulailah ada sedikit keluhan dari guru atau pegawai yang merasa rekening banknya masih aktif tetapi tidak bisa dipakai menampung gaji. Maka guru harus ikhlas membuka rekening lain dan akan mematikan salah satu rekeningnya. Atau bisa juga membiarkan hidup dengan risiko membayar iyuran administrasi setiap bulan. Ini pernah terjadi.
Sesungguhnya perubahan yang terjadi jika hanya satu kali saja, itu tidaklah masalah. Nyatanya pernah juga terjadi keharusan membuka rekening lagi meskipun rekening yang ada masih aktif. Ini terjadi karena ternyata kerja sama antara bank dengan Pemerintah juga berubah. Perubahan ini menyebabkan guru atau pegawai wajib membuka lagi rekening lainnya. Saya sendiri, selama menjadi PNS pernah merasakan beberapa kali keharusan menngganti rekening untuk menampung gaji atau tunjangan yang menjadi hak. Apakah di tempat lain juga ada, saya tidak tahu. Dan sejak saya pensiun empat tahun yanbg lalu, saya tidak tahu lagi apakah masih ada kebijakan perubahan rekening seperti ini.
Semoga saja kebijakan Pemerintah untuk menggabungkan ketiga bank syaraiah ini tidak berimplikasi keharusan perubahan rekening para guru lagi. Pasti terasa mubazir jika harus membuka rekening baru untuk menampung gaji guru atau pegawai TU di sekolah.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar