TIGA hari menjelang hari H, gotong royong (goro) keluarga untuk menguras air kolam ikan di belakang rumah, ada pemandangan tak biasa di dalam kolam ikan rumahan itu. Persisnya hari Jumat (03/07/2020) itu awal mulanya. Saya menyebut kolam ikan rumahan karena itu sebenarnya bukanlah kolam ikan yang sebenarnya, sesuai ukuran idealnya. Asal-usul kolam itu pun bukan dari sebuah perencanaan kolam ikan. Tapi memang ada ikannya.
Saya melihat seekor
ikan nila mengambang mati. Di kolam itu hanya ada ikan nila saja. Mungkin airnya sudah kotor lagi, bisik saya di dalam hati. Besoknya dua ekor
lagi. Saya berpikir, ini masalah. Tidak boleh dibiarkan lama. Lalu diniatkan dan direncanakan untuk dikuras. Dan akhirnya memang dikuras
airnya.
Niatnya tentu untuk membersihkan. Setelah satu-dua hari belakangan, kami
membicarakan beberapa ekor ikan yang mengambang di kolam belakang rumah, itu dan kami ingin menguras air kolam itu. Sudah empat ekor yang mati dalam tiga hari.
Sementara ini kami hanya menduga-duga mengapa dia mati. “Mmungkin ikannya keracunan karena airnya yang sudah sangat kotor.
Atau boleh jadi karena kelebihan kapasitas.” Saya dan isteri menduga begitu
saat kami membicarakannya.
Ikan nila di kolam belakang rumah itu memang termasuk cepat
beranak-pinaknya. Dan jika sudah terlalu banyak, kami biasanya menguras airnya untuk
dibersihkan dengan mengganti airnya. Lalu sebagian yang agak besar akan kami
asingkan (tidak dimasukkan lagi) untuk dimasak sebagai lauk, tentunya. Dengan
begitu ikannya tidak terlalu bersempitan di dalam kolam berukuran setengah
meter (lebar) dan panjang tiga meter dengan kedalaman kurang dari satu meter
itu.
Kolamnya sendiri sungguhnya bukanlah kolam ikan yang
disengaja dibuat untuk kolam ideal. Dulu, kolam, itu hanyalah parit (longkang)
yang terletak menyusuri pagar di belakang rumah kami. Karena di sebelahnya ada
lobang septitank yang tidak jadi dipakai untuk pembuangan kotoran itu, dan
justeru menjadi bak ikan, akhirnya parit di sampingnya itu diisi air juga.
Jadilah kolam ikan untuk jenis ikan nila itu sedangkan yang satunya dipakai
untuk jenis ikan lainnya. Sudah beberapa kali kami menguras kedua kolam itu
sejak dibuat dan diisi ikan belasan tahun yang lalu.
Ahad (05/07/2020) kemarin kami serumah melaksanakan Goro
(Gotong Royong) Keluarga menguras bak ikan itu. Judul Goro itu yang paling tepat
tentu saja Kuras Airnya, Tangkap Ikannya. Menguras air kolamnya adalah untuk
membersihkan. Sedangkan menangkap ikannya tentu saja untuk dimasak buat makan
siangnya. Sekeluarga kami merapat ke kolam. Tentu saja isteri saya tidak ikut
menimba dan mengangkat air kolam itu. Dia cukup menonton memberi semangat saya
dan dua anak saya, Ery dan Opy. Bahkan dia sambil menggendong cucu melihat kami
bekerja, berbasah-basah. Heh, asyik juga.
Puluhan bahkan mungkin ratusan ember seukuran lima liter air
bergantian diangkat oleh Ery dan Opy dari kolam. Saya sendiri ikut membantu
dengan ember lain yang lebih kecil. Sangat berat menimba air kolam dengan cara
manual begitu. Tapi harus tetap dilakukan. Air kolam yang lebih tepat disebut
bak, itu harus dikuras habis. Ikan-ikan yang bergeleparan menjelang air kian
sedikit ditangkap menggunakan tangguk berjaring benang nilon. Setiap ikan yang
ditangkap dimasukkan ke dalam ember-ember berisi air untuk membuatnya bertahan
hidup sebelum dimasukkan kembali ke kolam yang airnya sudah diganti. Tujuannya agar ikan-ikan yang lebih kecil bisa bertahan dulu sebelum
nanti kembali di masukkan ke dalam kolam.
Sangat membahagiakan rasanya bersama anak-anak dan isteri di
hari libur, di ujung pekan itu. Butuh waktu hampir tiga jam untuk menguras air
dari kedua bak, eeh kolam ikan itu. Si Ery saya lihat begitu bersemangat di
bagian dalam kolam. Sedangkan Opy menyambut ember yang sudah diisi abangnya
untuk dibuang airnya. Sekali lagi, sangat membanggakan menyaksikan keduanya
bekerja menguras air kolam itu.
Setelah airnya hampir terkuras semuanya, ikan-ikan yang
berukuran besar pun sudah dipisahkan, akhirnya ikan-ikan lainnya kembali
dimasukkan ke dalam kolam. Beberapa ekor ikan patin, kami berikan secara gratis
ke beberapa tetangga di sekitar rumah kami. Semoga mereka senang menerima ikan
yang hampir berbobot dua kg per ekor itu. Saya dan isteri tentu saja sangat
bangga dapat berbagi hasil kolam itu dengan tetangga yang ada.
Untuk ikan nila kami menangkap (memisahkan) hampir dua kg
atau 10-an ekor. Ikan nila memang lebih kecil ukurannya. Sedangkan untuk kolam
satunya, kami menangkap empat ekor ikan patin dari 10-an ekor patin yang masih
ada di dalam kolam. Diambil yang besar, yang beratnya seukuran dua kg per ekor.
Tidak disangka kalau ikan itu sudah begitu besarnya setelah di sana cukup lama.
Saat pertama memasukkannya, dulu ukuran ikan patin itu masih sebesar telunjuk
jari orang dewasa. Kini, sungguh besar. Alhamdulillah, untuk lauk makan siang
kami sudah tidak harus ke pasar lagi.***
Juga di:
https://mrasyidnur.gurusiana.id/article/2020/7/kuras-airnya-tangkap dan https://www.tanaikarimun.com/2020/07/kuras-airnya-tangkap-ikannya-catatan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar