Rabu, 13 Mei 2020

Tarawih dan Sahur Bersama Cucu: Indahnya Itu, Di Sini

SEKURANG-kurangnya kehadiran si-kecil Caca ( 1 tahun), Asyura (3 tahun) dan abangnya, Akiif  (6 tahun) selama Ramadhan di musim covid-10 mewabah, ini membuat suasana Ramadhan di rumah sedikit berbeda. Suka atau tidak suka justeru ini terasa juga leganya ketika si-Cucu itu ikut bersama. Terkhusus saat solat tarawih dan ketika makan sahur, mereka menjadi bintangnya.


Saat tarawih bersama, misalnya si bungsu itu merangkak ke sana ke mari mengelilingi kami yang sedang berdiri solat. Sekali-sekali dia berdiri dengan memagang salah seorang di antara kami. Kadang ayahnya, kadang neneknya yang menjadi tempat tumpuan berdirinya. Caca sendiri belum bisa berjalan. Baru bisa belajar berdiri.

Sejak covid-19 alias corona pertama diketahui menginfeksi salah seorang anak bangsa di awal Maret lalu hingga corona benar-benar membuat merana kita hingga hari ini, ternyata corona membuat suasana di rumah kita dan di mana saja menjadi berubah. Memang, tidak hanya orang Indonesia, tapi seluruh Negara di muka bumi ini terkena. Jumlahnya saja yang berbeda. Dan kita masyarakat ini yang beraktivitas dengan berbagai kegiatan, merasakan perubahan itu. Termasuk saya dan keluarga, merasakan perubahan itu.

Seperti sudah kita ketahui bahwa Pemerintah membuat kebijakan untuk tidak membolehkan rakyatnya bebas beramai-ramai seperti biasa. Termasuk solat berjamaah di masjid atau musolla. Dan akibatnya masyrakat harus solat di rumah. Berjamaah di rumah saja. Bahkan bekerja (kantor) pun harus di rumah. Targetnya, memutus penularannya. Itulah yang saya dan keluarga lakukan selama Ramadhan bersama covid-19 ini.

Saya dan isteri sejak satu Ramadhan hingga dua pertiga Ramadhan kami tetap di rumah. Nah, di sinilah sedikit ada leganya. Tiga cucu saya itu. Karena solat di rumah, anak saya (Kiky) dan suaminya (Ade) datang ke rumah (dia kebetulan berumah tidak jauh dari rumah kami) saya untuk ikut solat tarwih bersama. Saat-saat mereka boyongan inilah yang membuat hati Atok-Nenek sumringah karena cucu-cucu itu datang bersama. Solawat tarawih pun menjadi ramai dan membuat perasaan begitu senang. Senangnya itu, di sini, hmm.

Salah satu dari cucu saya, Akiif (yang tertua) sering tidurnya juga bersama Atok-Nenek. Tidak hanya solat tarawih berjamaah bersama-sama dengan Mak-Ayahnya dengan kami, tapi terkadang dia tetap di rumah dan tidur di rumah kami juga. Lha, sahur otomatis bersama kami, tentunya. Tidak dengan orang tuanya yang pulang ke rumahnya setelah solat tarawih.

Sahur-sahur yang dilalui Akiif bersama kami selalu juga membuat heboh. Lho? Hebohnya itu di sini juga. Karena begitu susahnya membangunkan si-Abang. Tidak cukup setengah jam proses membangunkannya. Bayangkan begitu lamanya. Sejak pukul 04.00 itu hingga pukul 04.30-an terkadang belum tuntas juga proses membangunkannya. Masih malas bangun juga. Terkadang setelah didudukkan, malah tertidur lagi. Tidak jarang bangun sahurnya setelah kami semua selesai makan. Dan jangan tanyakan, apakah sahurnya setelah masuk subuh? Itu juga pernah. Begitulah, Akiif.

Meskipun demikian, Atok dan Nenek tetaplah senang ditemani cucu makan sahur. Dua anak saya (laki-laki) lainnya terkadang sudah tuntas makan sahunyr, si Cucu masih termenung dengan piring berisi nasinya. Begitulah asyiknya makan bersama cucu.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar

Postingan Terbaru

Ramadan, Puasakah Aku?

Sudah kutahan tidak makan seharian Sudah kutahan pula tidak minum seharian Lama, sangat lama Sedari imsak hingga ke tennggelam surya ...