HARI Ahad (24/05/2020) ini adalah
hari istimewa, hari berbahagia, 1 Syawal 1441 H. Hari Iedul Fitri bagi mukmin-mukminat yang berpuasa. Setelah
satu bulan menjalankan perintah berpuasa, kemarin –Sabtu— itu Ramadhan pun berpisah.
Tahun ini muslim Indonesia penuh 30 hari berpuasa karena pada hari yang ke-29 menurut
Tim Rukyat belum kelihatan anak bulan. Hari Raya Iedul
Fitri yang selalu
ditunggu oleh umat Islam yang berpuasa pun tiba. Resminya setelah Sidang Isbat
Jumat (22/05/2020) malam mengumumkan bahwa awal Syawal itu jatuh pada hari Ahad
ini.
Seharusnya solat Iedul Fitri
–berjamaah—ini dilaksanakan di Masjid atau di Lapangan. Begitulah sunnahnya. Begitu
pula setiap tahunnya dilaksanakan. Sesungguhnya solat Hari Raya tidak hanya
kesempatan melaksanakan solat sunat muakkad setahun sekali saja. Tapi pada
momen Hari Raya (Iedul Fitri dan Iedul Adha) ada kesempatan mempererat ikatan
silaturrahim. Kesempatan berjumpa yang jarang ada, pada momen Hari Raya adalah
kesempatannya. Setelah solat bersama, orang akan berjabat tangan dan saling
memaafkan secara langsung. Itulah salah satu hikmah mengapa harus berjamaah di
masjid atau di lapangan.
Pada Iedul Fitri tahun ini
sedikit berbeda. Masyarakat muslim Indonesia bahkan dunia tidak semuanya
leluasa melaksanakan solat berjamaah sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Di
banyak daerah (tempat) di Indonesia, sesuai dengan ketentuan Pemerintah dalam
rangka penanganan penularan covid-19, ini solat Iedul Fitri tidak dibenarkan di
masjid atau di lapangan. Jika ada yang dibolehkan karena dinilai sudah
terkendali, juga ada syarat protokoler kesehatan yang sudah ditetapkan
Pemerintah untuk dijalankan.
Saya dan keluarga, seperti juga
masyarakat lainnya di Kabupaten Karimun termasuk daerah yang oleh Pemerintah
ditetapkan sebagai daerah yang belum dibenarkan solat berjamaah di masjid dalam
jumlah yang ramai. Maka saya dan keluarga melaksanakan solat Ied ini di rumah
saja. istimewanya, kali ini saya (bersama isteri, anak, menantu dan cucu) dapat
bergabung dengan keluarga isteri saya (ayah, emak dan adik-adik ipar bersama
anak-anak mereka). Tidak kurang 13 orang dewasa plus 7 orang anak-anak. Kami
solat di ruang tengah rumah tempat saya dan isteri serta dua orang anak saya
tinggal. Tentu saja ini hikmah tersendiri, kami yang biasanya bertemu setelah
solat di tempat masing-masing, kini justeru bisa solat di satu tempat.
Saya sendiri bertindak menjadi
imam sekaligus sebagai khatib. Jika pada Hari Raya tahun-tahun sebelumnya lebih
sering saya mengimami jamaah di masjid, kini Allah tentukan hanya keluarga besar
kami saja yang harus saya imami. Alhamdulillah. Dengan solat di rumah sendiri,
tentu saja protokoler dan ketentuan di masjid atau di lapangan (waktu memulai
dan lamanya waktu solat dan khutbah) cukup kami saja yang menentukan. Tidak
harus mengikuti ketentuan pengurus masjid.
Pukul 07.00 kami sudah
bersiap-siap sebagaimana sudah kami sepakati sebelumnya. Mertua saya (ayah dan
emak) yang bertempat tinggal di kampung yang berbeda --saya di Wonosari, mertua
saya di Kampung Bukit tapi sama-sama di Kecamatan Meral-- sudah hadir di rumah saya. Begitu juga adik-adik
ipar saya (Azhar, Azmi dan Aini, masing-masing bersama isteri dan suami serta
anak-anak meerka) juga sudah hadir. Sambil menunggu anak saya (Kiky juga di
rumah yang berbeda) yang masih mengurus anaknya kami isi dengan takbir.
Tepat pukul 07.20 solat Iedul
Fitri berjamaah sekeluarga (besar) kami laksanakan. Mas Hadi (suami Aini, adik
isteri saya) menjadi bilal kali ini. Meskipun tidak seramai di masjid, jumlah
20-an orang itu tenu saja sudah cukup ramai dalam solat Ied di rumah ini.
Sesuai ketentuan, jika ada tiga atau empat orang saja, solat Ied ini sudah
dapat dilaksanakan secara berjamaah. Sementara jumlah kami sudah jauh melebihi
jumlah itu.
Selesai solat dan khutbah, kami
melanjutkan dengan bersalam-salaman. Bersalaman pada Iedul Fitri kali ini juga
sedikit istimewa kami lakukan. Jika pada Hari Raya yang sebelumnya kami datang
ke rumah ayah-emak setelah kami solat di tempat lain, kini kami langsung
bersalaman pasca solat ini. Itupun kami lakukan dengan tertib, dengan meminta
ayah-emak duduk di kursi lalu kami beratur dari anak yang tertua menyalami
kedua orang tua kami. Karena isteri saya adalah anak tertuanya, maka saya dan
isteri saya yang pertama menyalami kedua orang tua kami. Berturut-turut diikuti
Azhar dan isteri serta anaknya. Lalu dilanjutkan oleh Aini dan suami/
anak-anaknya, Azmi dan isteri serta anak-anaknya, dan terakhir anak-anak saya
sendiri dan suami serta anak-anaknya. Setiap yang sudah bersalaman, langsung
duduk di sebelah kanan ayah-emak untuk juga disalami bergantian.
Sungguh satu hikmah yang luar
biasa juga kami dapat melaksanakan solat Ied bersama dalam keluarga besar kami.
Corona membuat kami bersatu dalam satu tempat untuk melaksanakan solat Ied
berjamaah. Allah tidak menciptakan sesuatu kecuali ada hikmahnya.***
Alhamdulillah. Selamat hari raya idul fitri. Mohon maaf lahir dan batin.
BalasHapusYa, Om Jay. Selamat Idulfitri, semoga kita sehat selalu.
BalasHapus