RUTINITAS politik di suatu daerah --termasuk secara Nasional-- adalah kenyataan yang tidak mungkin dipungkiri. Sebuah negara demokratis, akan ditandai oleh pelaksanaan kegiatan politik seumpama Pemilu atau Pilkada, misalnya. Undang-undang menentukan begitu untuk terbentuknya pemerintahan baik dan demokratis juga. Dari presiden hingga bupati di eksekutif dan dari DPR-RI sampai ke DPRD (Kabupaten) di legislatif akan selalu dipilih sesuai periode pemilihannya dalam ajang Pemilu atau Pilkada.
Menjelang Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) serentak yang akan digelar pada Desember 2015 ini, kesibukan persiapan menghadapi Pilkada mulai terasa di mana-mana. Di seluruh Indonesia, dengan 34 kota dan 224 kabupaten yang akan ikut bertarung nanti, dapat dibayangkan berapa banyak calon bupati dan wakilnya, calon wali kota dan wakilnya serta calon guebrnur dan wakilnya yang akan bertarung. Menurut berita di laman http://www.kpu.go.id/ bahwa untuk Pilkada serentak yang pertama dalam sejarah politik Indonesia nanti itu, ada 810 pasangan calon bupati, wali kota dan gubernur yang tersebar di 268 daerah tingkat I dan II se-Indonesia yang terdaftar.
Untuk di Provinsi Kepri, misalnya selain akan ada pemilihan gubernur/ wakil juga akan ada pemilihan bupati dan wali kota. Yang sudah terdaftar untuk gubernur ada pasangan Muhammad Sani - Nurdin Basirun dengan jargon 'sanur' serta pasangan Suryo - Ansar. Sementara untuk kabupaten Karimun (tempat saya bermastautin) akan ada pasangan Aunur Rafiq - Anwar Hasyim (Arah) dan pasangan R. Usman dan Zulkaenen. Jika di provinsi kedua pasangan adalah patahana alias incunbent gubernur dan wakilnya yang sudah mencari pasangan masing-masing maka di Karimun salah satunya adalah aincumbent, pasangan Aunur Rafiq- Anwar Hasyim.
Bagi kita rakyat, tentu saja tidak akan mempermasalahkan siapa dan dari mana calonnya. Suku apa atau dari partai mana mereka, juga tidak perlu dan tidak ada gunanya untuk dipermasalahkan. Sah atau tidak, itu bukan urusan orang ramai. Untuk keabsahan calon gubernur, wali kota dan bupati sepenuhnya menjadi wewenang KPU (Komisi Pemilihan Umum) saja. Rakyat seperti kita tidak ada urusan dengan itu. Kita hanya diberi hak suara untuk memilih salah satu pasangan yang kita harapkan menjadi pemimpin kita. Itu saja.
Suka atau tidak suka, kita memang akan memilih salah satunya jika suara kita ingin sah dan berlaku dalam pemilu itu. Bahwa kita menyukai kedua-dua atau kesemua pasangan calon, atau sebaliknya kita tidak menyukai satu pun, itu pun hak kita. Dan jika kita ternyata hanya menyukai salah satu calon dari banyak calon yang ada, itu pun hak kita untuk menentukannya. Dalam pemilu, kita benar-benar bebas menentukan pilihan. Yang harus menjadi keputusan, kita memilih siapa? Inilah pertanyaan yang harus dijawab di bilik suara nanti.
Tentu saja tidak salah jika kita membuat kriteria siapa yang akan kita pilih atas dasar kriteria yang kita tentukan sendiri pula. Yang pasti, beberapa kriteria berikut dapat dipertimbangkan untuk menjadi dasar pilihan kita. Misalnya, 1) Komitmen dan integritasnya dalam membangun daerah atau bangsa kita. Mengingat calon pemimpin ini akan menjadi wakil kita dalam membuat berbagai keputusan, maka haruslah dijadikan dasar utama atas integritas dan komitmennya dalam membangun bangsa, daerah atau masyarakatnya.
Kriteria lain, milsanya 2) Keyakinan atau agama yang dianutnya. Walaupun tidak ada keharusan menjadikan agama sebagai kriteraia dalam menentukan pilihan, tetaplah sangat baik jika kita tetap memakainya. Sebagai negara dengan dasar ketuhanan sebagai azas negara, artinya negara kita mengutamakan agama dalam menentukan sikap bernegara dan berbangsa. Maka jika kita tidak yakin dengan agama seseorang, sementara dia akan menjadi pemimpin kita, na'uzubillah, lebih baik kita tidak memilihnya. Benar, kita tidak tahu persis keberagamaan seseorang. Tapi penampilan dan kebiasaan sehari-harinya, informasi dari kanan-jkirinya, perlu menjadi pertimbangan. Pokoknya jangan memilih pemimpin yang agamanya kita ragukan.
Tentu masih banyak yang dapat dijadikan kriteria dalam menentukan pilihan kita. Catatan sejarah hidupnya yang berindikasi bersih, terutama dari korupsi, perlu juga dipakai sebagai dasar memilih. Hartanya yang melimpah bukan jaminan seseorang akan anti korupsi. Harta pasti tidak akan menentukan jika catatan sejarah hidupnya belepotan noda korupsi atau catatan buruk lain seperti suka berjudi atau tidak.
Kriteria lain, bisa juga dari sikap kepemimpinannya, ketegasannya, adil dan dapat dijadikan panutan. Ah, saya yakin ini akan dapat dikembangkan sedemikian banyak dan luas. Yang jelas, setiap kita tidak ingin memilih pemimpin yang hanya sekadar mengejar jabatan saja. Apalagi kalau calon pemimpin itu sampai tega menghalalkan segala cara demi jabatan, maka ini jelas tidak harus dipilih.
Lalu siapa yang akan Anda pilih dalam Pilkada di daerah masing-masing? Mari ditepuk dada, ditanya pula selera. Ingat, sekali coblos dalam beberapa detik atau menit di bilik suara nanti, akan menentukan jalannya pemerintahan dalam lima tahun ke depannya. Hanya beberapa detik, tapi penentu untuk beberapa tahun. Akankah memilih dengan cerobih tanpa perhitungan? Semoga kita tidak salah pilih!***
Kriteria lain, milsanya 2) Keyakinan atau agama yang dianutnya. Walaupun tidak ada keharusan menjadikan agama sebagai kriteraia dalam menentukan pilihan, tetaplah sangat baik jika kita tetap memakainya. Sebagai negara dengan dasar ketuhanan sebagai azas negara, artinya negara kita mengutamakan agama dalam menentukan sikap bernegara dan berbangsa. Maka jika kita tidak yakin dengan agama seseorang, sementara dia akan menjadi pemimpin kita, na'uzubillah, lebih baik kita tidak memilihnya. Benar, kita tidak tahu persis keberagamaan seseorang. Tapi penampilan dan kebiasaan sehari-harinya, informasi dari kanan-jkirinya, perlu menjadi pertimbangan. Pokoknya jangan memilih pemimpin yang agamanya kita ragukan.
Tentu masih banyak yang dapat dijadikan kriteria dalam menentukan pilihan kita. Catatan sejarah hidupnya yang berindikasi bersih, terutama dari korupsi, perlu juga dipakai sebagai dasar memilih. Hartanya yang melimpah bukan jaminan seseorang akan anti korupsi. Harta pasti tidak akan menentukan jika catatan sejarah hidupnya belepotan noda korupsi atau catatan buruk lain seperti suka berjudi atau tidak.
Kriteria lain, bisa juga dari sikap kepemimpinannya, ketegasannya, adil dan dapat dijadikan panutan. Ah, saya yakin ini akan dapat dikembangkan sedemikian banyak dan luas. Yang jelas, setiap kita tidak ingin memilih pemimpin yang hanya sekadar mengejar jabatan saja. Apalagi kalau calon pemimpin itu sampai tega menghalalkan segala cara demi jabatan, maka ini jelas tidak harus dipilih.
Lalu siapa yang akan Anda pilih dalam Pilkada di daerah masing-masing? Mari ditepuk dada, ditanya pula selera. Ingat, sekali coblos dalam beberapa detik atau menit di bilik suara nanti, akan menentukan jalannya pemerintahan dalam lima tahun ke depannya. Hanya beberapa detik, tapi penentu untuk beberapa tahun. Akankah memilih dengan cerobih tanpa perhitungan? Semoga kita tidak salah pilih!***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar