Sabtu, 09 November 2013

Borobudur, Indahnya Janganlah Terganggu

KEKAGUMAN yang selama ini ada di hayalan, hari ini, Jumat (8/ 11) dapat saya buktikan. Hari ketiga perjalanan Karimun- Malang- Jogya ini kami sampai ke Candi Borobudur. Setelah memakai kain batik, khas pengunjung yang akan naik ke situs bersejarah itu, saya dan teman-teman akhirnya sampai ke puncaknya. Tinggal stupa terakhir yang tidak kami naiki. Itupun karena ada larangannya.

Sangat mengagumkan. Pemandangan ke penjuru manapun dari puncak candi itu sungguh menyenangkan dan mengagumkan. Gunung-gunung disapu kabut pagi membuat perasaan lega menatapnya. Puluhan turis dari mancanegara sudah memenuhi puncak candi sepagi itu. Saat itu baru pukul 08.30 WIB.

Buat yang sudah berulang-ulang ke sana, tentu saja tidak ada yang baru di situ. Dari dulu hingga kini Borobodur tetap seperti itu. Tapi buat saya pribadi --beberapa teman rombongan juga ada yang datang untuk kedua kali-- ini adalah catatan penting dalam sejarah hidup saya. Di usia yang sudah tidak muda, saya memang terlambat berkesempatan hadir di sini.

Pagi inilah saya melihat secara langsung tentang banyaknya arca patung itu yang sudah tidak berkepala lagi. Selama ini saya membaca di berita tentang ulah tangan jahil yang mencuri kepala patung-patung itu. Menjadi pertanyaan memang, mengapa kepala patung-patung yang sama sekali tidak mengganggu itu harus diganggu. Mengapa harus dibuang atau dipindah ke tempat lain?

Sangat jahat pencuri itu, jika tujuannya memang untuk mencuri. Menurut informasi informasi, konon kepala-kepala patung itu memang sengaja dicuri oleh orang-orang tertentu. Lalu dijual dan disimpan oleh orang yang tidak berhak untuk itu.

Selain banyak patung yang tidak berkepala lagi, saya juga baru untuk pertama kali membaca tulisan yang berbunyi begini, 'c. 1000 tahun lalu' yang menjelaskan tentang gambar prasejarah, Lukisan Perahu Prasejarah di Gua Kabori, Muna, Sulawesi Tenggara di salah satu ruang musium di kompleks Borobudur. Tulisan itu sama sekali tidak menyebut 1000 tahun sejak kapan? Apakah sejak sebelum masehi atau sejak kapan?

Kalau tahun sekarang kita membacanya, tentu saja maknanya adalah tahun 1013 lalu dibuatnya lukisan itu. Tapi jika nanti dibaca pada tahun 2000 atau tahun 3000? Tentu saja tulisan penting itu sangat menyesatkan. Perlu diperbaiki oleh pengelola musium agar  dia tidak menyesatkan.

Setelah berkeliling di seputaran area Borobudur, menjelang keluar saya juga melihat penjual dagangan asesori dan berbagai cindra mata khas Borobudur dan Jogya umumnya. Tapi yang mengganggu adalah masih ada para pedagang yang menjajakan dagangannya secara tidak teratur di taman-taman itu. Padahal di area menjelang keluar sudah ada kedai-keidai khusus. Lalu mengapa ada lagi yang berjualan di sembarang tempat? Itu jelas tidak membuat indah area Borobudur. Apakah mereka itu dibolehkan berjualan secara liar begitu? Entahlah. Tapi menurut keterangan pengelola trevel yang membawa rombongan kami, itu disebabkan warung-warung yang ada itu tidak mencukupi dan sewanya juga mahal. Saya tidak tahu.


Yang pasti, keindahan Borobudur yang sangat tersohor ke seluruh dunia itu diharapkan tidak ada yang membonceng untuk mengurangi kenikmatan para pengunjungnya. Sebagai warga negara, tentu saja semua kita harus merasa ikut untuk memelihara dan merawatnya. Bukan hanya pengelola saja.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar

Postingan Terbaru

Pertemuan Bulanan IPHI Edisi November, Lancar

PERTEMUAN Bulanan IPHI (Ikatakan Persaudaaraan Haji Indonesia) Kabupaten Karimun edisi November 2024, Ahad (10/11/2024) berjalan lancar. Dih...