KEKAGUMAN yang selama ini ada di hayalan, hari ini, Jumat (8/ 11)
dapat saya buktikan. Hari ketiga perjalanan Karimun- Malang- Jogya ini kami
sampai ke Candi Borobudur. Setelah memakai kain batik, khas pengunjung yang
akan naik ke situs bersejarah itu, saya dan teman-teman akhirnya sampai ke
puncaknya. Tinggal stupa terakhir yang tidak kami naiki. Itupun karena ada
larangannya.
Sangat mengagumkan. Pemandangan ke
penjuru manapun dari puncak candi itu sungguh menyenangkan dan mengagumkan.
Gunung-gunung disapu kabut pagi membuat perasaan lega menatapnya. Puluhan turis
dari mancanegara sudah memenuhi puncak candi sepagi itu. Saat itu baru pukul
08.30 WIB.
Buat yang sudah berulang-ulang ke
sana, tentu saja tidak ada yang baru di situ. Dari dulu hingga kini Borobodur
tetap seperti itu. Tapi buat saya pribadi --beberapa teman rombongan juga ada
yang datang untuk kedua kali-- ini adalah catatan penting dalam sejarah hidup
saya. Di usia yang sudah tidak muda, saya memang terlambat berkesempatan hadir
di sini.
Pagi inilah saya melihat secara
langsung tentang banyaknya arca patung itu yang sudah tidak berkepala lagi.
Selama ini saya membaca di berita tentang ulah tangan jahil yang mencuri kepala
patung-patung itu. Menjadi pertanyaan memang, mengapa kepala patung-patung yang
sama sekali tidak mengganggu itu harus diganggu. Mengapa harus dibuang atau
dipindah ke tempat lain?
Sangat jahat pencuri itu, jika
tujuannya memang untuk mencuri. Menurut informasi informasi, konon
kepala-kepala patung itu memang sengaja dicuri oleh orang-orang tertentu. Lalu
dijual dan disimpan oleh orang yang tidak berhak untuk itu.
Selain banyak patung yang tidak
berkepala lagi, saya juga baru untuk pertama kali membaca tulisan yang berbunyi
begini, 'c. 1000 tahun lalu' yang menjelaskan tentang gambar prasejarah,
Lukisan Perahu Prasejarah di Gua Kabori, Muna, Sulawesi Tenggara di salah satu
ruang musium di kompleks Borobudur. Tulisan itu sama sekali tidak menyebut 1000
tahun sejak kapan? Apakah sejak sebelum masehi atau sejak kapan?
Kalau tahun sekarang kita
membacanya, tentu saja maknanya adalah tahun 1013 lalu dibuatnya lukisan itu.
Tapi jika nanti dibaca pada tahun 2000 atau tahun 3000? Tentu saja tulisan
penting itu sangat menyesatkan. Perlu diperbaiki oleh pengelola musium agar
dia tidak menyesatkan.
Setelah berkeliling di seputaran
area Borobudur, menjelang keluar saya juga melihat penjual dagangan asesori dan
berbagai cindra mata khas Borobudur dan Jogya umumnya. Tapi yang mengganggu
adalah masih ada para pedagang yang menjajakan dagangannya secara tidak teratur
di taman-taman itu. Padahal di area menjelang keluar sudah ada kedai-keidai
khusus. Lalu mengapa ada lagi yang berjualan di sembarang tempat? Itu jelas
tidak membuat indah area Borobudur. Apakah mereka itu dibolehkan berjualan
secara liar begitu? Entahlah. Tapi menurut keterangan pengelola trevel yang
membawa rombongan kami, itu disebabkan warung-warung yang ada itu tidak
mencukupi dan sewanya juga mahal. Saya tidak tahu.
Yang pasti, keindahan Borobudur yang
sangat tersohor ke seluruh dunia itu diharapkan tidak ada yang membonceng untuk
mengurangi kenikmatan para pengunjungnya. Sebagai warga negara, tentu saja semua
kita harus merasa ikut untuk memelihara dan merawatnya. Bukan hanya pengelola
saja.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar