DUA malam berturut-turut, Sabtu-Ahad (02-03/04/2023) bertepatan malam ke-11 dan 12 Ramadan 1444 saya mengisi jadwal PMKK (Persatuan Muballigh Kabupaten Karimun) di dua rumah ibadah yang namanya sama, Al-Muhajirin. Tepatnya Masjid Al-Muhajirin dan Surau Al-Muhajirin. Satu masjid, satunya lagi surau.
Masjid beralamat di jalan Bukit Tembak arah ke Masjid Agung dan suraunya beralamat di Sungai Pasir, sekitar Masjid Al-Falah agak ke dalam. Kedua-duanya berada di Kelurahan Sungai Pasir. Artinya, dua rumah ibadah yang sama namanya ini berada tidak terlalu jauh, meskipun juga tidak terlalu berdekatan.
Buat saya, ini pengalaman menarik juga. Tentu tidak kebetulan belaka, jadwal itu tertera begitu. Saya yakini, itu sudah diatur oleh Sang Maha Pengatur selain diatur oleh manusia, pengurus PMKK Kecamatan Meral sendiri. Dan kenyataan ini menginspirasi saya untuk membahas topik tausiah kosa kata muhajirin itu di Surau Al-Muhajirin.
Mengapa di surau saya membahas tema itu? Karena di malam kedua itulah dua 'muhajirin' itu terjadi. Di malam kedua itu teringat kalau malam sebelumnya mengisi tausiah di Al-Muhajirin lainnya. Malam pertama (Sabtu) itu saya bahkan belum mengetahui kalau jadwal besoknya di rumah ibadat yang namanya sama lagi. Kebiasaan melihat jadwal adalah sore hari menjelang tugas malamnya. Dan malam kedua itulah pastinya saya memahaminya.
Tentang kata muhajirin yang dipadankan dengan ansar, itulah akhirnya pembahasan tema ceramah saya malam itu. Meskipun saya yakin jamaah atau kita (muslim) secara umum sudah memahami tentang cerita muhajirin dan ansar yang terjadi di zaman Rasulullah, saya tetap jadikan tema dengan mengaitkannya ke Ramadan yang mulia.
Muhajirin yang kita pahami sebagai istulah untuk orang yang bersama nabi ikut meninggalkan Mekkah untuk hijrah ke Madinah sementara ansar adalah istilah untuk orang yang menolong para muhajirin ini. Tidak salah orang memasangkan kosa kata muhajirin dengan ansar.
Sesungguhnya kita sadari bahwa saat inipun, terutama di bulan puasa yang begitu memotivasi kita untuk beribadah, adalah cara kita juga untuk membela agama selain mengamalkan agama itu untuk diri sendiri. Kita beriabdah untuk kepentingan diri priabdi kita, iya. Kita bersungguh-sungguh beramal untuk memperoleh pahala sebagai persiapan kehidupan di akhirat, iya. Itu beanr adanya.
Tapi sebenarnya, dengan kita mengamalkan ajaran agama, itu akan menjadi teladan pula oleh orang lain. Sekurang-kurangnya anak-anak dan keluarga kita sendiri. Boleh jadi keluarga kita akan menajdikan kita sebagai teladan dalam beragama. Artinya kita pun membela agama. Persislah itu sebagaimana motivasi orang muhajirin dan ansar di era Nabi yang motivasi utamanya adalah membela agama. Tiada lain harapan kita kecuali ibadah dan amaliah kita diterima Allah dan itu sekaligus sebagai bagian syiar agama bagi orang lain.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar