Tina belum juga pergi. Hari sudah semakin sore. Besok akan solat Id.
Jika Tina tidak datang sebagai kebiasaan adat-istiadat desa, Safro bisa dihukum
secara adat karena tidak bisa mendidik isterinya. Bisa dibuang dari kampung sebagai hukuman adat. Melihat gelagat Tina belum
pergi Safro sudah mulai naik emosi. “Ini memalukan keluarga besar
aku,” hardik Safro pada diri sendiri. Isterinya yang sibuk di dapur tidak tahu kalau Safro sudah semakin emosi.
Ketika malam tiba, berbuka hari kedua terakhir pun selesai sudah, Safro mencoba berlembut menanyakan, mengapa isterinya tidak pergi kemarin sore. "Tidak jadi diantarkan isi dulang itu?" Safro menanyakan barang-barang yang sudah dibelinya susah-payah demi paman isterinya. Tina tidak menjawab. Mereka meneruskan berbuka puasa berdua. Hati Safro mulai lagi panas. Emosinya meninggi lagi. Tapi amarahnya tertahan karena ada suara mengetok pintu. Pak Arlan, paman Tina masuk. Lalu mengucapkan terima kasih kepada Safro karena isterinya telah mengantarkan buah tangan menjelang Idul Fitri sebagai adat. Safro hanya tertegun.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar