MELANJUTKAN duduk 'ngopi' di kedai kopi A Hong setelah rombongan Kepala Dinas pergi teman saya yang baru duduk meminta satu cangkir kopi lagi. Saya dan Pak Ikan tetap duduk di situ plus satu teman yang baru datang bergabung. Kami bertiga duduk santai sambil ngobrol 'ngalor-ngidul' apa saja.
"Udah lama Bapak tidak ke sini," kata teman saya yang duduk tepat di depan saya. Di sebelahnya duduk Pak Rivai alias Pak Ikan. Saya jawab, iya. Memang sudah lama saya tidak ke Moro. Sejak pindah dari Moro karena mutasi tugas dari SMA Negeri 1 Moro ke SMA Negeri 2 Karimun pada tahun 2002 yang lalu sebenarnya sering juga saya datang dan berkunjung ke Moro. Baik datang sendiri maupun dengan rombongan lainnya. Hanya saja, dua tahun terakhir memang sudah sangat jarang saya ke Moro.
Tahun-tahun 1995 hingga tahun 1998 adalah masa-masa saya merasa begitu sibuk sekaligus menikmati tugas saya sebagai Kepala SMA Negeri 1 Moro. Bertugas di SMA Negeri 1 Moro sebenarnya dalam kurun waktu 8 tahun tiga antara tahun 1994 s.d. 2002. Tapi tahun-tahun yang saya sebut itu adalah tahun saya begitu bersemangat membenahi sekolah SLTA pertama di Kecacmatan Moro. Awal datang adalah masa penyesuaian. Sementara di akhir-akhir jabatan, rasanya tidak lagi sesibuk di pertengahan waktu itu.
Banyak kegiatan yang kami buat di masa kepemimpinan BP3 di tangan Pak Ikan. Saat itu pula kami membangun musolla dan beberapa tambahan bangunan yang dibangun oleh Pemerintah. Kerja sama orang tua dan sekolah melalui kepengurusan BP3 sangat terasa waktu itu. Sebagai Kepala Sekolah saya merasakan betul kalau keberadaan BP3 atau Komite Sekolah (sekarang) sangat penting. Iyuran BP3 sangatlah membantu kegiatan-kegiatan yang diprogramkan sekolah.
Kami terus ngobrol berbagai hal yang teringat di masa lalu. Sebagai orang tua (usianya juga sudah tua: 81 tahun) Pak Ikan adalah tokoh juga di masyarakat Moro. Banyak hal yang dijelaskannya kepada saya, terutama selama saya sudah tidak lagi menjadi warga Moro. Kenangan lama seolah terbayang di mata dan itu adalah bagian terindah yang pernah kami alami bersama. Bagaikan menyaksikan taman-taman mekar, kenangan itu sungguh memberikan bayangan tersendiri bagi saya.
Setelah lumayan lama duduk bersama, saya mengajak Pak Pai berkeliling Moro. Dia membawa motor sendiri dari rumah ke pasar Moro. Dengan motornya itu kami bergerak berkeliling kota Moro. Saya bahkan menyempatkan melihat tanah saya yang masih ada di Moro. Dengan motornya saya juga bisa sampai ke lokasi SMA Negeri 1 Moro yang jaraknya memang tidak terlalu jauh dari Kota Moro. "Sudah begitu megah sekolah ini, Pak," kata saya kepada Pak Ikan yang duduk di belakang saya.
"Iya, pembangunannya sangat cepat. Apalagi sejak anggaran pendidikan dari Pemerintah Pusat begitu besar, pembangunan-pembangunan sekolah begitu cepat. Anggarannya tentu saja tidak lagi cekak macam dulu." Begitu Pak Pai menambahkan kekaguman saya. Kami lami berhenti di bagian depan sekolah. Tentu saja di luar pagar karena sekolah memang libur pada hari ini, Sabtu.
Setelah berfoto beberapa jepret kami meneruskan perjalanan. Saya mengajak Pak Pai lewat di jalan belakang sekolah, persis lokasi tanah saya. Di situ juga sudah ada bangunan rumah yang belum selesai. Meskipun belum selesai sudah ada yang menghuninya. Kebetulan dia status numpang saja. Bagi saya, dari pada tinggal kosong yang membuat cepat lapuk, lebih baik ditunggu orang. Rumahnya bisa terjaga dan dirawat oleh yang menghuninya. Itu perinsip saya. (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar