TIBA-tiba pula hari itu teringat ingin makan pecal. Atau yang sejenisnya. Bisa juga gado-gado, lotek atau apalah namaya. Panganan ini menggunakan bumbu kacang sebagai kuahnya. Itulah yang teringat ingin memakannya. Tepatnya hari Sabtu (26/02/2022) kemarin itu.
Jangan pula salah. Ini bukan mengidam bak orang hamil. Ini semata ingin saja. Teringat saja ingin memakannya. Boleh dikatakan kalau pecal atau lontong pecal sudah biasa memamaknnya. Jadi, jika kini terasa ingin memakannya, ya karena sudah biasa itu. Lagi pula, tidak mungkin ngidam bagi seorang lelaki. Kalaupun dikatakan ngidam karena isterinya yang hamil, juga bukan. Isteri tidak pula sedang hamil.
Catatan ini ditulis karena ada yang menarik dalam kisah keinginan makan pecal itu. Setelah tidak sempat sarapan pagi itu, wkatu sudah agak siang terasa perut lapar. Dan makanan yang diinginkan untuk sarapan yang sudah terlambat itu adalah jenis pecal itu tadi. Maka bergeraklah ke satu kedai yang biasanya menjual jenis makanan ini. Di samping Hotel Mirama lama. Kini sudah menjadi Supermarket.
Penjual lontong di situ tampak kosong pagi Sabtu itu. Kendaraan diarahkan ke satu kedai di samping Kantor Kejaksaan. Di situ ada jual gado-gado. Pastilah rasa pecal dengan gado-gado tidak terlalu jauh berbeda. Setelah masuk ke dalam kedai, ada dua orang berdiri di samping pembuat gado-gado ulek itu. Dia duluan memesannya. Saya duduk saja sambil menunggu giliran. Giliran ketiga, tentunya.
Sambil menunggu giliran dapat gado-gado, pelayan kedai yang lain bertanya, mau minum apa. Saya minta air asam hangat. Dan setelah air minum datang, saya meminumnya sambil sabar menunggu gado-gado. Di sinilah catatan menarik pertama yang menurut saya tidak enak bagi siapa saja. Saya sudah lama menunggu giliran, tiba-tiba setelah tiba gilirannya, tukang gado-gado mengatakan mau istirahat dulu.
Ha? Kata saya sedikit bertanya. Dengan suara lembut saja. Dua orang tamu yang duduk di sebelah kanan saya sampai mengatakan, ha juga. Dia juga heran mengapa pelayan kedai itu mentakan istirahat dan tidak membuatkan saja satu piring lagi? Saya hanya heran saja. "Saya sudah terlanjur duduk, tidak dapat?" Lalu saya berdiri dan akan pergi. Minuman itu saya bayar saja.
Sebelum saya keluar kedua, ibu yang tadi melihat saya, sekali lagi bersuara, "Kasihan Bapak. Kempunan. Hati-hari, Pak" Saya yakin Ibu itu orang sini yang percaya jika ada keinginan memakan sesuatu dan tidak dapat, bisa menimbulkan bahaya atau malapetaka. Saya juga sedikit khawatir dengan omongan ibu itu.
Dengan sedikit dongkol saya keluar dan naik kendaraan. Menuju arah pulang. Di sekitar Sei Lakam, tepatnya di seberang BNI saya ingat juga ada kedai kopi yang salah satu menunya adalah gado-gado. Saya pun berhenti di situ. Saya ingin tetap memakan makanan itu siang ini. Saya berhenti, tapi saya tidak masuk. Bertanya dulu, apakah ada gado-gado? Ternyata siang ini tidak ada. Inilah catatan kedua yang menurut saya cukup penting. Dua atau tiga kali berusaha mencarinya tapi tidak atau belum dapat.
Kendaraan diteruskan. Arahnya tetap menuju rumah. Tapi kini melewati jalan lain. Jalan Meral. Masih penasaran dengan makanan itu. Berharap di kedai kopi yang ada di Meral ada makanan itu. Lalu berhenti di kedai kopi yang tidak jauh dari Kantor Polsek Meral. Lewat sedikit. Tapi belum sampai ke Kalenteng besar itu. Saya berhenti dan melihat ada gerobak yang bertuliskan gado-gado Bujang. Sayapun berhenti. Saya minta satu porsi.
Setelah dapat, Lalu makan. Dipaksanakan saja memakannya. Terasa tidak sesuai dengan selera. Tapi ini bukan karena selera sudah terlanjur merajuk. Ini murni karena dua hari ini saya memang lagi tidak fit. Kurang sehat. Tenggorokan sedikit gatal. Batuk. Bersin dan lainnya. Ruapanya ikut mengganggu selera makan. Dan karena itu pula saya ingin makan pecel saiang ini. Syukurlah, di tempat keempat baru ditemukan. Saya pun tidak jadi kempunan.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar