SUDAH hampir tiga tahun covid-19 malang-melintang di Negeri ini. Ribuan bahkan jutaan orang sudah dinyatakan meninggal oleh virus yang katanya datang dari Negeri Tirai Bambu itu. Selama itu pula Safro dengan bangga menyebut dirinya tidak bisa terkena covid. “Semua
tergantung kita. Kalau mau kena, ya akan terkena,” katanya suatu hari. Sempat isterinya demam dan kehilangan penciuman setahun yang lalu Safro malah marah-marah kepada bininya. Mengapa pergi juga ke rumah tetangga itu? Pekiknya waktu itu.Kini covid-19 diberitakan sudah mulai hilang. Di kampung Safro tidak ada lagi istilah zana hijau atau merah. Level satu, dua atau tiga apalagi empat juga tak ada. Orang-orang sudah bebas berjalan kemana-mana. Masjid dan surau sudah normal dikunjungi.Tidak perlu lagi menjaga jarak saat berjamaah. Safro sempat marah juga tahun lalu waktu pengurus meminta jamaah membawa sajadah sendiri-sendiri. Pemerintah melarang memakai sajadah atau tikar di masjid. Safro emosi tapi akhirnya menerima aturan itu. “Kini sudah bebas,” katanya.
Tiga hari ini Safro tidak kelihatan ke masjid. Jarak rumah Allah itu sangatlah dekat dengan rumahnya. Hanya hitung 100-an meter. Lazimnya Safro aktif dan rajin berjamaah. Sekali-sekali dia menjadi imam saat Pak Imam tidak hadir. Tapi tiga hari belakangan lelaki brewok itu menghilang. Tidak ada yang memberi tahu. Mengapa dia tak hadir? Dari Pak Imam pula muncul berita, “Dek Safro tengah isolasi.” Ha? Semua teman-temannya terkejut.***
Juga di mrasyidnur.gurusiana.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar