SABTU (27/11/2021) akhir pekan. Biasanya kita berpuisi atau berpantun berbalasan di sini. Saya kembali menulis pantun. Hanya sebuah pantun, paginya. Saya posting di akun medsos. Tentu saja maksudnya untuk saling sapa seperti biasa. Setiap pagi, kita biasa menyapa teman-teman kita sebagai bagian silaturrahim kita.
Kebetulan juga saya baru membaca sebuah tulisan yang menyebutkan bagiamana pengaruh menatap HP secara berlebihan terhadap mata. Ya, sudah ide itu saja saya tulis sebagai pembuka pantun saya. Pantunnya berbunyi begini,
Tolong hidupkan di api unggun
Dari pada merusak mata
Baik gunakan membaca pantun
Status berbentuk pantun itu direspon seorang sahabat yang kebetulan berteman di akun medsos yang sama. Dia, Fazli Fadin, nama akunnya memang teman yang selalu saling merespon satu sama lainnya antara saya dengan dia dalam setiap status yang ditulis di medsos. Fazli Fadin membalas pantun saya begini,
Singgah sebentar membeli roti
Memang benar kate pak haji,
Budaya berpantun harus dilestari.
Seorang teman lainnya, Khai Enoki, nama akunnya juga membalas pantun saya. Dia bernama lengkap Khairani dan merupakan teman saya sesama guru di sekolah yang sama beberapa waktu lalu. Balasan pantunnya berupa sebuah pertanyaan. Bunyinya begini,
Gulita terang dg apinya
Kalau boleh kami bertanye
Ape gerangan perusak mate
Terhadap kedua pantun teman-teman saya itu, saya tentu harus membalasnya. Kami akhirnya memang berbalasan pantun di akhir pekan ini. Balasan pantun saya adalah,
Bilik dilukis berhias kaca
Bermadah pantun budaya baik
Baik ditulis juga dibaca
Ikat layarnya doa dipinta
Terus-menerus bermain HP
Salah satunya perusak mata
Kedua pantun terakhir ini sebagai jawaban atau balasan untuk kedua teman saya, Fazli Fadin dan Khai Enoki. Semoga saling berbalas pantun ini memperlancar kita untuk menulis pantun. Sebagai satu kebudayaan yang sudah mendunia, seharusnya kita --sebagai bangsa Indonesia, negara asal-usul pantun-- ikut terus memajukan budaya pantun.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar