AKTIVITAS (kegiatan) literasi akan bersintuhan dengan kegiatan membaca, menulis, mengamati dan memahami. Itu kita semua mengetahui. Artinya bicara literasi sama dan sebangun dengan berbicara perihal kegiatan membaca, menulis, mengamati dan memahami. Sekali lagi mungkin tidak ada yang berselisih paham tentang ini. Itu artinya berkaitan dengan pendidikan untuk sampai ke titik budaya literasi karena budaya literasi hanya bisa melalui pendidikan.
Budaya literasi sesungguhnya sangatlah erat kaitannya dengan dunia pendidikan. Sudah menjadi kesimpulan umum bahwa budaya literasi tidak akan dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Hal pentingnya adalah bahwa penguasaan literasi merupakan indikator pokok untuk meningkatkan prestasi dalam pendidikan.
Di antara beberapa kegiatan literasi, kegiatan dan kemampuan membaca akan menjadi dasar untuk menguasai berbagai bidang ilmu lainnya. Dapat dipastikan bahwa jika seseorang tidak memiliki kemampuan membaca, maka orang ini akan mengalami banyak kesulitan dalam aktivitas belajar lainnya. Tidak keliru jika usaha untuk menanamkan budaya literasi mesti dilakukan sejak awal. SEdini mungkin.
Langkah paling tepat untuk membina budaya literasi tentu dengan mengoptimalkan perpusatakaan, baik perpusatakaan sekolah untuk para peserta didik atau perpustakaan pribadi untuk kegiatan yang dapat dilakukan di rumah. Dan jangan dilupakan, yang amat penting sebelum itu adalah keteladanan guru. Bagaimana guru mencontohkan. Barulah optimalisasi perpustakaan akan berdaya guna.
Dalam hal ini sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam menumbuhkan budaya literasi siswa. Di sekolah terdapatnya guru dan juga perpusatakaan pada umumnya. Oleh karena itu, sekolah harus memfasilitasi sarana dan prasarana yang mampu mengembangkan bakat dan kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan literasi. Melalui pengoptimalan fungsi perpustakaan sekolah oleh guru terhadap siswa akan dapat menjadi solusi untuk menumbuhkan minat siswa dalam melakukan kegiatan literasi tersebut.
Bicara optimalisasi fungsi perpustakaan sekolah, misalnya dapat dilakukan dengan langkah berikut,
1. Menciptakan Pengelolaan Perpusatakaan Profesional;
Profesional di sini diartikan pengelolaan perpusatakaan yang sesuai dengan ketentuan. Itu berarti segala ketentuan dan peraturan pengelolaan perpusatakaan harus dipersiapkan. Tidak ada celah bagi pengelola perpusatakaan untuk mengelolanya secara ala kadarnya saja.
2. Memperbanyak Buku Koleksi Perpustakaan;
Kebanyakan perpustakaan sekolah kurang memperhatikan jumlah koleksi bukunya. Hari ini bahkan koleksi buku-buku itu tidak hanya dalam bentuk buku cetak tapi juga buku-buku digital. Itu berarti fasilitas pendukung buku-buku digital juga harus dilengkapkan.
3. Menata Ruang Baca yang Menyenangkan;
Tidak dapat dipungkiri bahwa perpustakan wajib memiliki ruang baca sendiri di laur ruang koleksi. Di situ ada kursi, meja dan fasilitas pendukung lainnya yang membuat pengunjung nyaman berlama-lama di pustaka.
4. Memberikan Pelayanan Prima;
Tidak mudah memberikan layanan perpustakaan yang baik dan prima. Selain koleksi buku-buku yang lengkap, pelayanan terbaik itu akan ditentukan oleh ketersediaan SDM yang mumpuni. Petugas yang baik tidak cukup rajin dan aktif saja, tapi juga cerdas. Mengerti kecendrungan keinginan pengunjung. Saat ini karakteristik pengunjung juga sangat dinamis dan beraneka ragam selera. Bisakah petugs memberikan pelayanan terbaiknya, itulah arti pelayanan prima.
Catatan singkat ini tentu saja masih dapat dikembangkan untuk memberikan penjelasan yang lebih jelas tentang budaya literasi terkait dengan pendidikan dan optimalisasi pengelolaan perpusatakaan. Hubungan kuat antara budaya literasi dengan pendidikan di satu sisi dan dengan pendukung pelayanan pendidikan di sisi lain adalah satu hal yang tidak dapat diabaikan. Jika ingin budaya literasi semakin baik maka pelayanan pendidikan dengan segala pendukungnya juga harus diperhatikan.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar