KEMARIN Rabu (11/08/2021) saya menulis catatan webinar Media Guru Indonesia (MGI) yang webinarnya berlangsung kemarin juga. Webinar ke-36 MGI itu seperti sudah kita ketahui bertema "Guru Jadi Novelis' dengan menghadirkan empat orang guru hebat yang sudah sukses menulis novelnya masing-masing. Mereka menjadi nara sumber pada webiner ini. Selain mereka berempat juga dihadirkan oleh MGI seorang novelis bertaraf dunia, ahmad Fuadi. Dialah bintang utama dalam webiner ini.
Pada catatan kemarin, saya baru menuliskan info-info dari nara sumber utama ini. Bagaimana Ahmad Fuadi menjadi penulis novel. Bagaimana dia akhirnya berkeliling dunia di lima benua pada 55 negara tersebeb kehebatannya menulis novel. Karena itu pula saya baru menulis tentang kehadirannya pada webiner itu. Dan pada catatan kedua ini saya baru menulis beberapa hal penting dari pengalaman empat orang guru yang sudah menjadi novelis ini.
Bu Isti yang menjadi MC pada webiner ini, setelah pidato Pak CEO dan pemaparan Pak Ahmad Fuadi langsung mempersilakan para nara sumber dari guru ini untuk memaparkan materi webinernya. Dari empat orang nara sumber yang akan tampil, Bu Isti membagi dua sesi, masing-masing dua orang nara sumber. Sesi pertama diisi oleh Ibu Susi Purwanti dan Ibu Teti Tariyani.
Ibu Susi Purwanti yang sehari-hari menjadi guru di SMP Negeri 1 Kota Baru, Karawang tampil memukau. Dengan dua novelnya, Hutan Terlarang dan Misteri Homestay Keluarga Paula Bu susi menjelaskan bagaimana proses kreatif yang dia lalui dalam menyelesaikan novelnya. Salah satu perinsip yang menjadi pernyataan hebat Bu Susi kemarin, itu dia mengatakan menulis adalah sebuah rekam jejak. Pernyataan singkat tapi mengandung makna yang dalam.
Bu Susi membakar semangat peserta webiner dengan beberapa motivasinya. Katanya mengapa dia menjadi seperti sekarang karena katanya dia ingin menulis. Dengan menulis dia ingin punya produk, buku. Selain itu dia ingin menginspirasi anak-didiknya agar juga bisa menjadi penulis. Sela karena suka, dia juga menulis sebagai usaha untuk mengisi waktu. Ada kepuasan yang mendorong untuk terus belajar. Selain kepuasan dan ada nama juga ada finansial dan kebahagiaan yang kita peroleh, katanya.
Panjang lebar Bu Susi memaparkan materi webinernya dan satu kalimat penting juga yang disampaikannya begini, jika menulis sebuah kesenangan, jadikanlah penamu sebagai rekam jejak hidup yang bermanfaat. Sungguh kalimat yang cukup memberikan motivasi kepada seluruh peserta webiner siang itu.
Giliran kedua adalah Ibu Teti Tariyani, guru SMKN 1 Tasikmalaya, jargonnya Bahagia dengan Menulis dia sedikit membeberkan novelnya Rembulan Merindu dan Cerai Kasih yang sudah dihasilkannya.
Sedikit Bu Teti menjelaskan cerita di dalam Rembulan Merindu yang berisi kisah seorang wanita yang hidupnya berliku-liku. Karena salah jalan dia akhirnya sesat. Dia ingin kembali dari jerat hitam itu tapi tidaklah mudah. Pengorbanannya yang layak untuk menjadi teladan pembaca, katanya bahwa tokoh wanita ini, dia ingin putrinya bahagia, dan untuk itu dia siap melakukan apa saja.
Kata Bu Teti pesan bukunya itu antara lain bahwa setiap orang berhak berubah, sejauh apapun orang itu tersalah jalan. Maka jangan suka mencap seseorang sebelum mengenal dengan baik orang tersebut. Demikian dia menjelaskan sedikit isi novelnya itu. Bu Teti juga membuat kalimat indah yang layak kita contoh dan ikuti. Katanya, dengan menulis kita berbahagia maka teruslah menulis agar terus mendapatkan kebahagiaan.
Setelah dua nara sumber ini tempil oleh Bu Isti diberi waktu untuk tanya jawab. Para peserta diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Selanjutnya barulah dua orang nara sumber lainnya tampil, yaitu Bu Khatijah dan Pak Irwanto. Bu Khatijah yang guru SMPN 1 Tapen Bondowoso Jawa Timur, seperti narsum sebelumnya juga tampil apik. Dia menguasai materi paparannya untuk disampaikan kepada peserta webiner.
Kata Bu Khatijah, menulis itu bagaikan memahat kebaikan tak ternilai. Nah, menarik kan kalimat ini? Untuk itu dia mengajak kita semua untuk menulis. "Maka menulislah apa saja, tapi harus ada apa-apanya," katanya mencontohkan kalimat yang disampaikan Bu Isti, mentornya dalam menulis novel ini. Kata Bu Khatijah dia sudah menerbitkan 3 novel masing-masing, Selendang Merah Jambu setebal 300 hal Rinduku Diantara Bunga Ilalang dan Sejingga Rembulan dengan tebal buku 284 halaman.
Bu Khatijah, selain ingin seperti penulis hebat lainnya juga terobsesi untuk menanamkan nilai-nilai agama dan sosial dalam novelnya. Dalam proses kreatifnya, Bu Khatijah langsung menuliskan apapun ide yang muncul di kepalanya. "Jangan menunda atau menunggu waktu. Tulis saja ide itu. Minimal satu pragraf," katanya menjelaskan bagaimana proses kreatifnya dalam menulis. Perlu ini kita contoh.
Di bagian akhir Bu Isti mempersilakan Pak Irwanto untuk memaparkan materi webinarnya. Pak Irwanto yang berdinas sebagai guru Matematika di MAN Pariaman memulai paparannya dengan kalimat indah, novel adalah jendela untuk melihat dan dilihat. Menarik sekali kalimat ini. Begitu bersemangatnya, dalam waktu singkat Pak Irwanto sudah sukses membuat buku sebanyak 8 judul. Diantara buku itu 6 dalam bentuk novel.
Tentu saja menjadi kebanggaan kita bagaimana seorang guru mampu menjadi penulis hebat. Apalagi katanya sejak kecil dia tidak pernah berpikir akan menjadi penulis. Nyatanya sekarang menjadi penulis hebat. Hari ini sudah menjadi nara sumber di hadapat 500-an peserta weibiner di zoom dan ratusan lainnya di livestreaming MGI. Bagaimana Pak Irwanto sudah menulis 8 buku solo dan 18 buku antologi layak untuk menjadi inspirasi kita semua. Dan webinar ini menjadi begitu penting bagi kita.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar