Jumat, 14 Mei 2021

Covid Membuat Silaturrahim via HP Saja (Catatan Menjelang Idul Fitri)

INILAH salah satu hikmahnya. Corona memaksa menerima dan menyesuaikannya. Harus belajar video call. Gara-gara covid berjauhan tempat tinggal harus didekatkan dengan HP (Hand Phone) saja. Jarak tempat tinggal yang berjauhan dan covid yang masih tetap mengkhawatirkan membuat komunikasi jarak jauh menjadi pilihan. Itu artinya melalui alat komunikasi seperti HP.

Malam menjelang Idul Fitri, Rabu (12/05/2021) kemarin, ya malam Idul Fitri, saya dapat panggilan telpon. Panggilan dari nomor HP ponakan (kemanakan dalam Bahasa Kampung saya), Khairul Amri. Setelah saya angkat (terima), ternyata ada 8 (delapan) kotak bergambar di layar HP saya sekaligus muncul. Tapi nomor HP-nya konon ada sembilan. Saya tahu wajah-wajah itu. Semuanya adalah adik dan ponakan serta cucu-cucu saya. Mereka tersebar di banyak tempat. Ada di Airtiris, Kampar (kampung tumpah darah saya), ada di Pekanbaru, Batam dan Tanjungpinang. Semua ada di layar HP.

Saya amati satu per satu. Ada Khairul Amri bersama isteri dan satu orang anaknya. Dia adalah anak dari kakak kandung saya, Syamsinar yang sudah berpulang kerahmatullah. Khairul (begitu saya memanggilnya) bekerja sebagai wartawan di Pekanbaru. Bertempat tinggal juga di Pekanbaru. Tapi saat dia menlpon, itu dia sedang berada di kampung Limau Manis, Airtiris. Dulu nam kampung saya, ini adalah Kampung Kabun, Air Tiris. Khairul pada Idul Fitri ini kembali pulang kampung sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Dia selalu melaksanakan Idul Fitri bersama keluarga di kampung.

Pada kotak lainnya ada adik saya, Syamsiah Nur yang juga tinggal di Pekanbaru. Saat kami telponan dia tetap di Pekanbaru bersama suami dan dua anaknya. Berarti tahun ini dia tidak bermalam raya di kampung. Entahlah, besoknya apakah dia akan ke kampung? Saya tidak tahu hingga catatan ini saya tulis. Jarak Pekanbariu ke Limau Manis hanya kurang-lebih 50 km. Dalam satu jam naik mobil biasanya sudah sampai ke kampung, dari Pekanbaru.

Ada tiga orang ponakan saya bertempat tinggal di Batam yang juga ikut bergabung dalam video call gabungan ini. Mereka adalah anak adik kandung saya, Syamsiar. Ketiganya sudah berumah tangga dan punya anak masing-masing. Mereka juga berrumah (tempat tinggal) sendiri-sendiri dengan alamat tempat tinggal mereka yang juga berjauhan. Ada Nurhayati, ada Emi dan ada Aida. Tapi yang muncul di layar HP saya lihat hanya Emi bersama anaknya dan Aida bersama anak dan suaminya. Nurhayati tidak terlihat. Info dari obrolan video call ini, katanya Nurhayati lagi keluar rumah, saat kami bersilaturrahim jarak jauh ini.

Dua orang ponakan saya yang ikut bergabung dalam obrolan jarak jauh bersama ini adalah Ani dan Sidik. Keduanya juga adik-beradik, anak Syamsiar yang bertempat tinggal di Tanjungpinang, Ibu Kota Provinsi Kepri. Keduanya juga punya rumah masing-masing karena memang sudah berumah tangga masing-masing. Di layar HP ini keduanya ikut bergabung dengan yang lainnya. Jadi, ada delapan keluarga kami ngobrol melalui HP. Heboh dan riuh-rendah bunyi HP kaena memang tidak ada yang mengontrol lalu-lintas pembicaraan. Namanya juga video call via WA. Bicarnya suka-suka saja. Heboh, pokoknya.

Berbagai hal kami bicarakan dalam pertemuan melalui layar HP ini. Selain saling meminta dan memberi maaf menjelang Idul Fitri, juga bicara keadaan keluarga dan tempat masing-masing. Ternyata di antara kami yang saling bertatap muka di layar HP ada yang diduga terkena covid-19. Katanya sudah satu pekan tidak sehat, suami dan isteri. Hidungnya katanya terganggu penciuman karena tidak bisa mencium sesuatu. Pernah dirapid antigen, katanya negatif. Tapi itulah penderitaan yang dia rasakan dalam satu pekan ini.

Bayangkan, jika dia benar-benar terpapar covid, dan kami saling berdekatan, tentu saja virus itu akan menyebar ke yang lainnya. Tapi dengan silaturrahim via HP tentu saja virus itu tidak akan menyebar kepada orang lainnya. 

Saya yang bertempat di Tanjungbalai Karimun tentu saja bangga dan haru bisa ngobrol bersama keluarga, adik, ponakan dan cucu-cucu di malam Idul Fitri. Kebijakan Pemerintah untuk tidak mudik adalah satu hal dan kesempatan yang terbatas untuk mudik adalah hal lain yang membuat kami yang berjauhan tidak akan selalu bisa berkumpul di hari seperti ini. Padahal hanya satu tahun sekali. Dan kita pasti ingin sekali bersama-sama di Idul Fitri. Namun keadaan jua yang menentukan. Jadi, silaturrahmi via HP memadailah untuk membuat komunikasi tetap berjalan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar

Postingan Terbaru

Ramadan, Puasakah Aku?

Sudah kutahan tidak makan seharian Sudah kutahan pula tidak minum seharian Lama, sangat lama Sedari imsak hingga ke tennggelam surya ...