INI pengalaman seorang guru. Saya tahu dia cukup disiplin dalam menjalankan tugas di sekolah. Datang selalu lebih awal dari pada rekan-rekannya yang lain. Sekolah masuk untuk belajar pukul 07.15 (WIB) tapi dia sudah hadir di sekolah pada pukul 06.40. Setiap datang pagi, dialah yang pertama mencecahkan jempolnya di pinger spot sekolah tempat dia mengabdi. Kalaupun ada yang mendahuluinya, itu adalah para guru atau pegawai Tata Usaha yang bertempat tinggal di perumahan sekolah. Mereka biasanya 'cap jempol'sebentar lalu pulang lagi. Tapi guru ini memang datang pagi dari rumahnya yang cukup jauh dari sekolah.
Baru-baru ini pendidik ini 'curhat' dan sedikit mengeluh kepada saya. Katanya, kebiasaannya datang lebih pagi justeru dipertanyakan oleh sebagian teman-temannya. Bukan hanya kehadiran lebih awal itu yang seolah-olah dipertanyakan malah beberapa kebiasaannya yang lain, yang menurutnya justeru mengikuti disiplin sekolah juga ditanya-tanya. Pertanyaan itu serasa mengganggu, katanya.
Sekali waktu, rekan-rekannya bertanya, "Masuk juga?" Ketika itu dia mau masuk kelas untuk mengajar pada jam pelajaran di suatu siang. Rupanya beberapa guru lain sudah tidak masuk kelas lagi khususnya di kelas akhir sejak telah selesainya Ujian Sekolah (US) sepekan sebelumnya. Rupanya ada kebiasaan jelek di sini, kalau sudah selesai US para guru kelas yang mengajar Mata Pelajaran (MP) yang di-US-kan tidak masuk lagi. Alasannya MP itu sudah diambil nilainya. Hanya guru-guru yang mengajar MP Ujian Nasional (UN) saja lagi yang masuk masuk. Herannya, sekolah juga tidaki mempermasalahkan kebiasaan jelek ini.
Cilakanya, guru UN juga tidak mau masuk kelas mengisi jam-jam pelajaran MP yang sudah di-US-kan itu. Tentu saja akan ada jam-jam kosong di kelas-kelas tertentu. Ini tentu tidak baik karena jika guru tidak ada di kelas, kelas itu akan ribut dan dapat mengganggu kelas di sebelahnya. Nah, guru --yang saya ceritakan-- ini ternyata mau tetap masuk di kelas-kelas yang memang dia guru US-nya. Kebetulan pula dia juga mengajar MP yang di-US-kan. Dengan alasan untuk perbaikan nilai, dia tetap masuk. Tapi itu tadi, justeru guru-guru lain mempertanyakannya. Mengapa juga harus masuk lagi.
Dalam pengalaman lain, katanya dia selalu juga ditanya kalau tidak masuk kelas. Padahal pada saat itu dia memang tidak ada jam mengajar. Dia merasa aneh, mengapa kalau dia tidak masuk kelas, kok ditanya. Tapi ada banyak guru lain yang jelas-jelas ada jam mengajar tapi tidak masuk kelas, malah tidak ada yang bertanya. Sepertinya guru itu tenang-tenang saja membiarkan kelasnya. Kita disiplin, kok ditanya, keluhnya.
Ada banyak kegelisahannya yang dia lihat dan rasakan di sekolahnya. Dia sampaikan itu kepada saya kiaena semakin hari dia merasa semakin tidak baik.Dia khawatir, para siswa juga akan terbawa dan terikut-ikut melakukan pelanggaran dan akan dianggap itu hal biasa. Saat ini saja, para siswa sudah tidak bertanya ke piket, misalnya mengapa gurunya tidak masuk. Mereka kebanyakannya apatis saja terhadap indisipliner itu. Sungguh akan merusak, jika tidak ada perubahan, katanya.
Saya hanya menyarankan, laksanakan saja tugas dan tanggung jawab dengan ikhlas. Jangan terpengaruh oleh beberapa oknum yang (jika memang ada) tidak disiplin itu. Tanggung jawab mendidik, sesungguhnya tidak semata karena Kepala Sekolah atau Kepala Dinas tapi jauh lebih penting adalah tanggung jawab kepada masyarakat bahkan kepada Tuhan. Jadi, laksanakan saja aturan dan disiplin itu sesuai ketentuannya. Begitu, kan?***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar