SAYA –menurut saya– tidaklah mahir menggunakan PC
atau laptop. Balckbarry, iPhon, iPad atau gedget canggih lainnya saya
juga tidak punya. Sebagai guru, kebutuhan penggunaan teknologi
elektronik ini saya pelajari secara otodidak saja karena kebutuhan
profesional. Meski sudah puluhan tahun bisa mengoperasikan komputer tapi
itu baru pada program word, exel dan power point. Itulah program utama yang memang dibutuhkan guru.
Perkembangan TIK yang begitu pesat membuat kemampuan dan keterampilan
menggunkan alat canggih ini tidak bisa dielakkan. Dewasa ini, hampir
semua orang di semua keadaan dan di semua situasi tidak lagi bisa
melepaskan dirinya dari teknologi yang bernama komputer ini. Dengan
jaringan internet yang sudah ada hampir di merata tempat, sudah pasti
komunikasi melalui teknologi ini menjadi bagian kehidupan sehari-hari.
Sementara secara pribadi saya sesungguhnya belumlah terlalu mahir dalam
mengoperasikan komputer justeru saya bermimpi bagaimana anak-didik saya
mampu melakukannya lebih hebat. Saya malah bermimpi anak didik saya
masing-masing memiliki blog pribadi tempat mereka berkreasi di bidang
teknologi informasi dan komunikasi ini.
Punya blog saja sebenarnya belumlah ideal. Harapan sebenarnya adalah
mereka menjadi bloger. Punya blog dengan menjadi bloger tentu berbeda.
Sekedar memiliki akaunt blog saja jelas tidak lebih sulit. Kita tinggal
mendaftar di situs tertentu (berbayar atau gratis) untuk membuat blog.
Dengan mengikuti semua langkah yang sudah ditentukan, membuat blog
tidaklah sulit. Buat nama yang diinginkan dan itu dapat diakses setiap
saat selama admin situs yang dipakai memandang bahwa blog yang kita buat
tidak ada masalah.
Setelah blog dimiliki lalu mau diapakan? Jika ternyata halaman blog
hanya halaman standar yang memang sudah disediakan scara gratis oleh
situs-situs tertentu itu dan tidak benar-benar dipakai untuk membuat dan
menyampaikan informasi kepada pembaca lain, maka itulah yang disebut
memiliki blog. Ini saja belum dapat disebut sebagai bloger. Jika pun
status itu mau dipakai, itu pun baru bloger pasif. Yang saya maksud
istilah bloger di sini adalah bloger aktif.
Bagi para peserta didik kita, memiliki blog saja di tahap awal tentu itu
sudah bagus. Setiap guru TIK masuk di kelas dapat meminta anak untuk
membukanya, lalu menjadikan itu sebagai bagian dari kegiatan
pembelajaran TIK di kelas. Artinya, memiliki blog ksong pun tetap itu
mempunyai nuilai tertentu bagi siswa dan guru itu sendiri.
Persoalannya, sudahkah peserta didik kita memiliki blog pribadi? Atau,
sudahkah guru menyuruh, meminta atau mengajarkan membuat blog pribadi
peserta didiknya? Jangan-jangan guru pun belum memiliki blog pribadi
seperti pernah ditulis seorang kompasianer yang sudah terkenal sebagai
bloger.
Andai saja blog-blog pribasdi itu dibuka (sendiri, sekurang-kurangnya)
maka itu berarti akan timbul juga kecintaan siswa kepada dunia internet
yang sedlanjutnya jika dia aktif menulis, akan timbul pula kecintaannya
pada dunia tulis-menulis. Sangat besar manfaat yang akan diterima
peserta didik dan guru andai setiap peserta didik itu punya blog
pribadi. Guru sendiri tentu akan memberi reward tertentu kepada mereka.
Harapan peserta didik memiliki blog pribadi tentu saja tidak bisa
disandarkan hanya kepada guru TIK saja. Semua guru mesti
berpartisipasi mmendorong anak didiknya untuk memiliki blog pribasdi.
Tentu saja hal-hal berikut akan mempengaruhi:
1) Apakah gurunya sudah memiliki blog pribadi terlebih dahulu? Ini
sangat berpengaruh kepada anak didik kita. Bagaimana memotivasi anak
didik untuk memiliki blog sendiri jika gurunya tidak/ belum punya blog
sendiri. Itu akan berpengaruh besar kepada anak didik.
2) Guru TIK adalah profesional sekolah yang akan memberi warna
kepemilikan blog pribadi peserta didik ini. Walaupun alokasi waktu jam
TIK hanya dua kali tatap muka dalam setiap minggu, itu tidak bisa
menjadi alasan untuk tidak cukup dalam mengajarkan pembuatan blog.
Waktu-waktu esktra kurikuler dapat diprogramkan untuk ini.
3) Kepala Sekolah harus mendorong semua guru di bawah kepemimpinannya
untuk memiliki blog. Itu berarti, Kepala Sekolah sendiri wajib terlebih
dahulu memiliki blog pribadi. Pertanyaannya, apakah Kepala Sekolah juga
mau dan memiliki blog sendiri?
4) Pihak Dinas Pendidikan harus pula memberi dorongan konkret dalam
mengembangkan TIK di sekolah-sekolah terutama di sekolah setingkat
sekolah menengah (Pertama/ Atas). Lomba-lomba membuat blog antar peserta
didik harus diperbanyak.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar